Berita Viral
JANJI Anggota DPR RI Rapidin Simbolon pada Anak-anak yang Sekeliling Rumahnya Dikeruk Pihak Lain
Anggota DPR RI Komisi XIII yang membidangi Reformasi Regulasi dan Hak Asasi Manusia (HAM), Keimigrasian, Pemasyarakatan, dan Penanggulangan Terorisme
TRIBUN-MEDAN.COM - Suasana haru menyelimuti kediaman keluarga Darma Ambarita/Br Sihotang di Desa Unjur, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara, Rabu (29/1/2025).
Rumah yang dulunya penuh keceriaan kini dikelilingi oleh parit besar hasil pengerukan tanah, menciptakan ketakutan mendalam bagi kedua anak kecil, Yosefin Ambarita dan Jovanka Ambarita, yang masih duduk di bangku Taman Kanak-kanak (TK).
Di tengah situasi yang memilukan itu, Anggota Komisi XIII DPR RI Rapidin Simbolon yang membidangi Reformasi Regulasi dan Hak Asasi Manusia (HAM), Keimigrasian, Pemasyarakatan, dan Penanggulangan Terorisme itu datang berkunjung.
Ia berjalan hati-hati di sekitar rumah yang kini bagaikan pulau terisolasi, matanya menyapu kondisi sekitar dengan raut wajah prihatin.
“Saya sudah melihat video kejadian ini, membaca laporan, dan mendengar sendiri cerita keluarga. Saya benar-benar miris,” ujar Rapidin dengan nada lirih.
"Bayangkan, setiap hari anak-anak ini harus diangkat oleh ayahnya hanya untuk bisa pergi ke sekolah. Parit ini bukan sekadar galian tanah, ini ancaman nyawa bagi mereka,"pungkasnya.
Rapidin lalu berjongkok, menatap kedua bocah mungil yang memeluk erat ibunya.
Dengan lembut, ia membelai kepala mereka, seolah ingin menenangkan ketakutan yang selama ini mereka pendam.
"Yang sabar, ya, Nak... Kita nanti akan perjuangkan," katanya dengan suara menenangkan.
Ayah mereka, Darma Ambarita, menceritakan bagaimana anak-anaknya menjadi saksi langsung saat alat berat menggali tanah di sekitar rumah mereka.
Ketakutan yang luar biasa membuat mereka tak berani keluar, bahkan untuk bermain seperti biasa.
"Saat itu saya menyuruh mereka masuk ke rumah, karena saya takut mereka kenapa-napa," ujarnya.
"Tapi trauma itu masih ada. Mereka tak lagi merasa aman di rumah sendiri."
Momen yang paling menyayat hati adalah ketika Yosefin, dengan polosnya, mengatakan bahwa ia ingin mengirim video pengerukan tanah itu ke sepupunya melalui WhatsApp.
"Dia bilang ke saya, ‘Video ini untuk dikirim ke abang sepupu, supaya tahu kalau datang ke rumah saya, dia tidak bisa lagi masuk,’" ucap Darma Ambarita, suaranya bergetar.
Rapidin menatap anak-anak itu dengan mata berkaca-kaca.
Ia memahami bahwa ini bukan hanya soal konflik lahan—ini tentang hak anak-anak untuk merasa aman, untuk bermain tanpa rasa takut, untuk tumbuh dalam lingkungan yang layak.
"Kita tidak boleh membiarkan hal seperti ini terus terjadi," tegasnya.
"Saya tidak mengenal pelaku maupun ayah korban secara pribadi, tapi saya melihat ini sebagai sesama warga negara. Ini soal kemanusiaan,"pungkasnya.
Menjawab Tribun, Rapidin mengatakan knjungan ini bukan sekadar bentuk empati, tetapi juga sinyal bahwa ada harapan bagi keluarga Ambarita.
Rapidin berjanji untuk membawa permasalahan ini ke tingkat yang lebih tinggi, agar keadilan dan keamanan bagi anak-anak ini bisa segera terwujud.
TANGIS PILU RENTINA SIHOTANG

Diberitakan sebelumnya, tangis pilu satu keluarga di tepi Danau Toba, di sekeliling rumahnya dikeruk orang lain yang diduga lebih memiliki kemampuan materi.
Peristiwa di luar kemanusiaan ini terjadi ini Desa Unjur, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara, Senin (21/1/2025).
Bukan hanya rumah mereka yang dikelilingi parit besar hasil pengerukan tanah, tetapi lebih dari itu, anak-anak kecil mereka terperangkap dalam ketakutan yang menggerogoti jiwa mereka setiap hari.
Rumah itu ditinggali keluarga Darma Ambarita.
Rentina Sihotang, istri Ambarita, menceritakan kejadian ini, matanya dipenuhi rasa cemas.
Namun, yang paling menyentuh tentang kedua putri kecilnya, yang kini hanya bisa merasakan ketakutan yang mendalam akibat kejadian tersebut.

Rumah mereka yang sebelumnya aman dan nyaman, kini bagaikan sebuah pulau kecil yang terkurung dalam parit, seperti sebuah penjara yang tak terlihat, tapi sangat nyata bagi hati anak-anaknya yang rapuh.
"Setiap kali anak-anak saya mendengar suara keras, mereka langsung menangis ketakutan.
Mereka tak bisa lagi tidur dengan tenang, seolah-olah setiap suara yang datang adalah ancaman," cerita Rentina dengan tangisan.
"Dulu mereka bisa bermain dengan riang di halaman, tapi sekarang mereka hanya duduk di dalam rumah, menatap keluar dengan ketakutan, seperti ada sesuatu yang mengintai di balik parit itu,"ujarnya lagi.
Bagi anak-anak yang seharusnya menikmati masa kecil penuh kebahagiaan, peristiwa ini mengubah segalanya.
Sekarang, setiap inci tanah di sekitar rumah mereka adalah sesuatu yang menakutkan, sebuah jurang yang mengintimidasi, memisahkan mereka dari dunia luar.
Parit yang mengelilingi rumah, hasil pengerukan tanah yang dilakukan dengan terburu-buru, telah menciptakan ruang yang mengekang kebebasan mereka.
Anak-anak yang dulunya berlari dan tertawa di halaman rumah, kini hanya bisa menatap dengan penuh kecemasan ke jurang yang mengelilingi mereka, seakan setiap detik membawa ancaman yang tak terduga.

Rentina Sihotang dengan sedih menggambarkan bagaimana kedua anaknya, yang masih sangat muda, tak lagi bermain sepert sebelumnya.
"Mereka takut keluar. Tak ada lagi keceriaan di mata mereka. Mereka takut rumah mereka akan runtuh, atau parit itu akan semakin dalam, membawa mereka pergi," ujarnya dengan lirih.
"Saya tidak bisa lagi mendengar tawa mereka tanpa merasa cemas,"sambungnya.
Ketakutan yang menguasai hati anak-anak itu bukan hanya ketakutan terhadap suara keras, tetapi juga ketakutan terhadap ketidakpastian yang datang dengan setiap hujan, setiap guncangan tanah yang bisa membuat parit semakin lebar.
Air Danau Toba yang telah menggenangi sekeliling rumahnya akibat kerukan alat berat itu sungguh menakutkan.
Bagi mereka, rumah yang dulunya menjadi tempat perlindungan kini menjadi pulau yang terkurung, tempat yang tidak lagi memberikan rasa aman, melainkan rasa terisolasi dan terjebak.
Rentina dan anak-anaknya hidup dalam bayang-bayang ketakutan yang tidak pernah surut.
Bagi mereka, rumah yang seharusnya menjadi simbol kehangatan kini menjadi tempat yang menakutkan.
Setiap suara yang menggetarkan tanah, setiap gerakan di luar, membuat jantung mereka berdegup kencang.
Tidak hanya mereka yang merasakan dampaknya, tetapi masyarakat sekitar pun merasa tergerak untuk memberikan perhatian lebih pada kondisi psikologis keluarga ini, yang terperangkap dalam trauma mendalam.

Ketika Rettina mengungkapkan perasaan sakitnya melihat anak-anaknya tertekan oleh ketakutan ini, ia berharap ada harapan.
"Saya hanya ingin mereka kembali bisa bermain, tertawa, merasa aman di rumah mereka sendiri," katanya, dengan tetesan air mata.
Kehidupan yang seharusnya ceria bagi anak-anak itu kini terhenti.
Masa depan mereka yang penuh potensi menjadi terancam oleh bayang-bayang trauma yang menggerogoti setiap detik mereka.
Pemerintah dan masyarakat kini harus lebih peka terhadap dampak jangka panjang yang dialami anak-anak kecil ini.
Tidak hanya rumah mereka yang perlu diperbaiki, tetapi juga jiwa-jiwa kecil yang terperangkap dalam trauma yang sulit disembuhkan akibat perbuatan orang-orang yang lebih memiliki kemampuan materi.
Peristiwa ini menjadi pengingat tentang betapa pentingnya untuk menjaga rasa aman dan kedamaian bagi anak-anak.
Masa kecil mereka seharusnya diisi dengan tawa dan kebahagiaan, bukan dengan ketakutan yang merusak masa depan mereka.
(Tribun-medan.com/Arjuna Bakkara).
Anggota DPR RI Rapidin Simbolon
Rapidin Simbolon Komisi XIII DPR RI
Viral rumah di Danau Toba
Sekeliling rumah dikeruk di Danau Toba
PROFESI Kakek 73 Tahun yang Nikahi Gadis 27 Tahun, Minta Didampingi Fitri Bekerja: Butuh Teman Hidup |
![]() |
---|
Profil dan Sosok Respati Ardi, Wali Kota Bolehkan Warga Pasang Bendera One Piece di Solo |
![]() |
---|
Fakta Gadis Muda Bengkulu Mau Dinikahi Kakek 73 Tahun, Ibunya Sumpah Demi Allah Bantah Punya Utang |
![]() |
---|
Sosok Baiq Miranda, Istri Cekik Suami Sampai Tewas di Lombok, Dituduh Selingkuh Ada Chat Pria Lain |
![]() |
---|
Pernikahan Gadis Bengkulu dengan Kakek Saiun 73 Tahun di Bengkulu, Sumpah Ibu: Demi Allah Aku Rela |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.