Catatan Sepak Bola
Tak Perlu Main Bagus yang Penting Menang
Lebih baik kalah daripada menang dengan cara seperti itu. Menang tanpa kebanggaan. Istilah yang lebih tolol, menang rasa kalah.
Penulis: T. Agus Khaidir | Editor: Ayu Prasandi
Tim Nasional U-17 Indonesia besutan Nova Arianto sudah berada di jalan yang benar.
Jalan yang berpotensi tiba di gerbang yang juga benar, gerbang menuju Piala Dunia U-17 yang akan dihelat 3-27 November 2025 di Qatar.
Tiga poin dari Korea Selatan membuat Indonesia untuk sementara berada di peringkat dua klasemen, di bawah Yaman, yang berselang beberapa jam setelah laga Korea versus Indonesia menekuk Afganistan 2-0.
Seturut regulasi FIFA untuk Piala Dunia U-17, tiket emas itu, akan dikantongi apabila Yaman juga bisa dibekap di laga yang berlangsung Senin, 7 April.
Ya, AFC, lewat Piala Asia yang dijadikan fase akhir kualifikasi, mendapatkan jatah delapan slot plus tuan rumah. Artinya, dua kontestan dari tiap grup bakal lolos langsung ke Qatar.
Apakah Indonesia akan kembali bermain defensif dan tidak menarik seperti saat menghadapi Korea? Barangkali tidak.
Yaman bukan Korea. Persisnya, tidak memiliki kualitas dan pengalaman di pentas dunia setara Korea. Barangkali Indonesia akan lebih menyerang, lebih atraktif, dan oleh sebab itu akan kelihatan lebih menarik.
Namun sekiranya tetap defensif, tetap tidak menarik, tetap membosankan, menjengkelkan, dan bikin degdegan tak keruan, apa masalahnya? Bukankah dengan tiga poin tambahan kita akan pergi ke Piala Dunia? Bukankah memang ini tujuan utamanya?
Kedengaran pragmatis, tapi sekali lagi, apa masalahnya? Jose Mourinho pernah bilang tak perlu bermain bagus yang penting menang.
Ingat baik-baik strategi terapan, jaga konsentrasi, jangan terlalu percaya diri dan jangan pernah merasa menang sebelum pertandingan betul-betul selesai. Ini kuncinya.
Tidak usah macam-macam.
Carlos Bilardo, pelatih yang membawa Argentina satu kali juara dan satu kali runner up Piala Dunia, mengaku lebih suka menang meski babak belur ketimbang merasa ciamik, digdaya dan perkasa, tapi kalah angka. Main bagus percuma belaka kalau ujung-ujungnya tidak menghasilkan apa-apa.
Bagaimana dengan premis kemenangan yang indah? Bukankah kemenangan bisa sekaligus diraih dengan bermain bagus, bermain cantik?
Tentu saja. Tiki Taka memesona. Pun Gegenpressing dan Totaalvoetbal, dan Ginga membuat tiap anggota skuad Tim Nasional Brasil di Piala Dunia 1958 dan 1970 menarikan Samba yang sangat boleh jadi akan dikenang sepanjang masa.
Namun bukankah Catenaccio yang sama sekali tidak indah juga mengantarkan Italia empat kali jadi juara dunia?
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.