Catatan Sepak Bola

Jika Sheikh Mansour Tawar PSMS Apakah Edy Rahmayadi Mau Jual?

Edy mungkin tak tahu Sheikh Mansour tidak pernah cinta-cinta amat pada Manchester City. Dia tak sekerat pun punya ikatan batin dengan klub ini.

Penulis: T. Agus Khaidir | Editor: Randy P.F Hutagaol
Marca
Sheikh Mansour, sang empunya klub raksasa Liga Inggris, Manchester City. 

PERTANYAAN di atas berihwal dari dua perkara yang sekilas pintas tidak memiliki korelasi padahal sebenarnya berkaitpaut cukup erat. Pertama, rumor transfer Kylian Mbappe yang melesat ke sana kemari. Setelah selama berbulan-bulan dihubung-hubungkan hanya dengan Real Madrid, kini, selain perkara tetek bengek fee transfer, bonus, gaji dan segala macam, nyaris secara sekonyong-konyong muncul pula kandidat lain, AC Milan!

Benarkah? Benar atau tidak benar atau konyol atau ngawur sekali pun bukanlah poinnya. Mbappe mau ke mana musim depan, Rashford mau ke mana, Osimhen mau ke mana, Thom Haye mau ke mana Elkan Baggott mau ke mana, memang bukan poinnya. Sama sekali bukan. Poinnya adalah betapa segala silang sengkarut rumor ini menandakan liga-liga di Eropa terus bergerak meski kompetisinya sendiri telah usai. Liga tetap hidup. Klub-klub tetap hidup. Pada hari di mana kompetisi ditutup, para pengendus bakat dan juru-juru runding klub telah terbang ke berbagai negara untuk menggelar pertemuan dengan agen-agen pemain incaran.

Beberapa tahun lalu, situasi begini tidak bisa ditemui di Indonesia. Musim liga berakhir mesin kompetisi ikut berhenti berputar. Klub-klub mengambil waktu istirahat panjang. Kesibukan baru menyeruak dua-tiga bulan jelang musim anyar. Klub membangun skuat dari nol lantaran pemainnya, pelatihnya, bahkan tukang masak dapur umumnya, tukang pijatnya, dan tukang bersih-bersihnya sudah tak ada. Klub tinggal nama dan segelintir pengurus.

Belakangan beberapa klub mulai keluar dari pakem “tradisional” seperti ini. Mereka membongkar dan membangun ulang manajerial, mengisinya dengan orang-orang yang meski pun tak profesional-profesional amat, tapi paling tidak memiliki pemahaman perihal sepak bola modern yang lebih baik.

Kalimat tanya pada judul di atas berangkat dari sini. Persisnya keterkejutan, yang kemudian justru menerbitkan perasaan geli. Iya, ini tentang PSMS, klub yang sampai sekarang masih dibangga-banggakan sebagian orang Medan sebagai klub hebat, meski itu sekadar di angan dalam bentuk romantisme masa lalu.

Sejak gagal di fase 8 Besar Liga 2 musim 2023-2024, skuat PSMS bubar jalan. Tidak ada lagi yang tersisa dari klub ini selain namanya. Bahkan stadionnya, home base dan home ground, sudah rata dengan tanah. Stadion Teladan dan Stadion Kebun Bunga direnovasi dan belum diketahui pasti kapan akan rampung.

PSMS sekarang betul-betul hanya hidup dalam ingatan orang-orang yang masih mau mengingatnya. Tidak ada pemain. Tidak ada pelatih. Tidak ada ofisial. Padahal musim baru Liga 2 tinggal tiga atau empat bulan lagi. Jika PSSI memang menginginkan jadwal kompetisi domestik selaras dengan kalender FIFA, maka seyogianya musim kompetisi baru digelar Agustus, atau selambatnya September. Untuk Liga 2, yang pemain-pemainnya jarang dipanggil memperkuat tim nasional, barangkali bisa digelar satu bulan lebih lambat.

Namun sekali lagi, sampai detik ini skuat PSMS sepenuhnya masih gelap. Belum ada gambaran apakah pemain-pemain dari musim lalu akan dipakai lagi atau tidak. Mereka cuma dikontrak semusim. Pun pelatihnya. Ofisial apalagi. Bagaimana pengurus?

Di sinilah persoalannya. Pengurus PSMS, konon, masih ada. Konon masih dipimpin Edy Rahmayadi, mantan Gubernur Sumatra Utara. Konon masih ada direktur, masih ada manajer, masih ada pengurus-pengurus bidang. Jika yang konon-konon ini benar, pertanyaannya, kenapa tidak ada pergerakan untuk membentuk skuat? Kenapa belum ada gambaran pelatih? Atau jangan-jangan sebenarnya para pengurusnya juga sudah tidak ada?

Dugaan terakhir boleh ditepikan. Sepertinya pengurus masih ada tapi memang sedang hibernasi. Seperti tupai tanah atau beruang yang sengaja bersembunyi dalam goa untuk tidur panjang. Terang ini bukan situasi yang diharapkan oleh siapa pun yang masih menyimpan harapan kepada PSMS. Apabila terus begini, dalam arti dijalankan dengan manajemen serba semrawut, centangprenang, dan kampungan, maka sampai kiamat kurang dua hari pun PSMS tetap akan berkutat di Liga 2. Syukur-syukur tidak malah terdampar ke Liga 3.

Apakah masih ada harapan untuk PSMS? Apakah masih ada jalan keluar? Ada! PSMS, sesegera mungkin, harus berganti pemilik! PSMS harus dijalankan dengan sistem manajerial yang profesional dan modern.

Pembina PSMS Medan Edy Rahmayadi (kiri) memberikan keterangan pers kepada wartawan di Jalan Karya Amal Nomor 29, Kecamatan Medan Johor, Kota Medan, Selasa (28/11). Founder Sada Sumut FC Arya Sinulingga dilaporkan oleh Presiden Persiraja Banda Aceh Nazaruddin Dek Gam ke Mabes Polri terkait dugaan pencemaran nama baik dan ujaran fitnah saat Sada Sumut FC menjamu tim tamu Persiraja Banda Aceh di Stadion Baharoeddin Siregar, Lubukpakam, Kabupaten Deliserdang, Sabtu (25/11).
Pembina PSMS Medan Edy Rahmayadi (kiri) memberikan keterangan pers kepada wartawan di Jalan Karya Amal Nomor 29, Kecamatan Medan Johor, Kota Medan, Selasa (28/11). Founder Sada Sumut FC Arya Sinulingga dilaporkan oleh Presiden Persiraja Banda Aceh Nazaruddin Dek Gam ke Mabes Polri terkait dugaan pencemaran nama baik dan ujaran fitnah saat Sada Sumut FC menjamu tim tamu Persiraja Banda Aceh di Stadion Baharoeddin Siregar, Lubukpakam, Kabupaten Deliserdang, Sabtu (25/11). (TRIBUN MEDAN/ABDAN SYAKURO)

Bisa dilakukan? Bisa! Mudah? Sama sekali tidak! Justru di sini letak kesulitan terbesar. Poinnya dua juga. Pertama ketidakjelasan alur kepemilikan PSMS. Tiap kali muncul pertanyaan siapa pemilik PSMS, jawaban yang selalu mengemuka adalah 50 klub anggota PSMS. Dulu klub-klub ini berkompetisi di berbagai divisi. Sekarang kompetisinya sudah tidak ada lagi. Apakah klub-klubnya masih ada? Sekiranya ada, lantas kenapa kepemilikan bisa berpindah ke Edy Rahmayadi? Sebelumnya, Edy mengklaim memiliki saham 50 persen. Separuh yang lain milik Kodrat Shah. Setelah Kodrat almarhum, ke mana sahamnya yang 50 persen ini? Apakah beralih kepada pihak lain? Atau jadi milik Edy? Jika benar jadi milik Edy, berapa nilai pembelian sahamnya?

Pertanyaan-pertanyaan ini tak terjawab, dan menambah panjang daftar pertanyaan yang sebelumnya juga tidak terjawab: (1) Kepada siapa Edy dan Kodrat membeli PSMS?; (2) Apakah kepada ke 50 klub tadi?; (3) Kapan pembelian dilakukan dan di mana, dan berapa nilai totalnya?

Pertanyaan nilai beli ini sangat penting lantaran bisa jadi tolok ukur untuk menaksir nilai pasar PSMS. Namun sekali lagi, jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini tidak pernah terang. Padahal di belahan dunia lain, kita tahu berapa jumlah uang yang dikeluarkan Qatar Sports Investment saat mengakuisisi Paris Saint Germain. Kita tahu jumlah uang yang dikeluarkan konsorsium Arab Saudi pimpinan Public Investment Fund saat mengambil alih Newcastle United. Kita juga tahu nilai akuisisi Como oleh Sent Entertainment, sayap bisnis Djarum Group milik Hartono Bersaudara, atau bagaimana jalan Sihar Sitorus dan Erick Thohir memiliki SV Dender dan Inter Milan. Tidak ada rahasia. Semua terbuka.
Namun tidak dengan PSMS. Bahkan pernah beredar selentingan bahwa sesungguhnya PSMS tidak pernah dibeli oleh siapa pun. PSMS hanya “dimandatkan” kepada Edy dan Kodrat. Dengan kata lain, para pemilik dan pengurus 50 klub memberikan tanggung jawab pengelolaan PSMS kepada mereka untuk di kemudian hari dikembalikan dengan dua syarat; (1) tidak sanggup; dan (2) dianggap gagal.

Itu kesulitan pertama. Apa kesulitan kedua? Tiada lain tiada bukan adalah cara pandang. “Pemilik” [saya memang gunakan tanda kutip] PSMS, dalam hal ini Edy Rahmayadi, memasang satu standar bagi siapa pun yang ingin memiliki PSMS. Bilangnya, dia pada dasarnya tidak pernah berkeberatan melepas PSMS asal ke tangan orang yang tepat, yaitu orang yang mencintai PSMS. Sayangnya, Edy tidak secara rinci memaparkan perihal cinta ini. Seperti apa klasifikasinya? Hanya dia yang paham, hingga sejauh ini, siapa pun yang coba menawar PSMS langsung ditolak lantaran ia meragukan cinta mereka. Termasuk barangkali kalau yang datang adalah Sheikh Mansour bin Zayed Al Nahyan.

Halaman
12
Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved