Sumut Terkini
BABAK BARU Menko Polhukam Tangani Sengketa Lahan PTPN II vs Warga di Simalingkar dan Sei Mencirim
Konfllik lahan yang berkepanjangan antara pihak PTPN II dengan petani Simalingkar dan Sei Mencirim akan ditangani Kementerian Polhukam
TRIBUN-MEDAN.com - Babak baru sengketa lahan di Simalingkar dan Sei Mencirim Sumatera Utara.
Konfllik lahan yang berkepanjangan antara pihak PTPN II dengan petani akan ditangani proses penyelesaiannya oleh Kementerian Polhukam.
Menko Polhukam Marsekal TNI (Purn) Hadi Tjahjanto mengatakan akan mencoba menarik kasus sengketa lahan di Simalingkar dan Sei Mencirim Sumatera Utara ke Kementerian yang dipimpinnya.
Hadi mengakui sampai sekarang kasus sengketa lahan di Simalingkar dan Sei Mencirim Sumatera Utara antara PTPN II dan petani tersebut belum rampung meski telah diupayakan penyelesaiannya saat ia menjadi Menteri ATR/BPN itu.
Hadi mengatakan ia pernah menawarkan kepada Kementerian BUMN khususnya PTPN untuk memberikan tanah-tanah yang sudah tidak mampu melakukan tugas pokok dan fungsinya serta sudah ditempati masyarakat bahkan sudah menjadi desa atau kota, kepada masyarakat dengan skema HGB di atas HPL.
Hal tersebut, kata dia, untuk melindungi aset-aset pemerintah dan aset negara tidak hilang namun tetap masyarakat menerima manfaat.
"Tapi sampai sekarang Simalingkar dan Sei Mencirim belum selesai. Saya dari Menko nanti akan narik itu semuanya," kata Hadi saat acara Rakernas Kementerian ATR/BPN Tahun 2024 di Hotel Shangri-La Jakarta pada Kamis (7/3/2024).
Setidaknya, kata dia, permasalahan tersebut akan coba di bahasnya dalam rapat koordinasi di Kemenko Polhukam secara komprehensif.
Ia mengatakan rapat tersebut nantinya akan juga melibatkan berbagai pihak di antaranya Kementerian BUMN hingga Jaksa Agung.
Konflik lahan kebun bekala
Tanah kebun bekala adalah merupakan tanah bekas perkebunan Belanda di masa penjajahan berkisar dari tahun 1926 – 1938 yang dikenal dengan mascapai Deli Kuntur seluas lebih kurang 300 hektar di Desa Bekala. Pada tahun 1945, orang-orang Belanda diusir.
Dari situ lah awalnya masyarakat mengambil alih untuk bertempat tinggal dan bercocok tanam.
Pada tahun 1954 masyarakat yang bertempat tinggal dan bercocok tanam di dalam area tersebut semakin banyak, ditambah lagi dengan adanya Undang-undang Pokok Agraria No. 5/1960 tentang nasionalisasi aset-aset yang dimiliki oleh asing diambil alih oleh negara dan untuk kemakmuran rakyat.
Singkatnya, pada tahun 1975 pemerintah melalui Badan Pertanahan Nasional dan Menteri Dalam Negeri mengeluarkan SK seluas 1.254 hektar untuk dikelola PTPN IX.
Dari situ awal mula terjadinya konflik dengan masyarakat. Tahun 1982, masyarakat mendapatkan SK dari Landreform sebagai bukti bahwa masyarakat berhak atas tanah yang mereka tempati dan kelolah yang telah diambil alih oleh pihak PTPN IX.
Pada tahun 2002 Gubernur Sumut membentuk tim B Plus untuk menginventarisasi lahan atau tanah yang yang disinyalir milik PTPN IX dan menjadi tuntutan warga penggarap/petani penggarap untuk diproses menjadi hak milik masyarakat.
Tim B Plus bertugas untuk menginventarisasi lahan atau tanah yang bisa diperpanjang sertifikat hak guna usahanya oleh PTPN IX, belakangan diketahui berubah nama menjadi PTPN II.
Pada tahun 2009 keluar izin perpanjangan kepada pihak PTPN II Deli Serdang seluas 854 hektar dengan sertifikat hak guna usaha No. 171/2009 meskipun belum melaksanakan rekomendasi tim B Plus untuk menyelesaikan masyarakat yang ada di dalamnya.
Hingga pada tahun 2017 petani dikejutkan dengan pemasangan plang oleh pihak PTPN II Deli Serdang dengan Nomor sertifikat hak guna usaha (SHGU) No. 171 tahun 2009.
Pihak PTPN II dikawal oleh ribuan aparat TNI-POLRI menggusur lahan–lahan pertanian masyarakat dan seluruh tanaman yang ada sehingga terjadi perlawanan masyarakat dari tiga desa yang selama ini mengelola lahan tersebut.
Petani kemudian membentuk Serikat Petani Simalingkar Bersatu guna melakukan perlawanan dan kembali bercocok tanam pada area tersebut.
Pada tahun bulan Oktober 2019 SPSB mengetahui di area akan dibangun ribuan perumahan yang bekerja sama dengan pihak perumnas Sumatera Utara. Dari yang awalnya SHGU nomor 171/2009, menjadi SHGB nomor 1938 dan 1939 atas nama PTPN II. Atas hal tersebut SPSB menuntut agar SHGB tersebut dbatalkan.
Konflik lahan petani Sei Mencirim dengan PTPN II
Konflik serupa terjadi antara petani Sei Mencirim dengan PTPN II atas lahan seluas 500 hektar dan berlangsung puluhan tahun. Bermula tahun 1877 -1927 saat Belanda membuka perusahaan tembakau di Sei Mencirim atau Seongei Mentjirim bernama Tabak Maatschappu seluas 5.436 hektar.
Kekalahan perang membuat Belanda angkat kaki dari lahan tersebut dan tahun 1952, Presiden Sukarno memerintahkan kepada seluruh pejuang untuk menguasai dan bercocok tanam di lahan yang pernah dikuasai Belanda.
Dengan dasar inilah, rakyat (Laskar Pejuang Kemerdekaan) Sei Mencirim, Namo Rube Julu, Namo Rube Jahe, Salang Paku, Salang Tunas, dan Tanjung Pamahmulai bercocok tanam hingga membuat tempat tinggal atau rumah gubug untuk menghidupi keluarganya di atas tanah seluas lebih kurang 500 hektar.
Dan pada tahun 1959 pemerintah daerah yaitu Bupati Abdullah Eleng membentuk sebuah Badan Penyelesaian Persengketaan Tanah Sumatera Timur (BPPST) untuk menghindari konflik atau sengketa tanah yang ada di Desa Sei Mencirim, Namo Rube Julu dan sekitarnya. Penertiban di lahan tersebut dimulai tahun 1961 dan mengakibatkan konfik berkepanjangan.
Sumber artikel diolah dari: TribunSolo.com/Kompas.com
Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter
Berita viral lainnya di Tribun Medan
Pemprov Sumut Akan Siapkan Area Internet Gratis di 8 Kota Tahun 2026 Mendatang |
![]() |
---|
2 Pria Dinyatakan Tenggelam di Area Tano Ponggol, Tim SAR: Pencarian Masih Berlangsung |
![]() |
---|
Kejari Karo Tunda Sidang Dakwaan Kasus Korupsi Profil Desa, Terdakwa Minta Didampingi Pengacara |
![]() |
---|
5 Kg Sabu Tak Bertuan Diamankan Satnarkoba Polres Asahan |
![]() |
---|
Program Sekolah Gratis untuk Kepulauan Nias Capai Rp 30 Miliar, Disdik Sumut Sebut Ada 4 Zonasi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.