Buruh Ancam Layangkan Mosi Tak Percaya Terhadap Pemerintah Provinsi Sumut Soal Besaran UMP
Kami masih menolak dengan peraturan pemerintah yang mengacung kepada PP 78 tersebut. Karena sampai saat ini masih kekurangan dan sesuai
Penulis: Satia |
Laporan Wartawan Tribun Medan/Satia
TRIBUN MEDAN.COM, MEDAN-Para serikat atau pun kelompok buruh masih kecewa dengan keputusan yang telah diambil dan disahkan oleh pemerintah provinsi Sumatera Utara, terkait dengan upah atau pembayaran gaji. Para buruh menolak naiknya Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minum Kabupaten/Kota ((UMK) yang sudah dicanangkan oleh Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Hanif Dhakiri.
Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Provinsi Sumatera Utara. ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) FSPMI Provinsi Sumatera Utara Willy Agus Utomo, menyampaikan masih terus akan melakukan penolakan, karena UMK yang telah ditetapkan tidak sesuai dengan kebutuhan.
"Kami masih menolak dengan peraturan pemerintah yang mengacung kepada PP 78 tersebut. Karena sampai saat ini masih kekurangan dan sesuai dengan kebutuhan hidup layak," katanya.
Para buruh menolak pemerintah menekankan UMP sebesar 8,03 persen, dan pengesahan upah dibayarkan tiap bulannya, 2,3 juta lebih. Willi mengaku kecewa terhadap Edy Rahmayadi, lantaran salah satu bukti janjinya adalah mensejahterakan para kaum pekerja.
"Jelas menolak tegas dan kecewa dengan penetapan UMP hanya hanya naik 8,03 persen, atau sesuai dengan PP 78 tahun 2015. Kami sangat dengan pak Edy Rahmayadi selaku gubernur sumut, yang baru saja dilantik, yang janjinya 100 hari kerjanya, memprioritaskan kerjanya yang terima adalah masalah upah buruh," ucapnya.
Peter Butler Sebut Persipura Turun ke Posisi 12 karena Tak Mempertahankannya Sebagai Pelatih
Chandra Harmoko Diciduk Polisi saat Makan Malam, Diduga Hina Polisi di Media Sosial
Tetapi, justru saat ini, bertahun-tahun lalu para buruh sudah melakukan aksi unjuk rasa, untuk menolak penetapan UMP rendah, dengan mengacu pada PP 78 tahun 2015, bahkan menolak kenaikan upah.
"Itu tidak direspon oleh Gubernur Sumut. Bahkan dirinya baru saja dilantik, kami berharap agar ada perubahan sedikit bagi kami para kaum buruh. Untuk itu langkah yang kami lakukan sebagai dari naiknya UMP yang telah ditetapkan sebegitu murah," ucapnya.
KontraS Sebut Penangkapan Aktivis Batubara Upaya Pemidanaan dan Kriminalisasi terhadap Yusroh
Polda Sumut Cari Formula Hentikan Pengedar yang Favoritkan Transportasi Umum Distribusikan Narkoba
Tiga Kabupaten di Nias dan Pakpak Bharat Tak Ajukan Upah Minum Kabupaten
Willy mengungkapkan, jika Pemprov Sumut tetap memaksakan angka itu untuk UMP baru, maka buruh tidak akan tinggal diam. Dia mengancam akan menempuh berbagai upaya agar aspirasinya didengar pemerintah. Salah satunya dengan melayangkan gugatan ke PTUN dan Mosi tidak percaya kepada pemerintah.
"Kami jelas menolak ini dan kami juga akan membahas ini untuk tahap yang lebih lanjut yaitu, ke PTUN. Kami minta UMK itu sekitar 3,4 juta lebih, karena dahulunya, UMK Sumut itu setara dengan DKI Jakarta," kata dia.
Menurut Willy, penetapan UMP ini sudah melanggar Undang-Undang (UU) Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 tentang Upah Layak Bagi Kaum Pekerja Buruh. Dalam UU itu, penetapan UMK harus berdasarkan kebutuhan hidup layak (KHL) yang dihitung atas kebutuhan sandang, pangan dan papan.
"Hitungan kami jelas ya bang, kami ada 60 item untuk kebutuhan hidup layak (KHL) seorang buruh lajang, dan kami tegaskan, maunya para buruh itu menerima 3 juta lebih untuk upah tersebut," ujarnya.
"Harusnya upah bukan ditetapkan berdasarkan Inflasi plus pertumbuhan ekonomi,tetapi survei harga kebutuhan pokok hidup buruh dalam sebulan meliputi, sandang, pangan, papan, para pekerja," ucap Willy.
Dirinya juga kecewa dengan Gubenur Sumatera Utara Edy Rahmayadi dalam hal menyikapi akan membawa para buruh hidup dengan sejahtera. Willy menggangap bahwa gubenur juga punya kebijakan lebih dalam hal menaikan upah tersebut.
"Dalam hal ini seharunya Gubenur juga bisa menaikan upah para buruh, bila tidak berlandaskan PP 78 tersebut," katanya.