Peternak Unggas Khawatir Ayam Kampung Masuk dari China dan Thailand

Sampai saat ini, pemerintah melalui Peraturan Presiden No 44/2016 tentang Daftar Negatif Investasi,masih membatasi pengembangan investasi ayam kampung

JAKARTA, TRIBUN - Ayam kampung merupakan jenis unggas yang asli berasal dari Indonesia dan tidak dimiliki negara lain. Namun pengembangan ayam kampung tertinggal dibandingkan dengan pengembangan ayam ras. Sampai saat ini, pemerintah melalui Peraturan Presiden No. 44 Tahun 2016 tentang Daftar Negatif Investasi masih membatasi pengembangan investasi ayam kampung dengan maksimal modal Rp 10 miliar di luar tanah dan kandang.

Ketua Himpunan Peternak Unggas Lokal Indonesia (Himpuli) Ade M Zulkarnaen mendesak pemerintah mengeluarkan ayam kampung dari daftar negatif investasi. Selain itu, juga perlu membuka peluang bagi BUMN seperti PT Berdikari untuk mengembangkan bibit ayam kampung atau day old chick (DOC). Sebab selama ini, para peternak ayam kampung kekurangan DOC karena hanya diproduksi dalam skala terbatas. "Kami melihat pemerintah menyepelekan dan mengerdilkan usaha peternakan ayam kampung," ujar Ade kepada KONTAN, Rabu (22/2).

Ade menjelaskan, selama ini, rata-rata produksi DOC ayam kampung sebesar 95 juta ekor per tahun. Pada tahun 2016 lalu, diperkirakan sebesar 100 juta ekor. Kondisi ini jauh berbeda dengan rata-rata produksi DOC ayam ras yang sekarang sudah mencapai 3,2 miliar ekor per tahun dan pada tahun 2025 ditarget bisa mencapai 7 miliar ekor per tahun.

Padahal Himpuli sendiri menargetkan produksi ayam kampung bisa mencapai 25% dari produksi ayam ras. "Seharusnya kalau merujuk target itu, produksi ayam kampung bisa mencapai 800.000 ekor tahun lalu," terang Ade.

Ade memproyeksikan, produksi ayam kampung pada tahun 2017 naik 10% dari tahun lalu atau sekitar 110 juta ekor. Ia mengatakan, bila pemerintah masih belum juga membuka pintu investasi, khususnya dalam hal pengembangan DOC dan bibit unggul, dalam beberapa tahun ke depan, Thailand dan China bisa mengekspor ayam kampung ke Indonesia.

"Apalagi kita sudah kalah di World Trade Organization (WTO) dan ini memungkinkan ayam (kampung) lokal dari negara lain membanjiri pasar kita," papar Ade.

Libatkan BUMN

Himpunan Peternak Unggas Lokal Indonesia (Himpuli) sendiri telah meminta Kementerian BUMN untuk melibatkan perusahan plat merah seperti Berdikari masuk ke pengembangan ayam kampung, khususnya dalam hal pembibitan (breeder). Sementara untuk proses budidaya dan final stock diserahkan kepada peternak rakyat.

Bila pemerintah mendorong BUMN masuk ke bidang usaha pembibitan ayam kampung, pada tahun 2025, Himpuli optimistis dapat mencapai target produksi ayam kampung sebesar 25% dari produksi ayam ras.
Menurutnya, peluang ekspor ayam lokal terbuka lebar karena banyak negara tidak memiliki ayam kampung. Namun saat ini, sulit melakukan ekspor karena untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri saja masih belum cukup.

Guru Besar Fakultas Peternakan IPB Muladno mengatakan, saat ini pengembangan ayam kampung sudah berada di arah yang benar. Namun, perlu ada konsolidasi dari para peternak untuk tetap mempertahankan keberadaan ayam kampung. Sebab saat ini, ada banyak ayam kampung tiruan yang berpotensi menggeser keberadaan ayam lokal. "Ayam kampung tiruan itu harus diperangi," ucapnya.

Agar produksi ayam kampung bisa berkembang, Muladno mendorong peternak lokal menjalin kerjasama dengan perusahan besar agar memproduksi DOC ayam kampung yang unggul dan dalam volume yang besar. Bila hal itu dilakukan, niscaya populasi ayam kampung akan bertambah. (Noverius Laoli)

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved