Bos PT Amelia Beri Uang Jutaan untuk Habisi Penggarap yang Masuk ke Kebun Sawit
Wibharry Padmoasmolo alias Harry pernah menyuruh anak buahnya untuk menghabisi nyawa penggarap dengan upah Rp15 juta.
Penulis: M.Andimaz Kahfi |
TRIBUN-MEDAN.com - Wibharry Padmoasmolo alias Harry yang menguasai perkebunan KSU Amelia ternyata pernah memerintahkan para anak buahnya untuk menghabisi para penggarap.
Dirkrimum Polda Sumut Kombes Pol Andi Rian di Mapolda Sumut, Jumat (8/11/2019), mengatakan pihak perkebunan PT Amelia sudah berkali-kali mengusir para penggarap termasuk kelompok korban Maraden Sianipar.
Menurutnya, Wibharry Padmoasmolo alias Harry sebagai pemilik perkebunan KSU Amelia yang diamanatkan keluarga, pernah menyuruh Joshua Situmorang untuk menghabisi nyawa penggarap, Ranji Siallagan dengan upah Rp 15 juta.
"Dalam percobaan pembunuhan itu Ranji Siallagan tidak mati," katanya.
Saat Maraden Sianipar yang mantan calon legislatif itu ikut dianggap mengancam pihak perkebunan PT Amelia, Harry kembali memerintahkan Janti Katimin Hutahaean alias Jampi Hutahaean untuk menghabisi nyawa korban.
• Otak Pembunuhan 2 Aktivis di Perkebunan Sawit Labuhanbatu Ditangkap, Ini Motifnya!
"Kalau group Sianipar (korban) ada disana, usir dan kalau melawan habisi dan akan kuberi upah kalau sudah menghabisi," ucap Dirkrimum menirukan perkataan tersangka Harry.
Pada hari Selasa (29/10/2019) sekitar pukul 13.00 WIB korban Maraden Sianipar dan Martua P Siregar alias Pak Sanjay datang ke perkebunan PT Amelia.
Di perkebunan itu, mereka ditemui oleh Hendrik Simorangkir, Riki Pranata alias Riki yang sudah membawa sebilah klewang.
Tersangka lainnya adalah Daniel Sianturi alias Niel, Sabar Hutapea dan Vicktor Situmorang juga datang mengendarai sepeda motor untuk menjumpai korban.
Dalam kesempatan itu, tersangka Hendrik Simorangkir datang menanyakan kepada kedua korban untuk apa datang ke perkebunan.
"Saat itu terjadi cekcok. Maraden Sianipar mengatakan kepada Hendrik bahwa diperkebunan banyak pencuri. ," sebut Andi.
Dijelaskan oleh Andi, bahwa persoalan yang terjadi adalah konflik lahan perkebunan sawit. Jadi pada tahun 2005 KSU Amelia memiliki lahan di TKP dan menanami sawit.
Tetapi karena telah berubah dan masuk kawasan hutan, lalu pada tahun 2018 sudah dieksekusi oleh pihak kehutanan.
Karena tanaman sudah ada di dalam, inilah yang berupaya dijaga. Kemudian ada kelompok masyarakat dikoordinir korban untuk melakukan penanaman sekaligus pemanenan.
“Karena merasa terganggu, inilah yang mengawali sampai terjadinya pembunuhan kepada kedua korban,” ungkap Andi.