Pilpres 2024
Terkuak Prestasi 4 Hakim MK yang Tak Setuju Kepala Daerah Belum Berusia 40 jadi Capres-Cawapres
Mereka yang tidak setuju atau berbeda pendapat (dissenting opinion) Saldi Isra, Wahiduddin Adams, Suhartoyo, dan Arief Hidayat.
Pria kelahiran Sleman, 15 November 1959 itu terpilih menjadi hakim konstitusi menggantikan Ahmad Fadlil Sumadi yang habis masa jabatannya sejak 7 Januari 2015.
Tahun ini pun menjadi periode keduanya menjadi hakim di MK. Yaitu periode pertama pada 7 Januari 2015-7 Januari 2020, sedangkan periode kedua pada 7 Januari 2020-15 November 2029.
Sebelum menjadi hakim konstitusi, Suhartoyo mengawali karier sebagai calon hakim di Pengadilan Negeri (PN) Bandar Lampung pada 1986.
Lulusan S1 Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) itu dipercaya menjadi hakim PN di beberapa kota hingga tahun 2011.
Di antaranya Hakim PN Curup (1989), Hakim PN Metro (1995), Hakim PN Tangerang (2001), Hakim PN Bekasi (2006) sebelum akhirnya menjabat sebagai hakim pada Pengadilan Tinggi Denpasar.
Ia juga terpilih menjadi Wakil ketua PN Kotabumi (1999), Ketua PN Praya (2004), Wakil Ketua PN Pontianak (2009), Ketua PN Pontianak (2010), Wakil Ketua PN Jakarta Timur (2011), serta Ketua PN Jakarta Selatan (2011).
Baca juga: Pj Gubernur Sumut Teken Rencana Pembangunan BRT Mebidang, Anggaran Capai Rp 1,9 Triliun
Pencalonan Suhartoyo menjadi hakim MK dari unsur Mahkamah Agung mendapatkan penolakan dari Komisi Yudisial (KY).
KY menduga Suhartoyo melakukan pelanggaran etik dalam proses pengurusan berkas peninjauan kembali (PK) terkait perkara Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang melibatkan Sudjiono Timan.
Kasus bergulir di PN Jakarta Selatan yang saat itu Suhartoyo menjadi ketua pengadilannya. Ia mengakui, dialah yang menunjuk anggota majelis hakim yang menangani perkara tersebut.
Namun, ia tidak pernah menyidangkan perkara Sudjiono Timan sejak perkara itu di tingkat pertama tahun 2002 sampai perkara PK.
Suhartoyo menduga KY salah mengidentifikasi orang karena nama hakim yang menyidangkan perkara Sudjiono mirip dengan nama Suhartoyo.
Begitu pula dengan isu yang menyebut selama kasus tersebut disidangkan, Suhartoyo telah melakukan perjalanan ke Singapura sebanyak 18 kali.
Ia membantah isu tersebut dan menyebut Dewan Etik Mahkamah Agung (MA) sudah memeriksa paspornya dan hanya satu kali terbang ke Singapura.
Terakhir, ada nama Arief Hidayat yang juga tidak sepakat atau berbeda pendapat dengan putusan tersebut.
Baca juga: Daftar 5 Drama Korea dengan Rating Tertinggi Minggu Kedua Oktober 2023
Sosok Arief Hidayat bukanlah orang baru di MK.
Ia pernah menjabat sebagai Ketua MK periode 14 Januari 2015 - 14 Juli 2017; Wakil Ketua MK periode 1 November 2013 - 12 Januari 2015; serta Hakim Konstitusi periode 1 April 2013 - 1 April 2018.
Pria kelahiran Semarang, 3 Februari 1956 itu akan menjabat sebagai hakim MK hingga 3 Februari 2026.
Ia dilantik menjadi hakim konstitusi pada 1 April 2013 lantaran menggantikan Mahfud MD yang mengakhiri masa jabatan.
Baca juga: Plh Kepala Lapas Rantauprapat Beri Pengarahan Petugas Bapas untuk Tingkatkan Pelayanan
Sementara bagi Arief, MK bukanlah merupakan lembaga yang asing.
Guru Besar Ilmu Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (Undip) itu juga bukan 'orang baru' di dunia hukum, khususnya hukum tata negara.
Sepanjang kariernya, Arief fokus di dunia pendidikan dengan mengajar di Undip. Ia juga pernah menjadi Dosen Luar Biasa pada Fakultas Hukum Program S2 dan S3 di berbagai PTN/PTS di Indonesia
Selain aktif mengajar, ia juga menjabat sebagai ketua di beberapa organisasi profesi.
Sebut saja Ketua Asosiasi Pengajar HTN-HAN Jawa Tengah, Ketua Pusat Studi Hukum Demokrasi dan Konstitusi, Ketua Asosiasi Pengajar dan Peminat Hukum Berperspektif Gender Indonesia, serta Ketua Pusat Studi Hukum Lingkungan.
Baca juga: Detik-detik Mobil Offroad Tabrak Kerumunan Penonton, 18 Orang Dilarikan ke Rumah Sakit
Arief mengisahkan, beberapa tahun lalu mantan Ketua MK, Jimly Asshiddiqie, pernah mendorongnya untuk maju sebagai hakim konstitusi.
Arief mengisahkan, beberapa tahun lalu mantan Ketua MK, Jimly Asshiddiqie, pernah mendorongnya untuk maju sebagai hakim konstitusi.
Namun, karena saat itu dia masih memegang jabatan sebagai dekan, maka hal itu tak bisa dipenuhinya.
Artikel ini Tayang di Tribunnews
Baca Berita Tribun Medan Lainnya di Google News
Prestasi 4 Hakim MK
peran Ketua MK muluskan Gibran bisa ikut Pilpres
MK Kabulkan Gugatan Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023
Tribun Medan
Pilpres
Nama 55 Anggota DPRD DI Yogyakarta Periode 2024-2029, PDIP Kursi Terbanyak Disusul Gerindra dan PKS |
![]() |
---|
Nama 50 Anggota DPRD Surabaya 2024-2029, PDIP, Gerindra dan PKB Raup Kursi Terbanyak |
![]() |
---|
NASIB PDIP Usai Kalah di Pilpres Juga Bisa Gagal Raih Kursi Ketua DPR Gegara Oposisi: Revisi UU MD3 |
![]() |
---|
USAI Nyatakan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin Minta Relawan Perubahan Jangan Berhenti Berjuang |
![]() |
---|
PKS Niat Gabung Koalisi Prabowo: Golkar Anggap Sensitif, Gelora Tegas Tolak, PSI Sebut Tak Sehat |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.