Sumut Terkini
Tokoh Simalungun Dr Sarmedi Purba Adukan Masalah Sihaporas ke Komnas HAM
Tokoh masyarakat Simalungun, Dr. Sarmedi Purba, SpOG, menyampaikan keprihatinan mendalam atas situasi yang tengah mengguncang Tanoh Simalungun.
Penulis: Alija Magribi | Editor: Ayu Prasandi
TRIBUN-MEDAN. com, MEDAN- Aliansi Masyarakat Simalungun melapor ke Komisi Nasional (Komnas) HAM RI terkait konflik klaim tanah adat di Tanah Simalungun.
Tokoh masyarakat Simalungun, Dr. Sarmedi Purba, SpOG, menyampaikan keprihatinan mendalam atas situasi yang tengah mengguncang Tanoh Simalungun.
Bersama Aliansi Masyarakat Simalungun itu, Dewan Pimpinan Pusat Pemangku Adat dan Cendikiawan Simalungun (PACS), Dewan Pimpinan Pusat Partumpuan Pemangku Adat Budaya Simalungun (PPABS) dan Nation and Character Building Institute (NCBI), mereka membuat laporan ke Komnas HAM.
Dalam keterangannya, Minggu (23/11/2025), Sarmedi menyampaikan, di tengah kebanggaan atas penetapan Tuan Rondahaim Saragih sebagai Pahlawan Nasional oleh Presiden Republik Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 116/TK tahun 2025.
Dr Sarmedi justru mengingatkan bahwa nilai-nilai perjuangan yang diwariskan sang pahlawan kini terancam oleh konflik internal yang mengusik tatanan adat dan sosial masyarakat Simalungun.
Menurutnya, strategi perang Tuan Rondahaim bukan hanya soal angkat senjata, tetapi juga tentang kepatuhan terhadap adat dan istiadat Simalungun.
"Ia membangun benteng sosial-budaya untuk melawan taktik pecah-belah kolonial Belanda. Namun kini, nilai-nilai itu diuji oleh klaim sepihak atas tanah adat di Nagori Sihaporas, Kecamatan Pematang Sidamanik, yang dilakukan oleh 41 kepala keluarga terhadap ribuan hektar tanah yang selama ini dihuni oleh sekitar 250 kepala keluarga masyarakat asli Simalungun," kata Sarmedi.
Dr. Sarmedi mengingatkan Presiden Prabowo Subianto akan potensi konflik horizontal yang bisa meledak sewaktu-waktu jika isu ini terus dipolitisasi. Ia menilai bahwa klaim tersebut tidak hanya tidak berdasar, tetapi juga mencederai sejarah dan hukum adat Simalungun.
Sebagai langkah antisipatif, Aliansi Masyarakat Simalungun telah melaporkan BRM ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), kantor pusat partainya, dan Komnas HAM atas dugaan pelanggaran kode etik dan potensi pelanggaran hak asasi masyarakat Simalungun.
"Salah satu pernyataan yang menuai kontroversi adalah klaim bahwa masyarakat Sihaporas telah diberikan lahan dua ribu hektar oleh Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup," lanjut Sarmedi.
Pernyataan ini langsung dibantah oleh Direktur Penanganan Konflik Tenurial dan Hutan Adat (PKTHA), yang menegaskan bahwa hingga kini belum ada Surat Keputusan Menteri terkait pengakuan Hutan Adat di wilayah tersebut karena belum adanya Peraturan Daerah tentang Hutan Adat di Kabupaten Simalungun.
Dr. Sarmedi juga menanggapi klaim dari kelompok yang mengatasnamakan Lembaga Adat Keturunan Pomparan Ompu Manontang Laut Ambarita Sihaporas.
Ia menyatakan bahwa sejarah mencatat leluhur marga Ambarita hanya diberi izin untuk bermukim dan bertani, bukan untuk mengklaim tanah tersebut sebagai tanah ulayat mereka.
Ia menilai bahwa testimoni dari oknum LSM dan lembaga adat yang menyebut kelompok tersebut sebagai korban pelanggaran HAM justru merupakan bentuk pembalikan fakta.
"Justru kami, masyarakat asli Simalungun, yang menjadi korban pelanggaran HAM akibat klaim sepihak yang tidak memiliki dasar hukum maupun sejarah," tegasnya.
Lebih lanjut, ia menyebut bahwa tuntutan dari kelompok pendatang tersebut telah merendahkan harkat dan martabat suku Simalungun dengan menyebut ribuan hektar tanah sebagai tanah adat marga Siallagan dan Ambarita.
"Ini adalah bentuk vulgar dari pelanggaran hak asasi manusia terhadap masyarakat Simalungun," ujarnya.
Direktur Eksekutif NCBI, Juliaman Saragih, menilai bahwa klaim sepihak atas tanah adat di Simalungun merupakan proyek multi-tahun yang terus berulang sejak 2012 hingga 2025.
Ia menyebut bahwa substansi dan pola gerakan tersebut tidak pernah berubah, meskipun telah berkali-kali dibantah oleh pemerintah daerah dan kelompok adat. Ia menegaskan bahwa tidak pernah ada pengakuan resmi terhadap masyarakat adat di luar SISADAPUR di wilayah Simalungun.
"Konfirmasi fakta sejarah ini telah disampaikan ke berbagai lembaga politik, kementerian terkait, hingga Presiden Republik Indonesia. Tapi anehnya, klaim sesat ini justru didukung oleh satu-satunya politisi yang berasal dari daerah pemilihan Simalungun. Dukungan politik itu bahkan diterjemahkan selaras dengan kebijakan partainya," pungkas Juliaman.
(cr17/tribun-medan.com)
Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News
Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter dan WA Channel
Berita viral lainnya di Tribun Medan
| Lahan Kota Siantar untuk Permukiman Horizontal Diperkirakan Masih Aman Sampai 2043 |
|
|---|
| Ajak ASN Pemprov Sumut Mulai Berinvestasi Saham, Gubsu Bobby: Daripada Main Judi Online |
|
|---|
| TKD Dipotong, Gubsu Bobby Inisiasi Kolaborasi Antar Bank Daerah untuk Pembangunan se-Sumatera |
|
|---|
| Dilaporkan ke BK DPRD Sumut, Rahmansyah Sibarani Balik Lapor Pencemaran Nama Baik ke Polisi |
|
|---|
| Silahturahmi dengan Gubsu, Lasqi Sumut Paparkan Program Kerja dan FSQ di Asrama Haji |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/Aliansi-Masyarakat-Simalungun-itu-Dewan-Pimpinan-Pusat-Pemangku.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.