Berita Viral

UPDATE Vonis Lepas Korupsi CPO, Tiga Hakim dan Panitera Dituntut 12 Tahun Penjara, Arif 15 Tahun

Tiga hakim, yakni Djuyamto, Ali Muhtarom, dan Agam Syarif Baharudin dituntut 12 tahun penjara terkait vonis lepas korporasi dalam korupsi CPO

Editor: Juang Naibaho
Tribunnews.com/Rahmat W Nugraha
SIDANG SUAP - Sidang kasus dugaan suap pengurusan perkara korupsi ekspor minyak kelapa sawit mentah (CPO) di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (22/10/2025). Tiga hakim, yakni Djuyamto, Ali Muhtarom, dan Agam Syarif Baharudin dituntut 12 tahun penjara. 

TRIBUN-MEDAN.com - Kasus hakim pemberi vonis lepas terhadap korporasi dalam korupsi Crude Palm Oil (CPO), memasuki babak baru.

Tiga hakim, yakni Djuyamto, Ali Muhtarom, dan Agam Syarif Baharudin dituntut 12 tahun penjara. Tuntutan terhadap ketiganya dibacakan terpisah.

Djuyamto Cs diketahui menjatuhkan vonis lepas atau onslag terhadap tiga korporasi besar yakni PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Djuyamto dengan pidana penjara selama 12 tahun dikurangi sepenuhnya dengan lamanya terdakwa ditahan dengan perintah agar terdakwa tetap dilakukan penahanan di Rutan (Rumah Tahanan)," kata jaksa membacakan tuntutan dalam sidang di PN Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (29/10/2025).

Selain pidana penjara, jaksa juga menuntut Djuyamto membayar denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan penjara.

Tak hanya itu, terdakwa Djuyamto pun dituntut pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp 9,5 miliar.

"Membebankan pidana tambahan kepada terdakwa untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 9,5 miliar dengan memperhitungkan aset terdakwa yang telah dilakukan penyitaan dalam penyidikan sebagaimana pembayaran uang pengganti berupa bangunan dan tanah," ucap jaksa.

Apabila terdakwa tidak dapat membayar uang pengganti dalam waktu satu bulan setelah putusan memiliki kekuatan hukum tetap, harta benda terdakwa dapat disita jaksa dan dilelang untuk membayar uang pengganti tersebut. 

"Dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda lagi yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka diganti dengan pidana penjara selama 5 tahun," jelas jaksa.

Tuntutan tersebut serupa untuk terdakwa Ali Muhtarom dan Agam Syarif Baharudin.

Namun, keduanya dituntut uang pengganti lebih rendah yakni Rp 6,2 miliar.

Dalam menjatuhkan tuntutannya, jaksa pun mengungkap hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa.

Pertimbangan yang memberatkan tuntutan bagi terdakwa antara lain, telah menikmati hasil tindak pidana suap.

Perbuatan para terdakwa melanggar Pasal 6 ayat 2 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Baca juga: Penebusan Kesalahan ala Hakim Djuyamto di Kasus Minyak Goreng, Donasi Rp 5,75 Miliar ke NU Kartasura

Sementara itu, mantan Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, Muhammad Arif Nuryanta dituntut 15 tahun penjara pada perkara yang sama.

"Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Muhammad Arif Nuryanta oleh karena itu dengan pidana penjara selama 15 tahun. Dikurangi sepenuhnya dengan lamanya terdakwa ditahan dengan perintah agar terdakwa tetap dilakukan penahanan di rutan," kata jaksa dalam surat tuntutannya.

Arif juga dituntut untuk membayar denda sebesar Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan penjara.

Kemudian Arif dikenakan pidana tambahan berupa membayar uang pengganti sebesar Rp 15,7 miliar.

"Dengan memperhitungkan aset terdakwa yang telah dilakukan penyitaan dalam penyidikan sebagaimana pembayaran uang pengganti berupa bangunan dan tanah," jelas jaksa.


Sedangkan eks Panitera Muda (Panmud) Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Wahyu Gunawan dituntut 12 tahun penjara.

"Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Wahyu Gunawan oleh karena itu dengan pidana penjara selama 12 tahun. Dikurangi sepenuhnya dengan lamanya terdakwa ditahan, dengan perintah agar terdakwa tetap dilakukan penahanan di rutan," kata jaksa dalam surat tuntutannya.

Selain itu Wahyu Gunawan dikenakan pidana denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurangan penjara.

Serta pidana tambahan membayar uang pengganti sebesar Rp 2,4 miliar.

"Dan dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda lagi yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka diganti dengan pidana penjara selama 6 tahun," imbuh jaksa.

Atas perbuatannya itu terdakwa melanggar Pasal 6 ayat 2 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Awal Mula Suap

Peristiwa berawal dari tiga korporasi besar yakni PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group divonis lepas Djuyamto Cs.

Padahal tiga korporasi tersebut dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 17,7 triliun di kasus persetujuan ekspor CPO atau minyak goreng.

Ketiga terdakwa korporasi dituntut membayar uang pengganti berbeda-beda. 

- PT Wilmar Group dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 11.880.351.802.619 atau (Rp 11,8 triliun)

- Permata Hijau Group dituntut membayar uang pengganti Rp 937.558.181.691,26 atau (Rp 937,5 miliar)

- Musim Mas Group dituntut membayar uang pengganti Rp 4.890.938.943.794,1 atau (Rp 4,8 triliun)

Uang pengganti itu dituntut Jaksa agar dibayarkan ketiga korporasi lantaran dalam kasus korupsi CPO negara mengalami kerugian sebesar Rp 17,7 triliun.

Tapi bukannya divonis bersalah, majelis hakim yang terdiri dari Djuyamto, Ali Muhtarom dan Agam Syarif Baharudin justru memutus 3 terdakwa korporasi dengan vonis lepas atau ontslag pada Maret 2025.

Tak puas dengan putusan ini, Kejagung langsung mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).

Sejalan dengan upaya hukum itu, Kejagung juga melakukan rangkaian penyelidikan pasca adanya vonis lepas yang diputus ketiga hakim tersebut. 

Hasilnya Kejagung menangkap tiga majelis hakim PN Jakpus tersebut dan menetapkannya sebagai tersangka kasus suap vonis lepas.

Kemudian eks Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta dan Panitera Muda Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Wahyu Gunawan turut jadi tersangka. 

Dalam kasus ini, jaksa mendakwa lima hakim dan pegawai pengadilan menerima suap dengan total nilai mencapai Rp 40 miliar.

Rinciannya, eks Wakil Ketua PN Jakarta Pusat Muhammad Arif Nuryanta didakwa menerima Rp 15,7 miliar; panitera muda nonaktif PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan, menerima Rp 2,4 miliar.

Kemudian, Djuyamto selaku ketua majelis hakim menerima Rp 9,5 miliar, sedangkan dua hakim anggota, Ali Muhtarom dan Agam Syarif Baharudin, masing-masing menerima Rp 6,2 miliar. (*)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter dan WA Channel

Berita viral lainnya di Tribun Medan 

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved