Dicoret Sebagai Penceramah, Tengku Zulkarnain Ungkap Dirinya Mantan Dosen USU yang Pancasilais

Ketua DP P3M Agus Muhammad, menuturkan ada 5 hal kriteria menentukan masjid teridentifikasi radikal atau tidak.

Tengku Zulkarnain 

"Kemudian saya ingin jelaskan, kita harus hati-hati, jangan-jangan khotibnya mengerti, dalam rangka amar ma'ruf nahi mungkar di tulis radikal. Jangan disamakan pula, ini sama dengan survei pemilu. Dengan seribu orang mengatasnamakan sejuta orang."

Jusuf Kalla lantas menegaskan bahwa tidak bisa digunakan kajian 100 masjid dalam survey yang kemudian mengatasnamakan semua masjid yang ada.

"Kalau seratus masjid bisa mengatasnamakan semua mesjid, ini sangat prihatin."

"Tentu soal radikal, ya dalam konteks apa? Mudah-mudahan ini hanya diskusi saja. pertama kali itu saya dengar kata terpapar (radikalisme)," ujar Jusuf Kalla.

Jusuf Kalla juga menyoroti pengambilan sampel yang digunakan oleh P3M terkait penceramah yang ada di masjid.

"Supaya diketahui, bahwa masjid itu, ada 34 ceramah perbulan. Karena umumnya masjid itu, habis dhuhur, ada kultum atau ceramah, Jumat tentu ada, jadi banyak sekali bukan hanya 4 kali saja sebulan."

"Masjid itu tidak radikal, yang dianggap berbicara keras itu diundang dari luar, bukan khatibnya masjid situ. Karena itulah maka, kalau anda buka data, lengkap siapa khatib yang mengisi."

Jusuf Kalla menuturkan ia telah membaca hasil survei dan mengaku tidak paham mengapa kantor masjid di kantor Menko menjadi masjid yang paling di katakan radikal.

"Jangan kita salah pengertian, dan itu berbahaya sekali, dan saya baca laporannya, yang radikal berat, justru kantor Menko, justru ingin membina bangsa ternyata radikal."

"Waduh, hati-hatilah membuat studi seperti itu. berbahaya untuk kita pahami." terang Jusuf Kalla.

Jusuf Kalla Tanggapi hasil survei 41 masjid terpapar Radikalisme
Jusuf Kalla Tanggapi hasil survei 41 masjid terpapar Radikalisme (capture Tv One)

Dewan penasihat Persaudaraan Alumni (PA) 212, Eggi Sudjanajuga memberikan tanggapannya terkait servey tersebut.

Menurut Eggi, studi yang dilakukan P3M itu tidak melewati objektivitas dan proses yang sistematis.

"Yang pertama objektivitas, yang kedua sistematis. yang ketiga toleran. Objektif dimaknai dengan tidak melihat lawannya subjektif. Sistematis kita tahu tahapannya tidak loncat-loncat."

"Kemudian kalau sudah objektif dan sistematis diterima dan dimaknai dengan kajian yang benar, kita harus mengakui dan toleran menerima karena itulah kebenaran," ujar Eggi.

"Dalam perspektif studi ini, saya melihat Agus Muhammad ini penelitiannya ngawur, Jadi kalau mau disebut mustinya ngawurisme. Bukan radikalisme."

Halaman
1234
Sumber: TribunWow.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved