Dari situ, MPR akan memutuskan setuju atau tidak setuju.
“Proses ini akan berlangsung berbulan-bulan lamanya, dan saya yakin akan melampaui tanggal 20 Oktober 2024 saat jabatan Jokowi berakhir,” kata Yustil.
“Kalau 20 Oktober 2024 itu Presiden baru belum dilantik, maka negara ini berada dalam vakum kekuasaan yang membahayakan. Apakah mereka mau melakukan hal seperti itu? Saya kira negara harus diselamatkan," tutur dia.
Koalisi PDIP pecah soal wacana hak angket DPR
Di sisi lain, Majelis Kehormatan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) meminta seluruh jajaran pengurus dan anggota fraksi PPP di DPR untuk bijaksana dalam menghadapi hak angket guna menyelidiki indikasi kecurangan Pilpres 2024.
Ketua Majelis Kehormatan PPP Zarkasih Nur khawatir hak angket justru akan memicu perpecahan umat yang akan sangat merugikan bangsa Indonesia.
“Hak angket harus dipikirkan matang-matang, harus disikapi secara cerdas dan teliti, kami rasa tidak perlu sejauh itu hak angket tidak harus sejauh itu, sebab kalau ada kecurangan pemilu kan sudah ada jalurnya," kata Zarkasih dalam keterangannya, Jumat (23/2/2024).
Ia mengimbau jajaran DPP PPP untuk kembali ke khitohnya yakni menjunjung tinggi kepentingan umat dan tentunya meletakan persatuan dan keutuhan bangsa Indonesia di atas segalanya.
"Saya menyarankan kawan-kawan di DPR, harus teliti, jernih, jangan sampai terkoyak karena hak angket," pintanya.
Lebih lanjut, Zarkasih berharap agar pemenang pemilu baik pilpres maupun pileg menunjukan sikap ksatria.
Sementara itu, bagi yang kalah agar dapat menerima dan menghormati kehendak rakyat.
"Jangan lupa bahwa kedudukan presiden dan wakil presiden pada akhirnya adalah kehendak Allah SWT,” pungkasnya.
(*/tribun-medan.com)
Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News
Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter