Heru tak Digaji selama Setahun, Korban Kerangkeng Cana Berkedok Program Rehabilitasi Narkoba

Di hadapan majelis hakim Heru mengaku, ternyata penjemputan itu atas restu orangtuanya.

Penulis: Muhammad Anil Rasyid | Editor: Eti Wahyuni
Tribun Medan/M Anil
Terdakwa Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Peranginangin saat digiring ke ruang sidang PN Stabat, Kabupaten Langkat, Sumatra Utara, Selasa (24/10/2023). 

TRIBUN-MEDAN.com, STABAT - Tak digaji selama setahun, itulah yang diungkapkan Heru Pratama Gurusinga saat ia bekerja di pabrik kelapa sawit PT Dewa Rencana Perangin-Angin (DRP).

Hal ini diungkapkan Heru saat menjadi salah satu saksi korban dalam lindungan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) pada sidang perkara terdakwa Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Perangin-Angin pada kasus Tindak Pidana Perdangan Orang (TPPO).

Tak hanya Heru, ada lima saksi korban lainnya yang dimintai keterangan. Namun terdakwa Terbit yang semulanya berada di dalam ruang sidang, terpaksa dikeluarkan sesaat sebelum saksi Heru memasuki ruangan sidang Pengadilan Negeri (PN) Stabat.

"Saya dikerjakan di pabrik terdakwa, tidak digaji selama setahun saya kerja. Cuma makan dapat tiga kali sehari," ujar Heru di hadapan Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Stabat, Andriyansyah dan hakim anggota, Cakra Tona Parhusip, serta Zainal Hasan, Selasa (24/10/2023).

Heru pun menceritakan bagaimana awal dirinya bisa bekerja di pabrik kelapa sawit PT DRP.

Baca juga: Beralasan Sidang tak Efektif, Terbit Rencana Minta Hadir Langsung di Pengadilan

"Awal mula saya dikerangkeng dulu di belakang rumah terdakwa. Saya dikerangkeng karena Narkoba pada awal bulan tahun 2021 lalu," ujar Heru.

Pada saat itu Heru menambahkan, ia dijemput oleh anak buahnya terdakwa Terbit Rencana bernama Jerapah dan Jurnalista Surbakti alias Uci. Di hadapan majelis hakim Heru mengaku, ternyata penjemputan itu atas restu orangtuanya.

"Di Lapangan Binjai saya dijemput. Dipiting langsung dibawa masuk ke dalam mobil dan langsung dibawa ke kerangkeng yang berada di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala," ujar Heru.

Heru pun menggambarkan suasana kerangkeng pada saat pertama ia dimasukkan. Ada sekitar 30 orang yang berada di dalam sel kerangkeng.

"Saya baru diperkerjakan di pabrik atas perintah Uci, setelah dua minggu berada di dalam kerangkeng. Tapi pertama kali saya masuk, saya diselangi (dipukul pakai selang kompresor)," ujar Heru.

Berjalannya waktu, Jurnalista Surbakti alias Uci yang juga menjadi pembina selama berada di kerangkeng, ternyata memiliki niat jahat juga terhadap terdakwa Terbit Rencana.

"Saya disuruh Uci nyuri sawit dan besi di pabrik terdakwa. Setiap nyuri saya dikasih imbal sabu oleh Uci. Setelah enam bulan dikerangkeng, saya baru makai sabu dan dikasih Uci," ujar Heru.

Majelis hakim pun bertanya kepada Heru, apakah terdakwa Terbit Rencana sering ke kerangkeng apa tidak. "Sering terdakwa datang ke kerangkeng, terdakwa juga sering datang ke pabrik," ujar Heru.

Sementara Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Langkat, menyoal apakah saksi Heru selama dikerangkeng pernah mendapat pengobatan yang layak seperti halnya pecandu Narkoba.

"Saya nggak pernah dapat pengobatan layaknya pengobatan pecandu Narkoba. Intinya kalau kami perintah, kami diselang. Asal anak baru masuk diselang, kalau nggak bisa dibina ya dibinasakan," ujar Heru.

Sementara itu penasihat hukum terdakwa Terbit Rencana Perangin-Angin menyoal soal fasilitas apa saja yang didapatkan Heru selama dikerangkeng.

"Saya dikasih makan tiga kali sehari. Kalau makan dan minum disitu cukup. Uang air dan listrik nggak bayar. Sabun dan odol orangtua yang sediakan. Fasilitas hanya tempat tidur, makan, dan habis itu kerja di pabrik," urai Heru.

Bahkan Heru sempat bertanya ke penasihat hukum terdakwa yang berulang kali menyebutkan di dalam persidangan jika kerangkeng yang dimaksud adalah tempat rehabilitas. Menurut Heru ia tak merasa sebagai orang yang sedang direhabilitasi.

"Saya keluar saya ceritakan apa yang saya alami selama di dalam kerangkeng ke orangtua. Orangtua saya menyesal telah memasukkan saya. Saya pun keluar pas lagi-lagi heboh kerangkeng waktu itu," ucap Heru.
Penasihat hukum terdakwa kembali menanyai Heru, kalau menyesal kenapa tidak melaporkannya ke pihak kepolisian apa yang sudah ia alami selama di kerangkeng.

"Saya tidak berani membuat laporan polisi usai keluar dari kerangkeng. Dan saya tidak berani menceritakan ke orangtua saat menjenguk saya, karena sudah ada perjanjian. Kalau kami mengadu ada hukumannya," ujar Heru.

"Saya sudah berkeluarga. Istri tidak senang kalau saya di dalam kerangkeng. Apalagi nampak luka yang ada dibelakang tubuh saya, menangis dia. Pada intinya saya keluar dari kerangkeng dalam keadaan cacat, dan kandung kemih saya dioperasi karena turun saat kerja di pabrik," sambungnya.

Terdakwa Terbit Rencana Peranginangin yang dihadirkan ke dalam ruang sidang kembali setelah keterangan saksi Heru diminta majelis hakim menanggapi apa yang disampaikan saksi.

"Yang disampaikan saksi saya keberatan yang mulia, karena itu semua tidak benar. Karena saya tidak mengenal saksi Heru. Dan pemaparannya itu, soal tempat pembinaan punya saya, saya keberatan yang mulia. Itu bohong yang mulia," ujar Terbit usai mendengar pemaparan majelis hakim seperti apa yang telah disampaikan saksi Heru.
Saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Langkat berjumlah enam orang saksi korban. Keenam orang saksi tersebut berasal dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Dijaga Ketat Polisi

Pengadilan Negeri Stabat dijaga ketat oleh pihak Polres Langkat dan Brimob Polda Sumut dalam sidang yang beragenda keterangan saksi kasus manusia kerangkeng dengan terdakwa mantan Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Peranginangin.

Bahkan Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi juga tampal hadir di Pengadilan Negeri Stabat.

"Menurut keterangan dari pihak Kejaksaan dan pihak LPSK, ada enam orang saksi yang hendak didengar keterangannya dimuka sidang, namun mengenai namanya kami belum bisa sebutkan," ujar Juru Bicara PN Stabat, Cakra Tona Parhusip.

Cakra menambahkan, pada dasarnya LPSK memiliki tugas dan wewenang sebagaimana diatur UU No 31 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban.

"Tentunya telah melalui telaahan sebagaimana standar operasional prosedur di instansi mereka. Dan LPSK juga telah berkoordinasi dengan pihak Pengadilan Negeri Stabat perihal kehadiran mereka dalam rangka pendampingan dan perlindungan terhadap saksi dan korban, dalam perkara dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang," sambungnya.

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved