Berita Viral

Gempa Bumi Megathrust Indonesia Hanya Masalah Waktu, BMKG Desak Pemerintah Upaya Mitigasi

BMKG hanya mengingatkan kembali keberadaan zona Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut.

|
Editor: AbdiTumanggor
BMKG
BMKG hanya mengingatkan kembali keberadaan zona Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut. (BMKG) 

Gempa Bumi megathrust Indonesia hanya masalah waktu, BMKG desak upaya mitigasi.

TRIBUN-MEDAN.COM - Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG Daryono baru-baru ini mengatakan, potensi gempa di zona Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut bukan hal baru. Potensi tersebut sudah ada sejak sebelum terjadi Tsunami Aceh 2024.

"Munculnya kembali pembahasan potensi gempa di zona megathrust saat ini bukanlah bentuk peringatan dini (warning) yang seolah-olah dalam waktu dekat akan segera terjadi gempa besar. Tidak demikian," kata Daryono, dilansir dari artikel Kompas.com, Sabtu (24/8/2024).

Badan Meterologi, Klimitologi, dan Geofisika (BMKG) hanya mengingatkan kembali keberadaan zona Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut.

Potensi gempa dari dua zona itu selalu diteliti para ahli sebagai zona kekosongan gempa besar (seismic gap) yang sudah berlangsung selama ratusan tahun.

Menurutnya, seismic gap ini memang harus diwaspadai karena dapat melepaskan energi gempa signifikan yang dapat terjadi sewaktu-waktu.

Sebelumnya, BMKG sempat menyebut bahwa gempa di zona megathrust Selat Sunda dan Menariknya-Siberut berpotensi terjadi dan memicu gempa dahsyat berkekuatan 8,7 dan M 8,9

“Peristiwa semacam ini menjadi momen yang tepat untuk mengingatkan kita di Indonesia akan potensi gempa di zona seismic gap Selat Sunda dan Mentawai-Siberut,” ujarnya.

Peringatan ancaman megathrust itu pun disoroti oleh media asing.

Channel News Asia ikut memberitakan soal ancaman itu dalam artikel berjudul 'Just a matter of time' megathrust earthquake hits Indonesia, as government agency urges mitigation efforts (Gempa Bumi megathrust Indonesia hanya masalah waktu, badan pemerintah desak upaya mitigasi).

Laporan itu menyoroti peringatan dari Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG) yang menyampaikan pemerintah perlu serius dalam mitigasi bencana karena risiko gempa bumi dahsyat dari dua lempeng tektonik.

Salah satunya adalah pembatasan bangunan di pesisir pantai. Kesiapan bangunan pun harus ditingkatkan di wilayah tersebut.

"Pembangunan di pesisir pantai harus dibatasi, tidak boleh ada bangunan yang dibangun. Kalau dibangun hotel, hotelnya harus siap, dengan syarat mampu menahan 8,5 SR," ujar Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dikutip Sabtu (24/8/2024).

Diketahui, belum lama ini Jepang juga dihantam gempa besar 7,1 SR. Mengacu pada kejadian itu, Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono menjelaskan soal Indonesia tinggal menunggu waktu juga akan mengalami gempa bumi besar. Sebab sudah lama gempa tidak terjadi. 

Terdapat dua zona yang disoroti Daryono, yakni Selat Sunda dan segmen Mentawai-Siberut. "Celah seismik Selat Sunda sudah 267 tahun dan Mentawai-Siberut 227 tahun, sementara segmen lainnya telah terjadi gempa Bumi. Tugas saya mengingatkan adanya kewaspadaan," ungkap Daryono.

Potensi Indonesia memang besar. Sebab wilayahnya berada di persimpangan lempeng tektonik utama dunia dan sejumlah lempeng lainnya yang lebih kecil.

Dari laporan BMKG yang dirilis 2017 mencatat potensi 13 zona megathrust memicu gempa besar berkekuatan lebih dari 8 SR dan tsunami.

Ancaman gempa ini disebut kekuatannya mirip dengan peristiwa yang di Aceh pada 2004 yang menimbulkan tsunami.

Badan Meterologi, Klimitologi, dan Geofisika (BMKG) menjelaskan gempa megathrust merupakan gempa yang berasal dari zona megathrust dan terjadi di bidang kontak antarlempeng dengan kedalaman kurang dari 45-50 kilometer hingga memicu tsunami dahsyat.

Dari catatan sejarah, gempa besar terakhir di Tunjaman Nankai Jepang terjadi pada 1946 dengan umur seismic gap 78 tahun.

Sedangkan gempa besar terbaru di Selat Sunda terjadi pada 1757 dengan usia seismic gap 267 tahun.

Adapun gempa besar di Mentawai-Siberut terjadi pada 1797 dengan masa seismic gap 227 tahun.

Artinya menurut Daryono, kedua seismic gap di Indonesia tersebut periodisitasnya jauh lebih lama jika dibandingkan dengan Tunjaman Nankai Jepang.

“Sehingga mestinya kita jauh lebih serius dalam menyiapkan upaya-upaya mitigasinya,” kata dia. 

Daryono mengatakan sejauh ini belum ada ilmu pengetahuan dan teknologi yang dengan tepat dan akurat mampu memprediksi gempa dari sisi waktu, lokasi, dan kekuatannya. “Sehingga kita semua juga tidak tahu kapan gempa akan terjadi, sekalipun tahu potensinya,” ujarnya.

BMKG mengimbau warga untuk tetap tenang dan beraktivitas normal seperti biasa, seperti melaut, berdagang, dan berwisata di pantai.

BMKG selalu siap memberikan informasi gempabumi dan peringatan dini tsunami dengan cepat dan akurat.

(*/tribun-medan.com)

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved