Wawancara Eksklusif
Persaingan Skill dan Penguasaan Teknologi, BBPLK Medan Siapkan Kualitas dan Kompetensi Pencari Kerja
Memang sasarannya adalah mereka yang sudah di luar dari pendidikan formal, karena itu yang bisa dilatih di tempat kami.
Penulis: Angel aginta sembiring |
Laporan Wartawan TRIBUN-MEDAN.com, Angel Aginta Sembiring
TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - M. Ali Hapsah, SS, MA, PhD, Kepala Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja (BBPLK) Medan menceritakan berbagai hal menarik tentang Kompetensi Pencaker (pencari kerja) di Tengah Hantaman Disrupsi Teknologi dan Pandemi.
M.Ali Hapsah (M) menyampaikannya secara gamblang dalam wawancara eksklusif pada program Ngopi Sore Tribun Medan yang dipandu Perdata Ginting Manajer Produksi Harian Tribun Medan (T), Jumat (9/4/2021) sore, di Kantor Harian Tribun Medan, Jalan KH Wahid Hasyim Medan.

Berikut petikan wawancara selengkapnya.
T : Mengenai BBPLK, apa sebenarnya fungsi dan bagaimana menimba ilmu di BBPLK barangkali saja masih ada masyarakat awam yang belum tahu, Setahu saya hanya ada 5 di Indonesia satu-satunya di luar Pulau Jawa ?
M : Kadang-kadang saya sendiri sedih bertemu orang Medan yang belum mengetahui keberadaan kami. padahal BBPLK ini sudah ada di Medan sejak tahun 1971 dan sudah cukup lama sebenarnya.
Kami ini adalah unit pelaksana teknis di bawah Kementerian Ketenagakerjaan yang memang tugas-tugasnya adalah menyediakan pelatihan kepada kepada pencari kerja kepada mereka yang ingin mendapatkan kompetensi tambahan atau melakukan peningkatan kompetensi untuk benar-benar siap masuk ke dunia kerja jadi tugas kami berada disitu untuk memfasilitasi mereka yang ingin mendapatkan penempatan kompetensi.
T : Ada syarat enggak pak untuk orang-orang yang bisa ikut BBPLK?
M : Pada dasarnya setiap Warga Negara Indonesia mempunyai kesempatan untuk bisa mengakses pelatihan di tempat kami. Memang sasarannya adalah mereka yang sudah di luar dari pendidikan formal, karena itu yang bisa dilatih di tempat kami.
Mereka yang tidak berstatus pelajar atau juga tidak berstatus mahasiswa tapi mereka yang sudah lepas dari pendidikan formal ingin kemudian mendapatkan penambahan kompetensi, itulah yang menjadi sasaran pelatihan kami. Bisa saja juga bagi mereka-mereka yang tidak mendapatkan kesempatan untuk masuk ke pendidikan formal tapi tentu juga ingin mencari pekerjaan dan mendapatkan kompetensi, ini juga bisa masuk ke tempat kami.
T : Definisinya untuk tidak di pendidikan formal ini bagaimana Pak, apakah dijenjang SMA, SMP atau bagaimana?
M : Kira-kira karena kami itu mendidik mereka. Mereka yang akan siap masuk ke dunia kerja dari sisi umur minimal 18 tahun. Itulah salah satu persyaratannya untuk bisa mengakses pelatihan di tempat kami.
T : Dari penjelasan yang saya tangkap, tujuan besar penyelenggaraan pelatihan di BBPLK adalah untuk meningkatkan kompetensi angkatan kerja produktif, terutama sekali kemampuan khusus. Pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM).
M : Betul, jadi memang tantangan besar bangsa kita ini salah satunya karena dari jumlah angkatan kerja kita yang kurang lebih 138 juta itu sekitar 58 persen mereka berpendidikan SMP ke bawah, SD bisa juga memang tidak mempunyai sekolah sama sekali. Kita sudah bisa membayangkan seperti daya saing yang dimiliki untuk bisa masuk ke pasar kerja dengan level pendidikan yang hanya setinggi itu dan mereka ini tidak mungkin lagi untuk didorong masuk ke pendidikan formal, oleh karena itu BBPLK inilah kompetensi untuk masuk ke dunia kerja.
T : Nah, bicara ketenagakerjaan, maka kita tidak bisa lepas dari tantangan terkait dua perkara yang saling bertolak belakang yakni bonus dan bencana demografi. Diperkirakan, mohon diluruskan jika saya keliru, pada tahun 2030 jumlah warga usia produktif di Indonesia akan lebih besar dari warga usia nonproduktif. Semestinya ini dapat menjadi bonus demografi. Namun fakta lain mengkhawatirkan. Sampai tahun kemarin, jumlah angkatan kerja mencapai angka 150-an juta, dan lebih 60 persen di antaranya merupakan problem mismatch (tidak sesuai antara pendidikan dengan kebutuhan kerja). Jika tidak segera diatasi, alih-alih bonus demografi, yang muncul nantinya justru bencana demografi.