Demo Tutup PT TPL
Cerita Tetua Adat dari Simalungun, Sering Ditindas, Tak Bisa Bertani Hingga Ditetapkan Tersangka
Setiap petuah adat ini memiliki cerita peliknya kehidupan mereka pasca PT TPL masuk ke wilayahnya.
Penulis: Anisa Rahmadani | Editor: Ayu Prasandi
TRIBUN-MEDAN.COM,MEDAN- Sejumlah tetua adat dari Kabupaten Simalungun yang juga tergabung dalam aksi unjuk rasa yang menuntut penutupan PT Toba Pulp Lestari (TPL) di Kantor Gubernur Sumut, Senin (10/11/2025).
Pantauan Tribun Medan, sejumlah tangan yang terlihat sudah kriput itu, terlihat pelan pelan memainkan alat musik tradisional masyarakat Batak yaitu Gondang.
Meski usianya terlihat sudah lansia, sejumlah tetua adat terlihat tetap semangat memaikan alat musik itu.
Tujuannya, agar pemerintah melihat mereka adalah korban-korban PT TPL yang mempertahankan tanah adat.
Setiap petuah adat ini memiliki cerita peliknya kehidupan mereka pasca PT TPL masuk ke wilayahnya.
Mulai dari kesulitan mencari nafkah, hingga mereka harus terlibat dengan hukum karena mempertahankan tanah adat yang telah dirusak oleh PT TPL.
Misalnya saja, Tetua Adat, Tomsom Ambarita.
Menurutnya sudah dua bulan ini ia bersama 60 KK lainnya tidak bisa mencari nafkah dengan bertani karena PT TPL menutup jalannya menuju ke ladang.
Diceritakan warga Desa Sihaporas Kecamatan Pemantang Sidamanik, Kabupaten Simalungun ini, perjuangan agar TPL ditutup cukup panjang.
Mulai dari mengadukan permasalahan ini ke tingkat kabupaten, pemerintah provinsi hingg pusat sudah mereka lakukan.
Namun tak kunjung ada pertolongan dari pemerintah untuk menghentikan TPL.
"Kita merasakan keresahan karena pihak TPL selalu mengkritik dan mengkriminalisasi masyarakat adat di Sihaporas dan Tapanuli Raya," jelasnya.
Bukan hanya itu, pihak TPL juga menghancurkan hutan dan mengambil tanah masyarakat adat.
"Pada tanggal 22 September disitu pihak TPL datang membawa peralatan lengkap. Pihak security pun datang memabawa pemukul rotan yang panjangnya 1,5 meter. Kami dipukul karena berladang di tanah kami sendiri," jelasnya.
Atas kejadian itu, kata Tomsom pihaknya mengalami luka-luka sebanyak 33 orang. Dan 10 orang dibawa ke Rumah Sakit di Parapat.
"Saya sudah jadi korban dua kali. Dan pernah dipenjara dua kali. Pertama kali dipenjara tahun 2018. Saya dikriminalisasi karena mengelola tanah adat. Kami dibentrokkan dengan security saya lapor ke kepolisian tapi saya yang lapor saya yang ditangkap," jelasnya.
Menurutnya,sejauh ini pihak pemerintah tak cukup membantu apapun. Padahal, saat kampanye mereka berbondong-bondong datang ke kampungnya.
"Itulah hebatnya permainan manipulasi TPL bahkan saya korban pemukulan salah satu TPL. Saya melapor tapi saya ditahan. Laporan tidak digubris di Polres Simalungun," jelasnnya.
Kemudian, cerita Tomsom, pada tahun 2024, ia bersama lima temannya diculik dan disentrum karena kasus kekerasan terhadap TPL.
"Setelah 2024 saya ditangkap diculik dari rumah bersama kami sebanyak 5 orang jam 3 pagi. Di sana saya dipukuli, diborgol disetrum dan dibawa ke Polres simalungun kembali karena saya dituduh melakulan kekerasan terhadap karyawan perusahaan tersebut," ucapnya.
Kini, yang paling parah kata Tomsom mata pencarian mereka yaitu bertani pun hilang.
"Mata pencarian saya hilang. Kami tidak diperbolehkan berladanng. karena jalan satu satunya untuk menuju ladang kami diputus orang itu. Bukan hanya jalan, ladang kami pun diambil," jelasnya.
Saat ini, mereka mendapatkan bantuan untuk sembako dar berbagai aliansi masyarakat nusantara.
"Kita disana ada 60 KK. Selagi bagaimana kita cari nafkah, kita dapat uluran tangan dari Pastor, Suster dan juga dari aliansi masyarakat nusantara. Mereka beri kami sembako. Terhitung sudah dua bulan kami enggak bisa cari nafkah," jelasnya.
Untuk itu, terkait aksi ini, kami menuntut pemerintah untuk melakukan aksi unjuk rasa.
"Tuntutan kita tanah adat dikembalikan oleh pihak pemerintah ke kami. atas aksi yang kita laksanakan kami harap bapak Bobby melihat jeritan hati rakyat terkhusus Sihaporas dan Tapanuli Raya," ucapnya.
Hal senada juga disampaikan, Tetua Adat Sorbatua Siallagan. Sorbatua tinggal di Desa Dolok Pamonangan Kecamatam Dolok Panribuan, Kabupaten Simalungun.
Menurut lansia (65) tahun, saat ini pihaknya hanya bisa mendukung para Unras dengan alat musik Gondang.
"Sudah banyak yang berduri jika bercerita tentang tanah adat dan pihak TPL. Untuk itu, kami turun ke sini agar bertemu dengan pak gubernur, agar masalah ini segera diselesaikan," jelasnya saat diwawancarai disela aksi Unras.
Diketahui, Sorbatua, akibat PT TPL, ia pernah dihukum dua tahun penjara dan denda Rp 1 miliar oleh Pengadilan Negeri Simalungun karena dituduh membakar dan menduduki kawasan hutan negara atas laporan PT TPL.
Namun, Sorbatua batal dihukum dan ia dibebaskan oleh Pengadilan Tinggi Medan. Karena banding yang diajukannya. Kejadian ini, sudah terjadi 17 Oktober 2024. Kasus ini merupakan bagian dari konflik agraria yang lebih luas terkait hak hak tanah adat
Diketahui, Ribuan Masyarakat yang tergabung dari berbagai eleman masyarakat menggelar aksi unjuk rasa di Kantor Gubernur Sumut, Senin (10/11/2025). Mereka meminta Gubernur Sumut Bobby Nasution untuk mendengar keluhan mereka secara langsung.
Namun sayangnya, yang menemui mereka adalah Wakil Gubernur Sumt Surya. Menurut Surya, saat ini Bobby sedang menghadiri acara Hari Pahlawan di Jakarta.
Dan massa pun tetap tidak terima dan ingin menunggu Bobby Nasution datang menemui mereka.
Ketua Sekber Gerakan Oikumenis untuk Keadilan Ekologis di Sumut, Pastor Walden Sitanggang meminta agar TPL ditutup.
"Kami melawan, kami menolak kehadirannya (PT TPL) di Tapanuli Raya, kami berharap tidak ada lagi air mata yang dijatuhkan oleh ibu-ibu, tidak ada lagi anak-anak yang menangis karena trauma, tidak ada lagi orang yang mengalami ketidaknyamanan di rumahnya sendiri, di ladang nya, di tanah leluhurnya karena gebukan karena pukulan karena intimidasi dari PT Toba Pulp Lestari," kata di lokasi, Senin (10/11/2025).
Walden mengaku kecewa dengan adanya pernyataan Gubsu Bobby Nasution soal PT TPL tidak boleh diganggu karena memiliki alas hak.
"Padahal menurut Walden, TPL sudah merampas hak rakyat hingga merusak akal," jelasnya.
Hal senada juga disampaikan, Pimpinan Aksi, Rokki Pasaribu, menyebutkan jika kekerasan terhadap rakyat yang dilakukan PT TPL sudah berulang selama puluhan tahun. Sehingga solusi agar PT TPL tidak beroperasi lagi menjadi pilihan.
"Kekerasan yang diperlihatkan TPL belakangan ini adalah kekerasan yang berulang sebenarnya dan ini sudah berlangsung puluhan tahun, sehingga kita berkesimpulan tidak ada solusi lain selain perusahaan ini harus hengkang," sebut Rokki Pasaribu.
Sementara itu, Humas PT TPL Salomo membantah semua isu yang disampaikan massa unras di Pemprov Sumut
"Deforestasi. Kami menegaskan bahwa kegiatan pemanenan dan penanaman kembali dilakukan di dalam area konsesi berdasarkan tata ruang, Rencana Kerja Umum (RKU), dan Rencana Kerja Tahunan (RKT) yang telah disetujui pemerintah," jelasnya.
Selain itu, Salomo mengatakan telau membuat komitmen terhadap komunikasi dan keterbukaan.
"Selama lebih dari 30 tahun beroperasi, PT TPL berkomitmen menjalin komunikasi terbuka dengan masyarakat melalui berbagai dialog, sosialisasi, dan program kemitraan yang melibatkan Pemerintah, Masyarakat Hukum Adat, tokoh agama, tokoh pemuda, akademisi, serta lembaga swadaya masyarakat. Pendekatan sosial ini dilakukan secara inklusif dan berkelanjutan,"jelasnya.
Selain itu, seluruh prosedur pengolahan PT TPL, sesuai prosedur lingkungan oleh KLHK.
"Audit menyeluruh oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada tahun 2022–2023 menyatakan bahwa PT TPL taat terhadap seluruh regulasi dan tidak ditemukan pelanggaran terhadap aspek lingkungan maupun sosial," jelasnya.
Salomo juga mengatakan PT TPL, berkontribusi terhadap perekonomian masyarakat setempat.
"PT TPL mempekerjakan lebih dari 9.000 orang (pekerja langsung dan tidak langsung), serta bermitra dengan lebih dari 4.000 Kelompok Tani Hutan dan pelaku UMKM.
Dengan memperhitungkan keluarga para pekerja dan mitra, keberadaan perusahaan mendukung sekitar 50.000 jiwa, belum termasuk pelaku usaha kecil di sekitar wilayah operasional dan jalur logistik.
Hal ini menunjukkan peran penting TPL dalam mendukung perekonomian lokal dan regional,"jelasnya.
(Cr5/tribun-medan.com)
Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News
Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter dan WA Channel
Berita viral lainnya di Tribun Medan
| Bupati Samosir Ajak Ama HKBP Tingkatkan Iman dan Menjadi Pemimpin Keluarga yang Memuliakan Tuhan |
|
|---|
| Fraksi PDIP Minta Evaluasi Gubernur Sumut Usai APBD Turun di Bawah Rp 12 Triliun |
|
|---|
| Jaksa Sudah Terima Berkas Oknum Polisi yang Ditangkap saat Bawa 1 Kg Sabu di Kota Binjai |
|
|---|
| 43 orang Positif Narkoba Saat Razia Tempat Hiburan Malam di Tanjungbalai |
|
|---|
| JR Saragih dan Bungaran Saragih Terima Anugerah Pahlawan Nasional untuk Tuan Rondohaim Saragih |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/Tetua-Adat-Sorbatua-Siallagan-saat-diwawancarai.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.