Wawancara Eksklusif
Almaududy, Alumni USU Sukses jadi Diplomat RI di PBB dan Raih Rekor MURI Doktor Termuda di Australia
Ahmad Almaududy Amri, alumni USU yang berhasil jadi Diplomat RI di PBB dan Raih Rekor MURI sebagai Doktor Termuda di Australia.
TRIBUN-MEDAN.COM, MEDAN - Diplomat RI pada Perutusan Tetap untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Ahmad Almaududy Amri, S.H., M.H., M.Si., Ph.D baru saja menerima Rekor MURI/Penghargaan dari Museum Rekor-Dunia Indonesia atas rekor sebagai “Doktor Ilmu Hukum Internasional Termuda dari Perguruan Tinggi di Australia” pada Rabu (14/3/2021) lalu.
Rekor MURI tersebut ia dapatkan dengan berhasil menyelesaikan jenjang doktoral di usia 26 tahun di Australian National Centre for Ocean Resources and Security (ANCORS) University of Wollongong, Australia dengan mendapat beasiswa Australia Award Scholarship (AAS).
Ternyata tidak hanya jenjang doktoral saja, Almaududy juga menjadi wisudawan termuda S1 Universitas Sumatera Utara (USU), kemudian wisudawan termuda S2 di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI).
Kemudian pada tahun 2009, Almaududy menjadi Diplomat Termuda RI saat usianya 19 tahun.
Tim Tribun Medan berhasil melakukan wawancara eksklusif dengan Almaududy yang berada di New York melalui aplikasi Zoom.

Berikut wawancara eksklusif antara Tim Tribun Medan (T) dengan Almaududy (A).
T: Bagaimana perasaan Almaududy berhasil meraih Rekor MURI sebagai Doktor Ilmu Hukum Internasional Termuda dari Perguruan Tinggi di Australia di usia 26 tahun?
A: Tentu bangga dan gembira mendapat penghargaan ini. Tapi ini sebagai bentuk karya untuk nanti dicontoh anak muda Indonesia khususnya anak saya agar semangat untuk mengejar pendidikan setinggi-tingginya dengan waktu yang sesingkat-singkatnya. Memperoleh semua ini tidak mudah tapi dengan semangat yang kuat, insha Allah generasi muda bisa mendapatkan apa yang diinginkan.
T: Bagaimana manajemen waktu yang diterapkan agar dapat menyelesaikan jenjang doktoral di Perguruan Tinggi di Australia dengan waktu singkat?
A: Kuliah di Australia cukup unik, yang membedakan itu lingkungan dan metode sistem pemikiran yang berbeda dengan Indonesia. Saya pertama kali bertemu dengan pembimbing saya langsung ditanya untuk menyelesaikan laporan akhir. Saya bilang butuh 300 halaman untuk selesai dan saya ditantang untuk mengerjakan satu halaman per hari dan dia memberikan waktu tiga tahun untuk selesai. Dalam satu tahun laporan saya dapat selesai dan 2 tahun 10 bulan saya sudah submit kepada penguji saya. Itu keunikan tersendiri yang saya rasakan ketika berkuliah di Australia.
T: Apa yang membuat Almaududy tertarik untuk terjun dalam bidang hukum dan hubungan kerjasama antarnegara?
A: Karena profesi ayah saya diplomat jadi sudah terpapar mengenai informasi ini dari usia muda. Kedua memang ayah saya ini alumni USU dan ketika dia lihat potensi saya yang sudah berdiskusi dan berdebat jadi ke bidang hukum ini bagus. Jadi saya ditawarkan ke fakultas hukum agar minat dan bakat saya bisa tersalurkan. Akhirnya saya coba dan ketika masuk di FH USU ternyata cocok dan lanjut di fakultas hukum dan bisnis UGM dan kemudian juga mengambil hubungan internasional di UI dan S3 di Australia. Jadi memang ada kaitannya Karena bidang hukum ini yang saya gemari.
T: Apakah Almaududy mengikuti program Akselerasi saat duduk di bangku sekolah?
A: Saya pindah ke India mengikuti Buya dinas itu waktu baru selesai kelas 4 SD dan masuk ke kelas 5 SD. Di India itu kelas 5 SD terhitung masuk jenjang SMP disana. Tapi disana saya dianggap bisa menyesuaikan diri dengan kelas 5 itu lalu dianggap lompat dari kelas sebelumnya. Jadi disana saya untung dua tahun. Waktu saya sekolah itu umur lima tahun sudah SD, jadi keuntungan bisa cepat ini bisa dibilang karena akselerasi atau perbedaan sistem pendidikan itu sendiri. Alhamdulillah bisa menyesuaikan diri dan ikut sampai akhir.
T: Bagaimana rutinitas Almaududy sehari-hari saat melaksanakan tugas sebagai Diplomat?