Tanggapan KPAI 77 Siswa di Maumere Dipaksa Makan Kotoran: Itu Keterlaluan dan Melanggar Hak Anak
Menurut Ratna perbuatan tersebut dapat menimbulkan trauma psikologis terhadap siswa yang menjadi korban.
Setelah itu, pendamping memanggil semua siswa dan menanyakan, siapa yang menyimpan kotoran itu.
Karena tidak ada yang mengaku, pendamping tersebut langsung menyendok kotoran itu lalu disuap ke dalam mulut para siswa.
Mereka pun terpaksa menerima perlakuan itu tanpa perlawanan.
"Kami terima dan pasrah. Jijik sekali. Tetapi kami tidak bisa melawan," ujar siswa kelas VII yang tak ingin namanya disebut kepada Kompas.com, Selasa (25/2/2020).
Para siswa tidak melaporkan perlakuan kejam sang pendamping kepada orangtua, karena takut akan disiksa nantinya.
Menurut dia, setelah para murid disiksa, kedua pendamping menyuruh mereka agar tidak menceritakan persoalan itu keluar.
Namun, setelah kejadian itu, ada 1 satu orang temannya yang lari ke rumah untuk memberitahukan hal itu kepada orangtua.
• Sidang Suap Dzulmi Eldin Digelar Kamis Pekan Depan, Ini Susunan Majelis Hakim
• Tahun Lalu Gagal, PBSI Sumut Dorong Atletnya Berpretasi di Daihatsu Astec Open 2020
• Gaji tak Kunjung Ditransfer, Karyawan PD Pasar Ancam Tidur di Depan Bank Mandiri
Kasus itu pun terbongkar pada Jumat (21/2/2020), ketika ada orang tua siswa yang menyampaikan hal tersebut di dalam grup WhatsApp humas sekolah.
Martinus, salah satu orangtua murid merasa sangat kecewa terhadap perlakuan pendamping asrama yang menyiksa anak-anak dengan memaksa makan kotoran manusia.
"Menurut saya, pihak sekolah beri tindakan tegas bagi para pelaku. Yang salah ditindak tegas. Bila perlu dipecat saja," ujar Martinus.
"Saya juga memutuskan untuk pindahkan anak dari sekolah ini. Biar pindah dan mulai dari awal di sekolah lain saja," kata dia.
Martinus mengatakan, secara psikologis anak-anak yang mendapat perlakuan kotor dari pendamping pasti terganggu jika terus bertahan di sekolah itu.
Sementara itu, pihak Seminari Bunda Segala Bangsa menggelar rapat dengan orangtua siswa terkait hal ini.
Namun, mereka enggan untuk berkomentar saat diwawancarai awak media.
Beberapa hari lalu siswa di Lembata dipaksa untuk minum air kencing, kali ini, hukuman tak manusiawi kembali terjadi di Maumere, Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT).


 
						
					 
						
					 
						
					 
						
					 
						
					 
						
					 
											 
											 
											 
											