Langkat Terkini

Dugaan Korupsi Mebel Sekolah di Langkat, Ini Fakta Proyek Belasan Miliar Tak Sesuai Spesifikasi

Dugaan korupsi perabotan sekolah atau mebel yang dilakukan Dinas Pendidikan Langkat mulai menunjukkan titik terang. 

DOK/Direktur LSPI
PENYERAHAN MEBEL: Penyerahan mebel kepada salahsatu sekolah yang berada di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, beberapa waktu yang lalu. 

TRIBUN-MEDAN.com, LANGKAT - Dugaan korupsi perabotan sekolah atau mebel yang dilakukan Dinas Pendidikan Langkat mulai menunjukkan titik terang. 

Pasalnya, Lembaga Studi Pengadaan Indonesia (LSPI) membeberkan fakta adanya proyek yang menguras anggaran belasan miliar itu diduga tak sesuai dengan spesifikasi atau sarat markup saat penawaran. 

Direktur LSPI, Syahrial Sulung membeberkan, ada ketidakwajaran harga antara produk mebel untuk sekolah tingkat dasar (SD) dengan tingkat sekolah menengah pertama (SMP). 

Seperti selisih harga kursi siswa SD dan SMP sebesar Rp 70 ribu, hanya karena perbedaan tinggi 5 centimeter.

Selain itu, harga satuan papan tulis gantung senilai Rp 1.265.000 dinilai tidak wajar karena materialnya lebih sedikit dibanding meja guru. 

Sementara untuk harga lemari arsip senilai Rp 2.244.350 pun dianggap berlebihan.

Mengingat, bahan yang digunakan hanya kayu lat biasa dan triplek tipis. Kemudian meja siswa SD dan SMP, memiliki selisih harga Rp 170 ribu, meski materialnya hampir sama.

Menurut Syahrial, kejanggalan lain kian muncul ke permukaan karena pengadaan mebel itu berjalan bersamaan dengan proyek pembangunan rehabilitasi sekolah. 

Sebab, bahan mebel yang sejenis dijual dengan harga jauh lebih murah.

Dalam daftar harga kontrak, meja siswa dihargai Rp 520 ribu dan kursi sebesar Rp 350 ribu. Itu jauh lebih rendah dibanding harga dalam pengadaan e-katalog. 

"Ada indikasi ketidaksesuaian standar harga dalam proyek ini. Seharusnya PPK mempertimbangkan referensi harga yang wajar sebelum melakukan negosiasi harga dengan penyedia," ujar Syahrial saat diwawancarai di Stabat, Kamis (15/5/2025).

Bahkan, Syahrial juga menduga, mebel yang dikirim penyedia tidak sesuai spesifikasi yang dicantumkan dalam e-katalog. 

Produk yang seharusnya berbahan kayu meranti, diduga hanya menggunakan material berkualitas rendah.

"Secara kasat mata, sekitar 40 persen produk menggunakan kayu rimba campuran kelas bawah dan 60 persen menggunakan multiplek atau triplek," kata Syahrial. 

Selain dugaan tidak sesuai spek penawaran yang dilakukan penyedia, proyek pengadaan mebel tahun anggaran 2024 itu terindikasi sarat markup. Sebab, paket proyek itu dipecah menjadi dua kontrak.

Halaman
12
Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved