Ramadhan 1446 H

JELANG Sidang Isbat 2025, Menteri Agama Sebut Awal Puasa Kemungkinan Sama dengan Muhammadiyah

Jelang sidang isbat 2025 ini, Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar mengungkapkan kemungkinan pelaksanaan puasa sama dengan Muhammadiyah

|
Editor: Juang Naibaho
Dani Prabowo/Kompas.com
SIDANG ISBAT - Suasana sidang isbat di Gedung Kementerian Agama, Jakarta, Senin (4/7/2016). Jelang sidang isbat 2025 ini, Menteri Agama Nasaruddin Umar mengungkapkan kemungkinan pelaksanaan puasa awal Ramadhan 1446 Hijriah antara pemerintah dan Muhammadiyah dapat dilakukan secara bersamaan. 

"Awal Ramadan ini posisi hilal yang memenuhi kriteria itu hanya di wilayah Aceh, di wilayah lain belum memenuhi kriteria," ucap Thomas, dikutip dari YouTube BRIN Indonesia, Selasa (25/2/2025). 

Untuk diketahui, MABIMS adalah kriteria untuk menentukan awal tahun Hijriah yang didasarkan pada data pengamatan global dan perhitungan astronomis. MABIMS juga merupakan forum kerja sama Menteri Agama dari beberapa negara di Asia Tenggara. 

Thomas menjelaskan bahwa pada penentuan awal Ramadhan yang berlangsung pada 28 Februari 2025, tinggi bulan di Aceh yakni 4,5 derajat, sementara elongsinya 6,4 derajat yang artinya memenuhi kriteria. 

"Oleh karenanya di kalender resmi Kemenag, itu tanggal 1-nya ditulis 1 Maret, 1 Ramadhan, tetapi nanti itu akan dibuktikan untuk bahan sidang isbat itu rukyat tanggal 28 Februari 2025, dan rukyat di wilayah lain, walaupun ada yang mengaku melihat hilal itu biasanya akan ditolak karena belum memenuhi kriteria," ungkapnya. 

Sementara menurut analisis BRIN, posisi bulan saat magrib 28 Februari 2025 di Surabaya yakni tinggi toposentrik 3,7 derajat, sementara elongasi geosentrik 5,8 derajat sehingga kurang dari kriteria MABIMS. 

Thomas menyebut bahwa adanya hasil pemantauan hilal yang tidak memenuhi kriteria MABIMS, maka diprediksi 1 Ramadhan 1446 H akan jatuh pada 2 Maret 2025. 

Alasan Perlu Sidang Isbat

Dikutip dari laman Kemenag, disebutkan bahwa sidang isbat sudah dilakukan di Indonesia sejak 1950-an (sebagian menyebut 1962). Hasil sidang isbat yang diumumkan Menteri Agama menjadi momen yang ditunggu-tunggu masyarakat.

Dalam perkembangannya, MUI menerbitkan Keputusan Fatwa No 2 Tahun 2004 tentang Penetapan Awal Ramadan, Syawal, dan Dzulhijjah.

Fatwa tersebut di antaranya memutuskan bahwa penetapan awal Ramadan, Syawal, dan Dzulhijjah dilakukan berdasarkan metode rukyah dan hisab oleh Pemerintah RI cq. Menteri Agama dan berlaku secara nasional.

Sidang isbat menjadi penting karena Indonesia bukan negara agama, dan juga bukan negara sekuler. Indonesia tidak bisa menyerahkan urusan agamanya sepenuhnya kepada orang per orang atau golongan.

Sidang isbat penting dilakukan karena ada banyak organisasi kemasyarakatan (Ormas) Islam di Indonesia yang juga memiliki metode dan standar masing-masing dalam penetapan awal bulan hijriah.

Pandangan ini pun tak jarang berbeda, karena adanya perbedaan mazhab dan metode yang digunakan untuk menentukan awal bulan hijriyah. Sidang isbat menjadi forum, wadah, sekaligus mekanisme pengambilan keputusan.

“Sidang isbat dibutuhkan sebagai forum bersama mengambil keputusan. Ini diperlukan sebagai bentuk kehadiran negara dalam memberikan acuan bagi umat Islam untuk mengawali puasa Ramadan dan berlebaran," kata Adib, yang saat itu menjabat Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah (Urais-Binsyar) Ditjen Bimas Islam, Jumat (8/3/2024).

Dalam prosesnya, sidang isbat menjadi forum musyawarah para ulama, pakar astronomi, ahli ilmu falak dari berbagai ormas Islam, termasuk instansi terkait dalam menentukan awal bulan Ramadan, Syawal, dan Zulhijah.

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved