Berita Viral

Jokowi Disebut Lebih Diktator Dibanding Soeharto dan Langgar Konstitusi, Eep: Maka Harus Dimakzulkan

Presiden Jokowi disebut lebih diktator dibanding Soeharto. Hal ini diungkap oleh Konsultan Politik, Eep Saefulloh Fatah. 

HO
Eep Saefulloh Fatah 

TRIBUN-MEDAN.com - Presiden Jokowi disebut lebih diktator dibanding Soeharto. Hal ini diungkap oleh Konsultan Politik, Eep Saefulloh Fatah

Kata Eep, Jokowi secara terang-terangan melakukan pelanggaran konstitusi demi memuaskan nafsu jabatan. 

Dalam banyak hal, tambah Eep, capaian kediktatoran Presiden Jokowi sangat jelas melampaui kediktatoran zaman Soeharto.

"Jadi menurut saya bukan saja kita akan kembali ke reformasi 98. Dalam beberapa hal jauh lebih mundur dibandingkan dengan capaian kediktatoran zaman Pak Soeharto, dalam beberapa hal," kata Eep dalam diskusi Demos Festival di Hotel Akmani, Jakarta, Sabtu (9/4/2024).

Eep mengungkit Presiden Jokowi yang diduga telah mengumpulkan sejumlah sumber daya untuk dinikmati oleh keluarganya sendiri.

Hal ini justru dibekingi berbagai instrumen negara.

"Misalnya dalam pengumpulan resources, kenikmatan, keuntungan dalam satu keluarga yang dibackup oleh berbagai instrumen yang amat dahsyat," katanya.

Baca juga: LIVE Bayern Munchen vs Mainz Pukul 21.30 WIB, Peluang Die Roten Pangkas Selisih Leverkusen

Baca juga: NASIB Pedangdut Tisya Erni Selingkuhan Aden Wong, Polisi Usut Perzinahan dan Halangi Pemberian ASI

Menurut Eep, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang meloloskan Gibran Rakabuming Raka yang juga putra Presiden Jokowi untuk menjadi cawapres sebagai salah satu indikator kediktatoran Jokowi.

Tak hanya itu, Eep juga mengungkit pembahasan RUU tentang Daerah Khusus Jakarta (DKJ) yang memungkinkan pemilihan Gubernur Jakarta dilakukan oleh Presiden.

Pembahasan regulasi itu, kata Eep, diduga untuk menguntungkan keluarga Jokowi.

"Putusan MK nomor 90 tahun 2024 yang kelak kalau tidak dilawan sampai UU khusus DKI Jakarta yang suatu ketika kalau ini tidak dilawan, mungkin Gubernur DKI Jakarta yang dipilih Presiden, keluarga itu juga," katanya.

"Dan aglomerasi kawasan ekonomi, bisnis dan industri yang menyatukan Jabodetabek dipimpin dewan agloromasi yang ketuanya wakil presiden. Kalau ini tidak dilawan keluarga itu juga," sambungnya.

Lebih lanjut, Eep menambahkan persoalan ini tidak boleh terus dibiarkan.

Karena itu, ia mendesak agar Presiden Jokowi harus dimakzulkan dari jabatannya.

"Menurut saya ini tidak boleh dibiarkan, dengan segala resikonya sebagai warga negara kita harus bersikap. Dan sebagai warga negara sikap saya tidak berubah. Saya bergeming dengan mengatakan presiden telah melanggar konstitusi dan undang-undang dan karena itu harus dimakzulkan," ujarnya.

Hal itu, kata Eep juga menyusul carut marutnya pelaksanaan Pemilu 2024 yang dianggap banyak kecurangan.

"Sebagai warga negara posisi saya tidak berubah dari tahun lalu, menurut saya presiden Jokowi harus dimakzulkan. Ini kesimpulan pertama yang menurut saya penting sebagai bagian pemilu 2024," kata Eep.

Baca juga: Pengakuan Bek Liverpool dan Madrid Soal Lionel Messi, Jaga La Pulga Itu Gampang

Baca juga: Dirlantas Polda Sumut Ungkap Jumlah Wajib Pajak Patuh Bayar PKB Tak Sampai 50 Persen Sisanya Nunggak

Ia mengatakan Presiden Jokowi telah secara terang-terangan melanggar konstitusi dalam Pemilu 2024 dan tidak boleh dibiarkan.

Karenannya menurut dia, Presiden Jokowi harus diadili setelah melakukan sejumlah pelanggaran konstitusi hingga tuntas.

Dia bilang, masyarakat tidak boleh membiarkan Jokowi melakukan pelanggaran seenaknya.

"Pembiaran terhadap itu adalah dosa sejarah setiap orang di Indonesia. Pembiaran pelanggaran konstitusi oleh Presiden tidak boleh dilakukan apapun hasilnya. Bahwa perjuangan untuk menuntut agar ini diadili, agar ini diperkarakan sampai tuntas dan ujungnya bisa ada pihak yang menang secara politik itu urusan yang lain," katanya.

Baca juga: Ubah Nama KPU Jadi Komunitas Penipu Ulung, Massa Minta Jokowi dan Prabowo-Gibran Mundur

Eep menambahkan, pembiaran terhadap Presiden Jokowi bisa berdampak besar bagi bangsa dan negara.

Nantinya, kata dia, presiden-presiden lain bisa mencontoh hal yang sama yang dilakukan Jokowi, dengan melanggar konstitusi.

"Semua presiden yang lain dengan sangat mudah mencontoh ini sebagai tamplate ternyata jadi presiden di Indonesia itu enak. Konstitusi sudah menjamin kekuatan yang besar, yang bersangkutan mengendalikan resources hampir tanpa batas," katanya.

"Punya daya kendali terhadap aparatur yang bisa dimanfaatkan kapanpun secara optimal dengan dampak yang luar biasa. Bahkan serta merta dan ternyata dibiarkan ketika melanggar konstitusi dan undang-undang maka yang saya bilang tadi semua presiden akan mencontoh sebagai template," tutupnya.

Sebagai informasi, upaya pemakzulan Presiden Jokowi bisa saja bermula dari pengguliran hak angket di DPR RI.

Namun, usulan hak angket itu masih jalan di tempat.

Sejauh ini, sudah ada 4 partai politik yang secara terbuka untuk menggulirkan hak angket.

Mereka adalah Partai NasDem, PKB dan PKS.

Sementara itu, PDIP sejatinya sudah mengungkap keinginan menggulirkan hak angket tersebut saat rapat paripurna pembukaan masa sidang IV pada Selasa (5/3/2024) lalu.

Namun, PDIP masih menunggu instruksi secara resmi dari Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.

Sedangkan rekan koalisinya, PPP masih akan melakukan rapat fraksi terlebih dahulu.

Sementara itu, Partai Golkar, Demokrat dan Partai Gerindra sudah tegas menolak pengguliran hak angket.

Parpol pengusung Prabowo-Gibran itu menilai tidak ada urgensi menggulirkan hak angket.

(*/tribun-medan.com)

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved