Mengulik Ayam Kampus, Mulai dari Trik Bikin Ketagihan hingga Jerat Pelanggan Tetap

Modusnya juga beragam. Mulai dari berkedok online hingga offline, hingga yang ada di kampus-kampus.

Ayam Kampus 

"Kemudian, saya diam-diam menerima tawaran untuk ngamar dari seorang tamu. Dari situ saya akhirnya terjun ke dunia seperti ini," jelasnya.

Meski kemudian bersedia melayani jasa kencan melepas syahwat sesaat, Kenanga mengaku tetap tak meninggalkan dunia pemandu lagu freelance.

Menurut dia, akan terlalu kelihatan menyolok ketika tiba-tiba ia begitu saja meninggalkan dunia lamanya sebagai pemandu lagu freelance.

"Tak semua tahu kalau aku bisa di-BO (booking-Red)," ujarnya.

Selama ini, ungkapnya, ia menawarkan jasa kencan melalui beberapa group rahasia di Facebook (FB), selain tentu dari tamu karaoke yang ditemaninya.

Dia mengakui, tak menawarkan jasa melalui akun Twitter, lantaran menilai 'promosi' di media sosial (medsos) jenis itu akan terlihat lebih menyolok.

"Kalau Twitter kan gak ada ya group-group rahasia kayak di FB," ucapnya, beralasan.

Kenanga berujar, jika ada pria hidung belang yang berminat atau merespon postingannya di group FB, komunikasi akan dilanjutkan via inbox. Jika serius diteruskan melalui aplikasi layanan pesan di ponsel.‎

Ia mengaku‎ tak pernah menyimpan nomor whatsapp atau aplikasi pesan ponsel lain milik tamu pria hidung belang.

"Selesai kencan, ya sudah, chatingan saya hapus semua. Kecuali pada tamu khusus yang tertentu," bebernya.

Menurut dia, untuk mendapat pelayanan plus darinya, tarif kencan yang ditawarkan mendekati angka Rp 1 juta untuk short time (st), dan Rp 2 juta untuk layanan long time (lt) atau menginap.

Semua jasa yang ditawarkan exclude, artinya biaya hotel menjadi tanggungan tamu.

"Jarang saya mau ‎menerima tawaran menginap, capek," ujarnya.

Selain itu, Kenanga menuturkan, tak setiap hari menerima tamu.

Ia mau melayani jasa melepas syahwat hanya ketika ia membutuhkan uang.

Menghindari Tamu iseng

Untuk menghindari calon ‎tamu yang iseng, sebelum berangkat ke hotel yang telah disepakati, ia meminta pria yang bersangkutan mengirimkan foto kamar yang telah dipesan.

"Kalau masih ragu, saya videocall. Setelah dipastikan tamu ada di kamar sesuai yang telah disepakati, baru saya meluncur ke hotel," imbuhnya.

Kenanga pun tak tergoda menerima tamu di kamar kos, kendati kos yang ditempatinya saat ini bisa dibilang bebas.

Menurut dia, kos hanya untuk tempat beristirahat dan aktivitas lain yang jauh dari dunia 'adu syahwat', semisal belajar.

Begitu juga dengan Cinta (nama disamarkan), telah menjadi 'ayam' kampus sejak tiga tahun lalu (2015).

Keputusan itu diambilnya lantaran tergiur pundi-pundi uang untuk memenuhi gaya hidup hedonis Ibukota Jateng.

Wanita berusia 22 tahun itu menceritakan, awal dirinya mulai menemani om-om karena ajakan teman satu tongkrongan.

Ia tidak memungkiri alasan mau menjadi 'ayam' kampus untuk membeli sejumlah barang, seperti baju, hingga biaya perawatan tubuh.

“Awalnya saya ke Surabaya, niatnya ketemu teman perempuan semasa SMA dulu. Diajaklah dugem. Dari situ dikenalkan dengan om-om berusia sekitar 40-50 tahun. Teman saya bilang: 'enak lho, uangnya banyak, orangnya juga baik',” tutur Cinta yang kemudian menuruti ajakan temannya.

Hubungan itu berjalan beberapa bulan, hingga akhirnya tidak lagi berkomunikasi lantaran handphone miliknya hilang dan yang bersangkutan juga tidak berupaya mencari dirinya lagi.

Setelah itu, ia kembali dikenalkan dengan om-om lain yang masih sekumpulan. Hubungan itupun berjalan hingga kini.

Cinta hanya mau menerima order dari teman dekatnya itu.

Ia mengaku tak sembarangan dalam memilih siapa pria hidung belang yang akan ditemani.

Wanita kelahiran 1991 itu mengaku termasuk tipe selektif. Ia pun tidak terang-terangan menjual diri (open BO).

“Kalau saya tidak pernah menerima BO, dan memang enggak mau, karena takut sakit (tertular penyakit kelamin-Red), dan khawatir kalau BO nanti banyak orang yang kenal dan mereka memandang saya rendah,” imbuhnya.

Menjadi Pelanggan tetap

Cinta menuturkan, sebisa mungkin perkenalan pertama itu berlanjut menjadi pelanggan tetap.

Lebih tepatnya, ia lebih nyaman menjadi pacar simpanan dibandingkan dengan 'ayam' kampus yang terang-terangan open BO.

Alasannya, karena tak perlu ganti-ganti pasangan yang dikhawatirkan membuat identitasnya cepat terbongkar.

Pertimbangan lain, ia merasa pundi-pundi uang yang didapat jauh lebih besar.

"Jadi kalau butuh uang tinggal minta, nggak perlu berhubungan seksual dengan beberapa pria (untuk menndapatkan jumlah tertentu-Red)," tandasnya.

Tak hanya satu orang, dilansir dari Tribun Jateng, Cinta mengungkapkan, kini ada dua pria beristri yang menjadi pelanggan tetapnya.

Mereka berprofesi sebagai pengusaha yang tinggal di Surabaya dan Semarang.

Keduanya pun tidak saling mengenal satu sama lain, dan ia menjaga kerahasiaan itu.

Dengan menjadi simpanan, Cinta merasa 'diopeni' dan serba kecukupan, khususnya dari segi financial.

Setiap kali bertemu, ia diberi uang minimal Rp 1 juta dan paling banyak Rp 6 juta sekali kencan.

“Model transaksi, kalau ketemu pasti kasih, minimal Rp 1 juta-Rp 2 juta. Kadang tidak ketemu pun tiba-tiba ditransfer uang tanpa saya minta,” ungkapnya.

Cinta tidak memungkiri alasan dirinya mau menjadi wanita simpanan untuk membeli sejumlah barang, atau dengan kata lain agar bisa mempunyai segala benda branded dan up to date.

“Kalau yang di Surabaya ditawari pengen belanja apa, paling biasanya baju, kalau handphone belum. Pelan-pelan saja, biar tidak terlalu kelihatan moroti, pura-pura sayang,” ucapnya seraya tertawa.

Uang yang diperolehnya sebagai 'ayam' kampus simpanan itu tidak dipakai untuk biaya kuliah, karena ia masih mendapatkannya dari orangtua.

Selain itu, Cinta juga takut orangtuanya curiga jika tidak lagi meminta uang saku untuk kebutuhan pendidikan dan hidupnya di Semarang.

Pengakuan Pelanggan 'ayam' kampus

Pengguna jasa 'ayam' kampus berasal dari berbagai kelas dan golongan, mulai aparatur sipil negara (ASN), profesional, dan pekerja swasta.

Seorang karyawan swasta di Semarang, Arman (disamarkan), mengaku pernah beberapa kali mengguna‎kan layanan kencan kilat mahasiswi plus-plus.

Menurut dia, pelayanan 'ayam' kampus lebih profesional, ramah, dan berkelas.

"Intinya, lebih berkelas, memuaskan," katanya, kepada Tribun Jateng.

Dia menuturkan, penilaiannya terhadap layanan ayam kampusbukan melulu soal bersetubuh. Melainkan, juga soal attitude, dan variabel lain.

"Yang saya rasakan lebih sopan, kalau diajak ngobrol juga enak, nyambung gitu," ujarnya.

Arman mengakui, harus merogoh kocek lebih dalam untuk mendapatkan kesempatan kencan dengan ayam kampus, dibandingkan dengan wanita pangggilan (WP) atau biasa disebut angel lain.

Namun, bagi dia hal itu tak terlalu menjadi persoalan, lantaran hal yang diutamakan adalah kepuasan dalam mendapat layanan.

"Pernah sama WP biasa, attitudenya kurang bagus, pengennya langsung, to the point, grusa-grusu, jadi kurang nyaman aja. Ya mungkin pas kebetulan lagi sial kali ya," ucapnya, sembari terkekeh.

Senada diungkapkan seorang pengguna jasa layanan teman kencan singkat lain, Kardun (disamarkan).

Menurut Kardun, hubungannya dengan mahasiswi plus-plus yang menjad‎i langganannya sudah seperti sahabat.

"Ya kemudian kayak sahabatan, kalau ada apa-apa cerita. Kadang kalau saya lagi pengen ngobrol juga hubungi dia, bukan melulu soal urusan ranjang," tuturnya.

Kardun berujar, mahasiswi plus-plus pandai membawa diri.

Bisa jadi, menurutnya, hal itu lantaran si ayam kampus juga benar-benar meng-up grade‎ pengetahuan dan wawasannya.

"Diajak ngomong apa-apa nyambung, jadinya kan enak, nggak canggung," ujarnya.‎

Selain itu, katanya, dari segi kesehatan, penyedia layanan plus-plus dari kalangan mahasiswi dinilai lebih terjaga.

Sebab, mayoritas mereka punya kesadaran yang cukup tinggi terkait dengan bagaimana menjaga kesehatan, dan tentu aset berharganya.

"Pasti lebih bersih lah ya. Secara, mereka juga tak tiap hari melayani tamu, dan tentu mereka juga punya kesadaran yang lebih untuk menjaga kesehatan," ucapnya.

Dari segi privasi, Kardun menyatakan, ayam kampus juga lebih menjamin. Sebab, yang bersangkutan juga tak secara terang-terangan nyambi jadi WP.

"Kita inginnya aktivitas begini ini kan gak ketahuan orang, dia juga, jadi bisa sama-samalah menjaga rahasia," tandasnya.

Pengguna ayam kampus lain, Lingga berujar, semula sempat bimbang memesan jasa pekerja seks komersial (PSK) mahasiswi melalui media sosial.

"Takutnya kena tipu aja sih," ujarnya.

Meski demikian, warga Banyumanik, Kota Semarang itu menyatakan, rasa penasarannya semakin menjadi, terlebih saat melihat profil foto sang mahasiswi yang menarik di media sosial.

Dia memperlihatkan foto yang dimaksud dalam media Twitter.

Tampak gambar perempuan berswafoto mengenakan baju kuning.

Pose fotonya tampak menggoda. Bagian mata perempuan itu disensor.

"Doi (perempuan itu) buka Rp 800 ribu, exclude (belum termasuk) tarif hotel sih. Katakanlah sejuta lebih dikit lah," ungkapnya.

Tanpa pikir panjang, pegawai swasta itupun menggunakan jasaayam kampus itu.

Lingga pun mengaku senang PSK mahasiswi itu sesuai dengan ekspektasinya.

Perempuan yang datang sesuai dengan foto yang dipajang dalam Twitter. Ada tatto di bagian dada atas.

"Doi mahasiswi. Tapi gak tahu mahasiswi mana. Ceritanya setelah gituan," kata dia.

Menurut dia, memesan wanita panggilan melalui media sosial lebih mudah dan sederhana. Metode pembayaran melalui rekenening dan tunai.

"Harus ada tanda jadi dulu. Waktu itu dia minta Rp 300 ribu untuk uang muka secara transfer. Sisanya setelah selesai," ujarnya.(*)

Berita telah tayang sebelumnya di TribunJatim.com dengan judul; Kisah Gadis yang Jadi Ayam Kampus, Tawarkan Layanan di FB, Hingga Cara Bikin Pelanggan Ketagihan

Sumber: Tribun Jatim
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved