Makin Garang! Rusia Ungkap Senjata Pemusnah Massal Miliknya yang Bisa Buat Amerika Serikat Jantungan
Hal itu tampak saat Rusia meledakkan perangkat Tsar Bomba di atas Laut Barents pada tahun 1961.
Pada 30 Oktober 1961, pesawat tersebut terbang 600 mil ke Pulau Severny tempat bom tersebut dijatuhkan saat dipasang ke parasut. Ini dimaksudkan agar pesawat pembawa bom memiliki cukup waktu untuk melarikan diri dari radius ledakan.
Ketika bom mencapai ketinggian 13.000 kaki di atas tanah, bom itu meledak, menghasilkan ledakan buatan manusia yang paling kuat dalam sejarah.
Untuk konteksnya, jika dijatuhkan di pusat kota London, bom dan gelombang kejut yang dihasilkan akan menghapus kota London dari peta dan bisa menyebabkan luka bakar tingkat tiga ke orang-orang yang jauh sampai kota Reading.
• Cintanya bak Dipermainkan Ayu Ting Ting, Ivan Gunawan Pamer Pacar Baru, Berani Tampil Lebih Jantan
Ledakan itu juga cukup besar untuk dicatat sebagai gempa bumi dengan kekuatan 5 skala Richter, dan diambil oleh pusat seismologi di seluruh dunia.
Kilatan dari ledakan tersebut dapat dilihat di Norwegia, sementara dampak radioaktif menyebar secara luas di seluruh Skandinavia, memicu kecaman internasional atas uji coba tersebut.
Pada tahun 1963, sebagian sebagai akibat dari uji coba Tsar Bomba, Amerika Serikat dan Rusia menandatangani perjanjian yang melarang semua uji coba senjata nuklir atmosfer.
Ini berarti, senjata nuklir harus diuji di bawah tanah.
Alih-alih membangun perangkat yang lebih besar daripada Tsar Bomba, AS memutuskan bahwa itu tidak akan praktis untuk digunakan dalam konflik dan malah berlomba untuk mengecilkan bom agar bisa dipasang pada rudal.
Perjanjian berikutnya pada tahun 1990 melarang semua pengujian nuklir.
Pada 2017, 84 negara menandatangani Perjanjian Larangan Nuklir PBB.
Namun, tidak ada satu pun negara bersenjata nuklir yang setuju untuk menandatangani pakta tersebut.
(*)
Artikel ini pernah tayang sebelumnya di Kontan dengan judul "Rekaman rahasia: Bom Tsar Rusia ledakannya ribuan kali lebih dahsyat dari Hiroshima"
