Pilpres 2024

TERKUAK Niat Gulingkan Jokowi Dalam Pembentukan Hak Angket? Tapi Kepuasan Publik ke Jokowi 80 Persen

Niat pemakzulan Jokowi semakin kentara. Pembentukan Hak Angket yang digaungkan oleh kubu Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan

HO
Niat pemakzulan Jokowi semakin kentara. Pembentukan Hak Angket yang digaungkan oleh kubu Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan 

Tiga partai politik pengusung Anies-Muhaimin, Partai Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), setuju untuk menggunakan hak angket.

“Kami ketemu dan membahas langkah-langkah dan kami solid karena itu saya sampaikan, ketika insiatif hak angket itu dilakukan maka tiga partai ini siap ikut," kata Anies, Selasa (20/2/2024).

Keseriuan wacana hak angket juga semakin nyata setelah kabar Megawati bakal bertemu Jusuf Kalla.

Pertemuan itu katanya sebagai pematangan untuk gerakan Hak Angket yang disebut-sebut untuk menggulingkan Presiden Jokowi. 

Bawaslu Belum Temukan Kecurangan

Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI, Rahmat Bagja menegaskan bahwa hingga kini pihaknya belum menemukan adanya pelanggaran pemilu yang terstruktur, sistematis, dan masif.

Pernyataan Rahmat Bagja tersebut disampaikan dalam dialog Kompas Petang, Kompas TV, Minggu (25/2/2024).

Ia menjelaskan, hal yang harus dibuktikan mengenai adanya pelanggaran terstruktur, sistematis dan masif adalah apakah ada perintah tertulis hingga pembuktian pidana.

“Namun, kita akan lihat misalnya apa yang dilakukan, ada command responsibility, ada perintah tertulis, ada kemudian terbukti pidananya, itu yang harus dibuktikan dalam pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif,” bebernya.

Hingga saat ini, kata Bagja, pihaknya belum menemukan adanya temuan maupun laporan tentang hal itu.

“Sampai sekarang belum ada, laporan sampai sekarang belum ada, temuan juga demikian. Saya bilang belum ada ya, bukan tidak ada,” katanya.

“Kemudian ada tentang pengerahan kepala desa misalnya. Apakah kemudian ada perintah, yang harus dibuktikan dan yang namanya alat bukti kan harus precise (tepat),” tambah Bagja.

Hal-hal itu, lanjut Bagja, termasuk harus jelas siapa yang memerintahkan jika ada yang memerintah, kemudian pembuktiannya.

“Ada dan bagaimana, dan ada siapa yang memerintahkan. Aparat negara siapa aparat negaranya, buktinya seperti apa, bagaimana pembuktiannya,” ujarnya.

Bagja kemudian menjelaskan mengenai empat kategori pelanggaran pemilu, yakni pelanggaran administrasi, pelanggaran tindak pidana pemilu, pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu, dan pelanggaran hukum lainnya.

Mengenai kecurangan, lanjut Bagja, harus dapat dibuktikan bahwa terstruktur, sistematis, dan masif,

“Itu pembuktiannya harus clear, precise, jadi nggak boleh apa, ada misalnya dalam pelanggaran TSM di Bawaslu, kalau nggak salah Perbawaslu nomor 7 atau nomor 8 tentang pelanggaran TSM, misalnya kuantifikasinya 50 persen,” katanya.

(*/tribun-medan.com)

Sumber: Tribunnews
Halaman 3/3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved