Breaking News

Berita Medan

Terkesan Tutupi Penanganan Kasus Seleksi PPPK Langkat, Kombes Andry Setiawan : Satpol PP ?

Keluar dari masjid mengenakan kemeja berwarna putih, ia terus berjalan sambil menggandeng tangan salah satu diduga anak buahnya.

Penulis: Fredy Santoso | Editor: Ayu Prasandi
TRIBUN MEDAN/FREDY SANTOSO
Kolase foto Dirkrimsus Polda Sumut Kombes Andry Setiawan dengan puluhan guru honorer di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara saat berunjukrasa di depan pintu masuk Polda Sumut, Rabu (24/1/2024) siang. Mengenakan pakaian serba hitam mereka mendesak Polda Sumut mengusut dugaan kecurangan yang terjadi. 

TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN- Direktur reserse kriminal khusus Polda Sumut Kombes Andry Setiawan terkesan menutup-nutupi penanganan perkara dugaan kecurangan rekrutmen pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) di Kabupaten Langkat yang sedang ditangani pihaknya.

Diwawancarai mengenai tindak lanjut dugaan kecurangan PPPK di Langkat usai salat Jumat, ia tak mau menjawab pertanyaan awak media.

Keluar dari masjid mengenakan kemeja berwarna putih, ia terus berjalan sambil menggandeng tangan salah satu diduga anak buahnya.

Ketika ditanyai, jawaban Andry terkesan tidak mengetahui apa yang ditanyakan dan terkesan berpura-pura.

Padahal, kasus dugaan kecurangan sudah ditingkatkan dari penyelidikan ke penyidikan.

Tak lama kemudian, mantan Kepala Bidang Hukum Polda Sumut ini meminta awak media bertanya kepada Bid Humas Polda Sumut.

"Opo (apa) Satpol PP?"tanyanya balik, saat diwawancarai, Jumat (8/3/2024).

Sebelumnya, Subdit III tindak pidana korupsi Ditreskrimsus Polda Sumut mulai meningkatkan kasus dugaan kecurangan rekrutmen seleksi penerimaan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) di Kabupaten Langkat dari penyelidikan ke tahap penyidikan.

Kabid Humas Polda Sumut Kombes Hadi Wahyudi mengatakan, ditingkatkannya kasus ini ke penyidikan setelah penyidik melakukan gelar perkara hasil penyelidikan.

"Betul. Hasil gelar perkara, polisi meningkatkan status ke Penyidikan," kata Hadi, Sabtu (17/2/2024).

Meski demikian, polisi belum mengungkap barang bukti apa saja yang sudah dikumpulkan dan sejauh mana pemeriksaan terhadap pejabat di Kabupaten Langkat.

Kata Hadi, polisi terus bekerja maksimal menindaklanjuti aduan masyarakat mengenai adanya dugaan kecurangan rekrutmen PPPK.

"Polisi masih bekerja,"pungkasnya.

Sebelum ditingkatkan ke penyidikan, puluhan guru honorer yang dinyatakan tidak lulus seleksi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) di Kabupaten Langkat, berunjukrasa di depan pintu masuk Polda Sumut, Rabu (24/1/2024) siang.

Mereka kompak mengenakan pakaian serba hitam saat aksi.

Para demonstran yang didominasi emak-emak ini berorasi sambil menangis menyampaikan keluhannya.

Mereka juga bersujud, memohon kepada polisi mengusut dugaan kecurangan rekrutmen dan dugaan suap di dalamnya.

Salah satu perwakilan guru honorer bernama Siti Faradila mengatakan, kedatangan mereka ke Polda Sumut untuk mendesak Polisi agar mengusut dugaan kecurangan dalam seleksi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) di Kabupaten Langkat.

Menurutnya, kecurangan yang terjadi di Langkat sama halnya seperti di Kabupaten Mandailing Natal yang melibatkan Kepala Dinas Pendidikan Madina Dollar Siregar serta sejumlah pejabat lainnya.

"Kedatangan kami ke mari untuk melaporkan akan terjadi malpraktek dalam penilaian SKTT dan diduga ada  kecurangan yang dilakukan oleh pihak-pihak seperti kepala dinas kepala BKD, kepala sekolah dan diduga PLT kita pun Kabupaten Langkat melakukan tindakan kezaliman.

Menurut Faradila, ada guru honorer siluman yang tidak pernah mengajar sama sekali, tapi lulus seleksi PPPK.

Kemudian, ada dugaan peserta seleksi yang menyogok sebesar Rp 40 hingga Rp 80 juta agar lolos.

"Padahal dia bukan seorang guru dan tidak pernah mengajar di sekolah itu. Itulah yang kami katakan guru siluman. Penilaian Sktt, diduga ada penerimaan uang sebesar Rp 40 juta sampai 80 juta,"bebernya.

Para guru honorer yang berunjukrasa ini kebanyakan telah mengabdi hingga 17 tahun.

Namun saat seleksi mereka dinyatakan tidak lulus hanya karena adanya ujian tambahan yakni Seleksi Kompetensi Teknis Tambahan (SKTT) di penghujung pengumuman.

Padahal, sebelumnya SKTT sempat dinyatakan tidak akan ada dan yang bisa ikut seleksi guru yang mengabdi selama tiga tahun.

Penilaian SKTT inilah yang dianggap tidak transparan dan diduga masuknya guru siluman dengan cara membayar.

"Karena memang seperti saya sudah 17 tahun karena adanya nilai SKTT tadi ini yang sudah lama mengabdi tidak lulus.

(Cr25/tribun-medan.com)

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved