Berita Viral

MENTERI Bahlil Bingung soal Kasus Timah, Kejagung: Rp 271 Triliun Itu Kerugian Kerusakan Lingkungan

Kejaksaan Agung (Kejagung) mengklarifikasi soal kasus tambang timah di Bangka Belitung, adapun taksiran nilai Rp 271 triliun itu kerugian lingkungan

|
Editor: AbdiTumanggor
Istimewa
Bahlil Lahadalia. 

Sementara itu, kata Bahlil, penentuan lahan dan titik koordinat merupakan kewenangan dari kementerian teknis.

"Di kementerian teknis. Tetapi, begitu selesai dokumennya, dikirim ke Kementerian Investasi untuk diterbitkan IUP-nya," katanya.

"Tapi proses lelangnya, proses lokasinya di mana, titik koordinatnya di mana, itu tidak merupakan domain secara aturan di kami," lanjut Bahlil.

Sementara, dikutip dari Wartakotalive.com, Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengatakan, Kementerian BUMN telah mengetahui kasus ini dan berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk mengusutnya.

"Kami berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung yang memang beberapa bulan terakhir ini melakukan penyelidikan terhadap pencurian ataupun pengambilan timah yang berada di IUP PT Timah," ujarnya kepada media, Kamis (28/3/2024).

Ia menuturkan, kasus ini sudah berlangsung lama dan belum pernah terbongkar. Namun, pihak Kejagung kini telah mengetahui sistematis operasi yang membuat terjadinya pencurian timah di wilayah PT Timah. 

"Ini memang sudah berlangsung lama, kasus yang sudah sangat lama, yang selama ini belum pernah terbongkar. Jadi memang langkah Kejagung ini kita sangat apresiasi, sehingga jangan heran kalau mereka (Kejagung) bisa membongkar secara sistematis semuanya, dan keterlibatan pihak-pihak yang mengambil timah di IUP-nya PT timah," paparnya.

Arya bilang, terbongkarnya kasus ini memang telah ditunggu semua pihak karena sangat merugikan karena banyak komoditas timah di wilayah kerja BUMN yang justru diambil sejumlah pihak dengan ilegal. Ia berharap ke depannya tak lagi terjadi pencurian timah.

"Dengan terbongkarnya kasus ini, ini memang ditunggu oleh semua pihak, sehingga kita harap ke depan tidak ada lagi timah yang diambil dari konsesinya PT Timah," ucap dia.

Sebelumnya, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung Kuntadi mengatakan, Harvey Moeis ditetapkan sebagai tersangka karena berperan sebagai perpanjangan tangan untuk mengakomodasi kegiatan penambangan timah ilegal.

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Kuntadi mengatakan, Harvey ditetapkan sebagai tersangka dalam perannya sebagai perpanjangan tangan untuk mengakomodasi kegiatan penambangan timah ilegal.

Ia mengungkapkan, Harvey selaku perwakilan PT Refined Bangka Tin (RBT), sekitar 2018-2019, menghubungi Mochtar Riza Pahlevi Tabrani (MRPT) alias Riza, selaku Direktur Utama PT Timah Tbk tahun 2016-2021. Riza sendiri telah terlebih dahulu ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung dalam kasus yang sama.

Komunikasi Harvey dan Riza dimaksudkan untuk mengakomodasi kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah untuk mendapat keuntungan.

Peta tambang timah di Bangka Belitung

Pada tahun 2020 lalu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyampaikan kepada Gubernur Bangka Belitung yang saa itu dijabat Erzaldi Rosman Djohan, bahwa timah di Bangka Belitung mengandung material "rare earth" atau logam tanah jarang yang kini jadi incaran dunia.

Hal itu disampaikan Luhut dalam Webinar Nasional terkait Peran Aktif Pemerintah Daerah dalam Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia yang diselenggarakan secara virtual. Dengan potensi tersebut, provinsi Bangka Belitung merupakan wilayah kaya dan harus bisa dimanfaatkan semaksimal mungkin bagi kepentingan dan kesejahteraan masyarakatnya.

"Timah yang di Bangka--baru kemarin saya bicara di parlemen--itu mengandung rare earth. Rare earth itu sekarang bisa diekstrak dari timah. Nah, rare earth ini sekarang jadi incaran dunia. Jadi saya kira, Pak Gubernur, daerah Anda itu kaya. Sekarang bagaimana memanfaatkan ini, fasilitas online ini," kata Luhut , dikutip Tribun-medan.com dari Kompas.com.

Gubernur Bangka Belitung bercerita tentang upaya pemerintah setempat yang tengah mendorong pengembangan hilirisasi timah. Ia menjelaskan daerahnya yang dikenal sebagai penghasil timah memang masih terus mengembangkan produk pertambangan tersebut. "Namun, ini sangat berhubungan sekali dengan kekuatan dari Jakarta, terutama soal kebijakan timah tidak lagi diekspor berupa balok tapi sudah harus dihilirisasi, dibuat berupa solder, berupa bubuk dan sebagainya. Insya Allah tahun ini hilirisasi sudah dapat kita jalankan," kata Erzaldi kala itu, yang kini turut diperiksa Kejati Babel terkait kasus izin pemanfaatan hutan untuk tambang timah yang tengah diusut penyidik Kejati Babel Selasa (26/3/2024) lalu.

Kendati sudah bisa melakukan hilirisasi, Erzaldi mengatakan hilirisasi timah itu tidak dilakukan oleh PT Timah. Hilirisasi produk timah itu digarap melalui kerja sama perusahaan asal China dan perusahaan lokal "Ini kerja sana perusahaan dari China dengan perusahaan lokal yang kita minta kerja sama sehingga ada produk hilirisasi timah yang akan diproduksi Bangka Belitung," ujarnya.

Rare earth atau biasa disebut tanah jarang pun langsung diperbincangkan setelah pertemuan antara Menko Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan dengan Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto pada 2020 itu. Tanah jarang adalah logam mineral yang bernilai sangat tinggi dan banyak ditemukan di Bangka Belitung dan Kalimantan.

Mineral ini banyak digunakan untuk memproduksi perangkat smartphone hingga senjata militer.

Lalu apa itu rare earth?

Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang kini menjabat Komisaris Utama PT Bukit Asam TBk (PTBA), Irwandy Arif, menjelaskan rare earth memang lebih tinggi harganya ketimbang lithium yang seringkali disebut-sebut sebagai mineral masa depan yang diincar banyak negara.

Arif yang juga Guru Besar Teknik Pertambangan ITB mengatakan logam tanah jarang di Indonesia diperoleh dari mineral monazit dan xenotime. Keduanya bisa diperoleh dengan mengektrak logam timah yang ditambang di Pulau Bangka dan Belitung.

"Selama ini tanah jarang belum dioptimalkan oleh perusahaan-perusahaan tambang di Indonesia, belum ada yang fokus usaha di pertambangan rare earth. Hanya dianggap sebagai produk sampingan dari timah," terang Arif kepada Kompas.com, Rabu (24/6/2020).

Selain di Bangka Belitung, lanjut dia, rare earth juga banyak ditemukan di daratan Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat. Namun jenis mineralnya penyusunnya berbeda dengan yang ditemukan di pertambangan milik PT Timah (Persero) Tbk di Bangka Belitung.

"Rare earth juga mudah ditemukan di Kalteng dan Kalbar, namun berbeda dengan di Bangka Belitung, di Kalimantan mineral ini berasal dari zirkonium," jelas Arif.

Ketua Indonesian Mining Institute (IMI) ini berujar, rare earth adalah logam yang memiliki peran sangat strategis di masa depan. Ini karena hampir seluruh perangkat elektronik dengan teknologi tinggi, membutuhkan logam tanah jarang.

Logam tanah jarang juga bisa bersifat radioaktif, dan mengandung oksida yang tinggi. "Rare earth banyak dipakai untuk pembuatan mobil listrik, handphone, sensor, (perangkat) komputer, super konduktor, dan berbagai keperluan militer," ungkap Arif.

Namun yang perlu digarisbawahi, sambungnya, Indonesia tidak memiliki cadangan rare earth yang melimpah. Selain itu, rare earth juga lebih banyak terkonsentrasi di Bangka Belitung, Kalteng, dan Kalbar. Jadi meski dioptimalkan sekalipun, produksi mineral tanah jarang di Indonesia tak terlalu signifikan di pasar global.

"Jadi Indonesia sebenarnya bukan pemain besar untuk rare earth, karena cadangan tanah jarang Indonesia tak terlalu signifikan. Itu pun selama ini dianggap sebagai mineral ikutan dari timah," kata dia.

Arif mencatat, negara dengan cadangan tanah jarang terbesar yakni China. Negeri Tirai Bambu menguasai 44 juta metrix ton sumber daya tanah jarang.

Berikutnya negara dengan cadangan tanah jarang paling besar yaitu Brasil 22 juta metrik ton, Vietnam 22 juta metrik ton, Rusia 12 juta metrik ton, dan India 6,9 juta metrik ton.

"Cadangan tanah jarang di Indonesia hanya sekitar 22.000 metrik ton. Selain itu, belum ada data cadangan baru yang ditemukan," ucap Arif.

Peta Bisnis Perusahaan Tambang Timah di Bangka Belitung

Diketahui, Timah menjadi salah satu komoditas unggulan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Kontribusi timah dari Bangka Belitung ini menjadikan Indonesia sebagai negara penghasil timah terbesar kedua sekaligus pemilik cadangan timah terbesar setelah China.

Kepulauan Bangka Belitung menjadi penghasil timah terbesar di Tanah Air dengan kontribusi mencapai 90 persen dari total produksi timah di Indonesia.

Tak heran, banyak perusahaan tambang timah di Bangka Belitung.

Untuk saat ini posisi perusahaan tambang timah terbesar selain perusahaan pelat merah yakni PT Timah Tbk (TINS) adalah PT Mitra Stania Prima (MSP).

Perusahaan tersebut merupakan milik Hasjim Djojohadikusumo yang merupakan adik dari Prabowo Subiyanto (Presiden terpilih 2024).

Arsari Group (PT Arsari Tambang) milik Hasjim Djojohadikusumo memiliki empat anak perusahaan yang menjalankan aktivitas eksplorasi, eksploitasi, penambangan, pemrosesan, peleburan, pemurnian, penjualan, dan eskpor timah di wilayah kepulauan Bangka Belitung.

Pertama, PT Mitra Stania Prima (MSP) menjadi perusahaan pertambangan timah terbesar ke-3 di Indonesia. 

Sejak tahun 2013, MSP sudah aktif menambang di Mapur dengan luas tanah 233.5 hektar dengan potensi tambang sebesar 7.071 ton timah (Sn).

MSP memiliki dan mengoperasikan alat pelebur timah dan fasilitas pemurnian. Alat pelebur timah MSP memiliki dua tungku konvensional dengan daya yang diizinkan sebesar 3.600 ton ingot timah per tahun. Ingot timah bermerek MSP merupakan produk timah yang terdaftar di bursa London Metals Exchange (LME). Penghasilan ekspor logam timah MSP saat ini sekitar 3.300 ton logam timah.

Kedua, PT Mitra Stania Kemingking yang merupakan afiliasi PT Mitra Stania Prima. Ketiga, PT Mitra Stania Bembang yang pada 2020 berafiliasi dengan PT Mitra Stania Prima dan memiliki IUP seluas 441,5 Ha. Keempat, PT AEGA Prima merupakan perusahaan afiliasi dari PT Arsari Tambang yang juga bergerak di bidang pertambangan timah terintegrasi di Kepulauan Bangka Belitung.

AEGA Prima memiliki total luas IUP 28.884,50 Ha yang tersebar di Laut Tanjung Sangau, Laut Tanjung Genting, Laut Bubus, Laut Tanjung Mengkudu, dan Laut Teluk Kelabat. Total 19 IUP yang dimilikinya, berakhir masa aktifnya pada tahun 2025 hingga 2031.

Dikutip dari KONTAN,  ada lima perusahaan pertambangan di Bangka Belitung yang melakukan ekspor timah dengan verifikasi dari Sucofindo pada periode 2019 hingga pertengahan 2020 ini.

Kelima perusahaan itu adalah PT Timah Tbk, PT Refined Bangka Tin, PT Mitra Stania Prima, PT Menara Cipta Mulia dan PT Artha Cipta Langgeng.

Asal tahu saja, setidaknya ada 30 eksportir timah yang berada di Bangka Belitung, namun belakangan hanya lima perusahaan ini yang konsisten melakukan ekspor menggunakan jasa Sucofindo.

Sementara itu, dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, ada perusahaan dan izin yang dimiliki oleh PT Rajehan Ariq, PT Senta Tin Indo Sentosa, PT Sentra Tin Indo Cemerlang, PT Sentra Tin Indo Makmur, PT DS Jaya Abadi, PT Premium Tin Indonesia, CV Tiga Sekawan, PT Kijang Jaya Mandiri, PT Stanindo Inti Perkasa, PT Timah Tbk (TINS).

Sekretariat Jenderal Asosiasi Penambang dan Pengolahan Pasir Mineral Indonesia (Atomindo) Rudi Syahwani mengatakan, PT MSP diketahui menjadi satu-satunya yang sudah aktif melakukan produksi dan ekspor sejak awal tahun 2024, karena sudah lebih dahulu mendapatkan persetujuan RKAB dari Dirjen Minerba.

Sebelumnya posisi kedua setelah PT. Timah adalah PT. Refined Bangka Tin (RBT). Tapi dikarenakan sedang ada proses hukum di Kejaksaan Agung, dan belum dikeluarkannya persetujuan RKAB, maka saat ini belum beroperasi.

Direktur Pembinaan Program Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Tri Winarno menampik bahwa tidak hanya perusahaan milik Hasjim Djojohadikusumo saja yang mendapat persetujuan di RKAB. "Tidak kok, sudah banyak yang kami setujui," kata Tri kepada KONTAN, Selasa (2/4/2024).

Namun sekian jumlah perusahaan tambang Timah, hanya 4 yang terbesar yaitu PT Timah Tbk, PT Aneka Tambang Tbk,  PT Mitra Stania Prima (MSP), dan PT AEGA Prima.

PT Timah Tbk menjadi salah satu perusahaan tambang timah terbesar dan tertua di Indonesia. Didirikan pada 1976, perusahaan ini bermarkas di Pangkal Pinang, Bangka Belitung, yang merupakan pusat produksi timah utama di Indonesia. Perusahaan satu ini juga telah berkontribusi secara signifikan terhadap ekonomi Indonesia dan industri timah global. Adapun, PT Timah terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan kode emiten TINS. PT Timah sendiri merupakan produsen timah terbesar di Indonesia dengan produksi mencapai 19.825 ton pada 2022 dengan total pendapatan sebesar Rp13,5 triliun dan laba bersih sebesar Rp3,1 triliun.

PT Aneka Tambang Tbk alias ANTAM juga menjadi salah satu perusahaan pertambangan timah berskala besar di Indonesia. Didirikan pada 1968, perusahaan ini beroperasi di berbagai sektor pertambangan, termasuk timah, nikel, emas, dan bauksit. ANTAM sendiri merupakan perusahaan pertambangan timah milik negara yang berpusat di Jakarta. Pada 2022, produksi timah ANTAM mencapai 54.255 ton dengan pendapatan sebesar Rp37,3 triliun dan laba bersih sebesar Rp7,7 triliun.

PT Mitra Stania Prima (MSP) ini dimiliki oleh Hashim Djojohadikusumo, yang merupakan adik dari Prabowo Subianto. Sejak 2013, MSP sudah aktif menambang di Mapur, Riau, Bangka Belitung dengan luas tanah 233,5 hektare dengan potensi tambang timah sebesar 7.071 ton.

Kemudian, PT AEGA Prima merupakan perusahaan afiliasi dari PT Arsari Tambang yang juga bergerak di bidang pertambangan timah terintegrasi di Kepulauan Bangka Belitung. Produksi timah perusahaan ini mencapai 960 ton sepanjang 2022.

(*/tribun-medan.com)

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter

Artikel ini sebagian diolah dari BangkaPos.com  Dan Kontan.co.id Serta Kompas.com

Sumber: Tribun Medan
Halaman 4/4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved