OTT KPK di Riau
Terima Jatah Preman, Modus Gubernur Riau Kena OTT KPK, Orang Kepercayaan Abdul Wahid Serahkan Diri
Ternyata, Abdul Wahid memiliki modus tersendiri berupa 'jatah preman' dalam dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukannya.
TRIBUN-MEDAN.com - Terima jatah preman. Penyebab Gubernur Riau Abdul Wahid terjaring operasi tangkap tangan (OTT) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ternyata, Abdul Wahid memiliki modus tersendiri berupa 'jatah preman' dalam dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukannya.
Setelah dua hari sejak OTT yang dilakukan KPK pada Senin (3/11/2025), akhirnya diketahui kasus yang menjerat Abdul Wahid beserta sembilan orang lainnya.
Juru bicara KPK, Budi Prasetyo, mengatakan kasus yang ditangani pihaknya kali ini terkait adanya dugaan praktik jatah preman yang diterima Abdul Wahid dan beberapa pelaku lainnya.
Adapun jatah preman itu dimaksudkan agar adanya penambahan anggaran di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
"Terkait penambahan anggaran di Dinas PUPR, kemudian ada semacam japrem atau jatah preman sekian persen begitu untuk kepala daerah, itu modus-modusnya," ujar Budi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (4/11/2025).
Namun, Budi belum mengungkap soal sumber uang untuk 'jatah preman' itu apakah berasal dari proyek di PUPR atau tidak.
Dia hanya mengatakan pihaknya belum masuk ke ranah tersebut.
"Saat ini kami belum bicara proyek-proyeknya. Tapi dugaan tindak pemerasan ini terkait dengan penganggaran yang ada di dinas PUPR, di mana dinas PUPR itu kan nanti ada UPT-UPT," kata Budi.
Abdul Wahid Ditangkap di Kafe, Orang Kepercayaannya Serahkan Diri
Fakta baru juga diungkap Budi soal kronologi penangkapan terhadap Abdul Wahid dan orang kepercayaannya yakni Tata Maulana.
Ternyata, KPK tidak langsung melakukan tangkap tangan terhadap Abdul Wahid, tetapi terlebih dahulu melakukan pencarian.
Akhirnya, Abdul Wahid pun ditemukan di sebuah kafe di Riau bersama Tata.
“Terhadap Saudara AW (Abdul Wahid) yang merupakan Kepala Daerah atau Gubernur, tim sempat melakukan pencarian dan pengejaran yang kemudian diamankan di salah satu kafe yang berlokasi di Riau, termasuk Saudara TM (Tata Maulana),” kata Budi.
Selain itu, ada cerita lain terhadap pelaku lainnya yakni orang kepercayaan Abdul Wahid lainnya bernama Dani M Nursalam.
Sosok yang menjabat sebagai Tenaga Ahli Gubernur itu ternyata sempat tidak ditemukan. Namun, KPK pun tidak perlu melakukan pencarian lebih lanjut lantaran Dani langsung menyerahkan diri dengan datang ke Gedung Merah Putih KPK pada Selasa (4/11/2025) kemarin.
“Pada petang ini, Saudara DNM menyerahkan diri dan saat ini sedang dilakukan pemeriksaan,” ujarnya.
Dalam kasus ini, KPK telah mengamankan 10 orang termasuk Abdul Wahid, Tata, dan Dani.
Sita Uang Rp1,6 M, Diduga Bukan Hasil Pemerasan Pertama Abdul Wahid
Selain menangkap pelaku, KPK juga mengamankan barang bukti berupa uang senilai Rp1,6 miliar dalam pecahan mata uang asing serta rupiah.
Budi mengungkapkan bahwa uang tersebut diduga bukan hasil pemerasan pertama yang dilakukan Abdul Wahid.
“Artinya kegiatan tangkap tangan ini adalah bagian dari beberapa atau dari sekian penyerahan sebelumnya. Jadi sebelum kegiatan tangkap tangan ini diduga sudah ada penyerahan-penyerahan lainnya,” kata Budi.
Dia juga menjelaskan uang dalam pecahan mata uang asing diamankan dari kediaman Abdul Wahid di Jakarta. Sementara, uang rupiah disita saat OTT di Riau.
“Dan untuk uang-uang dalam bentuk Dollar dan Pound Sterling diamankan di Jakarta, di salah satu rumah milik saudara AW (Gubernur Riau Abdul Wahid),” ujarnya.
Gubernur Kedua yang Kena OTT di Era Prabowo
Terlepas dari kasus ini, Abdul Wahid tercatat menjadi gubernur kedua yang terjaring OTT KPK di era kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto.
Sebelumnya, ada Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah yang terjaring OTT pada 23 November 2024 lalu.
Ketika itu, pemerintahan Prabowo baru memasuki bulan pertama setelah resmi dilantik pada 20 Oktober 2024.
Bahkan, modus yang digunakan Abdul Wahid dan Rohidin memiliki kesamaan yakni pemerasan.
Rohidin melakukan pemerasan dengan tujuan untuk membiayai Pilkada Bengkulu 2024.
Ternyata, perintah pemerasan tersebut sudah disampaikan Rohidin melalui anak buahnya sejak Juli 2024 lalu.
Lalu, pemerasan baru dimulai pada September-Oktober 2024 di mana anak buah Rohidin mengancam perangkat daerah akan diganti jika majikannya itu tidak terpilih lagi menjadi Gubernur Bengkulu.
Akhirnya, para perangkat daerah seperti kepala dinas pun melakukan apa yang diperintahkan anak buah Rohidin itu dengan memotong beberapa pos anggaran seperti alat tulis kantor hingga perjalanan dinas.
Bahkan, pos untuk honor pegawai tidak tetap dan guru tidak tetap pun turut dipotong demi memenuhi keinginan Rohidin.
Akibat perbuatannya, Rohidin Mersyah pun divonis 10 tahun penjara oleh hakim Pengadilan Negeri (PN) Bengkulu pada 27 Agustus 2025 lalu, dikutip dari Tribun Bengkulu.
Selain itu, dia juga harus membayar denda Rp700 juta serta uang pengganti senilai Rp39,6 miliar, 72,15 dolar AS, serta 349 dolar Singapura.
Jika tidak mampu membayar maka hartanya akan disita atau diganti dengan pidana penjara selama 3 tahun dan pencabutan hak politiknya selama dua tahun usai menjalani pidana pokok.
| TERNYATA Gubernur Riau Abdul Wahid Sempat Lolos dari Sergapan KPK, Akhirnya Ditangkap di Kafe |
|
|---|
| GUBERNUR Riau Akhirnya Muncul di Gedung KPK Usai Kena OTT, Bungkam saat Ditanyai |
|
|---|
| Ustaz Abdul Somad Bela Gubernur Riau Abdul Wahid yang Kena OTT KPK: yang Betul Dimintai Keterangan |
|
|---|
| Gubernur Riau Disebut Cuma Dimintai Keterangan oleh KPK, Selasa Pagi Belum Muncul Juga |
|
|---|
| Sebelum Kena OTT, Gubernur Riau Abdul Wahid Keluarkan Surat Edaran, Perintahkan Jangan Gratifikasi |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.