Berita Viral

Jaksa Tolak Novum 6 Terpidana Kasus Kematian Vina Cirebon,Dianggap Terlalu Mengada-Ada dan Mengulang

Jaksa Penuntut Umum (JPU) menolak novum (bukti baru) 6 terpidana kasus kematian Vina dan Eky. 

HO
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menolak novum (bukti baru) 6 terpidana kasus kematian Vina dan Eky.  

TRIBUN-MEDAN.com - Jaksa Penuntut Umum (JPU) menolak novum (bukti baru) 6 terpidana kasus kematian Vina dan Eky

Enam terpidana ini yakni Jaya, Supriyanto, Eko Ramadhani, Eka Sandi, Hadi Saputra, dan Rivaldi Aditya Wardana.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) menilai tidak ada bukti baru yang diungkap enam terpidana dalam sidang peninjauan kembali (PK). 

Diketahui, Pengadilan Negeri Cirebon menggelar sidang kedua dengan agenda tanggapan termohon pada Senin (9/9/2024).

Renanda Bagus, salah satu jaksa, mengatakan, keterangan sejumlah saksi yang diajukan pihak pemohon tidak termasuk novum atau bukti baru.

Keterangan saksi yang dimaksud dalam memori PK adalah Saka Tatal, Teguh, dan Liga Akbar.

"Keterangan para saksi tersebut bukanlah novum karena keterangan itu telah disampaikan saksi dalam persidangan (2017) di bawah sumpah dan dinyatakan dalam keadaan bebas,” ungkapnya.

Baca juga: Bupati Pakpak Bharat Franc Bernhard Tumanggor Tinjau Infrastruktur di Kecamatan Siempat Rube

Baca juga: Samsung Mulai Rilis Sistem Antarmuka OneUI 6.1.1 ke Galaxy S24 Series, Berikut Keunggulannya

JPU juga menolak keterangan Dede Riswanto yang dijadikan salah satu novum tim kuasa hukum para terpidana. Dalam memori PK pemohon, Dede menyatakan mencabut kesaksiannya saat diperiksa oleh penyidik pada 2016.

Dede mengaku telah berbohong karena merasa ditekan.

Namun, menurut Renanda, pencabutan keterangan itu tidak termasuk novum.

Sebab, Dede telah menyampaikan kesaksiannya di bawah sumpah meski tidak hadir langsung di pengadilan pada 2016.

”Dalam surat pernyataan, tidak ada tekanan atau intimidasi (pada Dede),” ungkapnya.

Renanda menambahkan, alasan pemohon mengajukan PK karena adanya kekhilafan hakim juga tidak bisa diterima. Menurut dia, putusan hakim telah berdasarkan asas hukum dan fakta persidangan.

Baca juga: Tak Gentar Lawan Mantu Jokowi, Hasan Basri Sagala: di Atas Penguasa Ada Maha Kuasa

Baca juga: VADEL Badjideh Buka Suara Soal Lolly Hamil, Tegaskan Fitnah, Bantah Manfaatkan Anak Nikita Mirzani

Pandangan pemohon bahwa terjadi peradilan sesat pun dianggap mengada-ada.

Dalam memori PK pemohon, beberapa alasan kekhilafan hakim adalah adanya dua laporan berbeda terkait penetapan tersangka.

Sementara, jaksa lainnya, Solihin, mengatakan, hal itu masuk dalam ruang lingkup praperadilan, bukan dalam PK. Solihin juga membantah alasan pemohon bahwa hakim telah mengesampingkan informasi tidak adanya pendampingan hukum tersangka setelah ditangkap.

Menurut dia, sesuai fakta persidangan, para tersangka memutuskan tidak menggunakan haknya mendapat pengacara saat itu. Begitu pula dengan pendapat tim kuasa hukum PK bahwa kliennya mendapat penyiksaan saat penyidikan.

”Pernyataan tersebut tidak berdasarkan hukum. Semestinya para terpidana dapat membuktikan kekerasan fisik tersebut dalam bentuk visum,” ungkap Solihin.

Sementara, Jutek Bongso, kuasa hukum para pemohon, keberatan dengan tanggapan termohon.

”Novum yang kami ajukan ini belum pernah dihadirkan di persidangan (sebelumnya). Keterangan Dede, misalnya, belum pernah ada. Kesaksiannya hanya dibacakan,” kata Jutek Bongso, tim kuasa hukum pemohon.

Begitu pula dengan saksi-saksi yang mengungkap bahwa Vina dan Rizky diduga mengalami kecelakaan.

Sejumlah saksi itu, katanya, belum pernah dihadirkan di persidangan sebelumnya.

”Kami ingin buktikan bahwa itu bukan pembunuhan, tapi diduga kecelakaan,” ungkap Jutek.

Pihaknya pun menduga majelis hakim khilaf saat memutus kasus ini karena minim metode pembuktian ilmiah. Rekaman pemantau atau CCTV di tempat kejadian perkara, misalnya, tidak pernah dibuka.

Begitu pun dengan pengambilan tes DNA (asam deoksiribonukleat) korban. Jutek meminta jaksa juga fokus terhadap pokok materiil dalam sidang PK kasus Vina ini.

”Kalau jaksa berpendapat lain dan menghadirkan (hal-hal) formil, sah-sah saja. Itu haknya jaksa. Tapi, kami sudah jelas dalam menguraikan peristiwa yang sesuai fakta sebenarnya,” ujarnya.

(*/tribun-medan.com)

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter dan WA Channel

Berita viral lainnya di Tribun Medan 

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved