Wawancara Eksklusif

Djarot Ungkap Pemimpin Harus Membumi, Senang Gebrakan Bobby hingga Konsolidasi PDI-P di Sumut

jarak antara pemimpin dan rakyat itu harus dekat, tidak boleh jauh. Semakin jauh, maka semakin kita sulit untuk bisa memastikan bahwa

TRIBUN MEDAN/ANGEL AGINTA SEMBIRING
Ketua DPD PDI Perjuangan Sumut/Anggota DPR RI, Djarot Saiful Hidayat (kiri) saat diwawancarai Manajer Produksi Harian Tribun Medan Perdata Ginting (kanan) dalam program Ngopi Sore Tribun Medan, di Kantor Harian Tribun Medan, Jl KH Wahid Hasyim, Medan, Jumat (2/4/2021). 

TRIBUN-MEDAN.COM, MEDAN - Djarot Saiful Hidayat berhasil lolos ke Senayan menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) periode 2019-2024. Saat ini, Djarot juga sebagai Ketua Badan Pengkajian MPR RI serta Ketua DPD PDI Perjuangan Sumatera Utara. 

Di sela-sela kesibukan Djarot di DPR RI, mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta ini menyempatkan berkunjung ke kantor Harian Tribun Medan di Jalan KH Wahid Hasyim Medan pada Jumat (2/4/2021) sore. Berbagai hal menarik diungkap dan diperbincangkan di antaranya tentang blusukan, money politic, kepemimpinan, hingga Konsolidasi PDI-P di Sumut

Berikut petikan wawancara eksklusif bersama Anggota DPR RI Djarot Saiful Hidayat (D) pada program Ngopi Sore Tribun Medan yang dipandu Perdata Ginting Manajer Produksi Harian Tribun Medan (T), pada Jumat (2/4/2021) sore, yang mengangkat tema: PDI Perjuangan Menjawab Tantangan.

T : Pak Djarot sudah 10 tahun menjadi Wali Kota di Blitar, dilanjutkan menjadi Wakil Gubernur dan sempat menjadi Gubernur Jakarta. Pak Djarot dikenal dengan gaya kepemimpinan yang membumi, sering turun ke bawah. Kalo sistem Pak Joko Widodo sistem blusukan.
Sekarang setelah menjadi anggota DPR RI, apakah ada alasan khusus mengapa Pak Djarot masih memilih gaya kepemimpinan yang seperti ini?

D : Begini, substansi dari seorang pemimpin bukan hanya sekedar teori dan ilmu, dan pemimpin ini harus memijak bumi. Oleh karenanya, maka jarak antara pemimpin dan yang dipimpin itu harus semakin dekat. Kalo kita ingin betul-betul menyatu dengan rakyat kita harus datang dengan yang dipimpin. Sehingga kita merasakan apa yang dia pikirkan, apa yang dia harapkan, persoalan-persoalan apa yang saat ini sedang dia rasakan. Termasuk potensi-potensi apa yang dimiliki oleh masyarakat kita. Dengan cara itu maka keputusan yang diambil, program yang dirumuskan, itu harus betul-betul sesuai dengan kondisi masyarakat dimana seseorang itu memimpin. Itu kita lakukan di Blitar sebagai eksekutif di Blitar maupun di Jakarta.

Maka jarak antara pemimpin dan rakyat itu harus dekat, tidak boleh jauh. Semakin jauh, maka semakin kita sulit untuk bisa memastikan bahwa program-program itu sesuai dengan keinginan dan harapan rakyat. Program kebijakan itu tidak bisa diputuskan, dirumuskan, didiskusikan di ruang yang tertutup, di gedung-gedung AC, no.

Dia harus membumi, sehingga betul-betul kita mengetahui apa harapan, apa potensi, apa keinginan, dan apa persoalan-persoalan aktual yang dilihat oleh rakyat.

T : banyak sekarang media sosial ada instagram ada macam-macam. Dan biasanya juga bisa menyampaikan persoalan lewat itu, tapi apakah cara yang membumi dengan berdialog secara langsung itu lebih efektif atau bagaimana?

D : Tergantung, kalau sekedar untuk meraih popularitas, mempunyai menambah follower yang banyak dan lain sebagainya, itu kemasan-kemasan itu oke silahkan. Tetapi yang secara substansial itu akan lebih efektif kalau orang itu turun ke bawah, dia langsung berdialog.
Sesuatu yang sifatnya alamiah, sesuatu yang sifatnya tanpa rekayasa, itu lebih efektif.

Kalo misalnya instagram, instagram itu ada yang like, itu oke. Tapi ada juga yang sekedar dalam tanda kutip di-setting ya. Tapi untuk menambah follower silahkan saja. Kalau saya pribadi oke itu penting, tetapi yang lebih penting lagi adalah kita selalu turun, kita selalu menyapa rakyat, kita selalu berdialog dengan rakyat dan sekali lagi jangan ada jarak yang terlampau lebar.

Sehingga betul-betul kita bisa merasakan apa yang dipikirkan, apa yang disuarakan oleh masyarakat.

T : Cuma kan ada juga sekarang, kalau dia pejabat misalnya turun ke lapangan atau berdialog dengan warga. Itu dianggap dalam tanpa petik sering disebut pencitraan ya pak, untuk menepis itu bagaimana kira-kira?

D : Itu sebetulnya pencitraan atau tidak itu tergantung, tergantung bagaimana yang bersangkutan. Kita tidak boleh suudzon, kita tidak boleh negatif thinking. Yang bisa merasakan itu rakyat, yang bisa merasakan itu komunitas. Apakah betul pejabat itu pemimpin itu turun atau hanya sekedar turun, lihat-lihat, foto-foto, apakah peduli mendorong grobak, mencangkul, kemudian nanam padi, hanya untuk kepentingan pengambilan gambar, kalau seperti itu hanyalah pencitraan, kemudian macam-macamlah. Tapi sekali lagi, secara pribadi sih oke silahkan saja, tapi masyarakat itukan lebih cerdas, masyarakat pandai, masyarakat menilai. Apakah ini pencitraan atau apakah orang ini sungguh-sungguh. Sungguh-sungguh turun, sungguh-sungguh berdialog, sungguh-sungguh berjuang, sungguh-sungguh membantu, sungguh-sungguh mendengarkan apa yang menjadi harapan dan aspirasi rakyat.

T : Mungkin kalau untuk menepis pencitraan itu setelah kita mendengarkan keluh kesah warganya, ada mungkin solusinya

D: Betul, ada solusinya, ada tindak lanjutnya, dan bukan hanya itu tetap dievaluasi setelah itu dilaksanakan, kemudian kita evaluasi, ini bagi pejabat-pejabat yang ada di eksekutif. Makanya namanya eksekutif itu adalah mengeksekusi, eksekusi ya melaksanakan.

T :  Pada Pilkada serentak kemarin, dari 23 daerah di Sumut yang menggelar pilkada, 12 daerah dimenangkan orang nomor satunya dari PDIP, di antaranya yang besar itu adalah Medan, ada Pematangsiantar, Toba, Pakpak Barat, Humbang Hasundutan, Serdang Bedagai, Nias. Apakah ini sudah sesuai dengan target PDIP Perjuangan pada Pilkada 2020 kemarin?

D : Kita ini sebetulnya waktu itu targetnya paling tidak 50 persenlah, kalau lewat Alhamdulillah, tapi bukan hanya sekedar itu kan, bukan sekedar untuk menang.

Setelah menang itu, mau diapain gitu ya, kalau sekedar menang saja siap itu selesai. Oleh sebab itu, PDI Perjuangan itu proses rekrutmen, proses kandidasi itu sangat ketat, selektif dan panjang. Contoh pada pemilu pilkada 2020, proses kandidasinya itu mulai 2019, satu tahun sebelumnya, itu dari bawah. Kemudian setelah itu di fit and proper, diwawancarai, diusulkan dari bawah, ketemu, psikotest sampai nanti diambil keputusan. Siapa kandidat yang akan diajukan, nanti setelah itu disekolahkan. Maka kita ada sekolah praktek, sekolah praktek untuk calon Kepala Daerah, semuanya, dan semuanya diusung oleh PDI Perjuangan selama dua sampai tiga hari. Satu berkampanye dan seterusnya. Kenapa? Kita harus pastikan betul bahwa yang diusung itu mempunyai kompetensi, mempunyai kapasitas, mempunyai integritas, mempunyai visi yang penting, mempunyai visi dan misi, sesuai dengan visi dan misi Indonesia Merdeka. Sesuai dengan visi dan misi Presiden Joko Widodo dan Ma’ruf Amin. Sehingga ada kesinambungan, ada konsistensi apa yang menjadi visi misi Pemerintah pusat itu harus sama dengan visi misi di daerah. Dengan cara itu, maka pembangunan itu bisa sinergis antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Ini yang kita tanamkan terlebih dahulu, oleh karena itu visi misi setiap kandidat dari PDI Perjuangan, kita akan review. Karena itu bidang saya sebagai bidang ideologi dan kaderisasi. Kita akan review visi dan programnya apakah sesuai dengan visi misi Indonesia Merdeka. Bagaimana kita bisa membangun Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Bagaimana kita bisa mewujudkan tujuan Negara, 4 misi itu.
Melindungi segenap bangsa Indonesia dan tanah tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan perdamaian ketertiban dunia. Ini kita baru rumuskan dalam program, makanya prosesnya sangat panjang, supaya apa? visi misi Kepala Daerah itulah yang menjadi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), jadi jangan asal-asalan kamu bisa bikin visi misi, harus bener ini.

Yang kedua, visi misi dan program itu adalah kontrak, ketika misalnya terpilih, saya laksanakan ini loh tawaran kepada masyarakat, kontrak politik kepada masyarakat untuk dilaksanakan. Maka dari pada itu, betul-betul kita sangat selektif untuk betul-betul bisa menjalin, bisa menetapkan pasangan calon Kepala Daerah ini.

Apalagi Wali Kota Medan ini ya, mas Bobby ini saya bilang sama dia, visi misinya, Medan ini kita juga review loh. Dan mas Bobby tetap sekolah partai, mas Aulia juga mengikuti sekolah partai. Kita review semuanya, supaya dicek betul bener gak. Jadi tidak ada misalnya ini anaknya ini, ini mantunya ini, no, semuanya sama.

T : Berarti tidak privilege atau keistimewaan ya?

D : Tidak ada

T : Selain sukses di 12 daerah tadi, ada juga PDIP gagal di Samosir dan Karo. Dan itu kayaknya sempat ke MA. Ini apa kira-kira penyebab kegagalannya sebagai bahan evaluasi?

D : Bahan evaluasi kita itu satu, konsolidasi partai kurang betul-betul maksimal. Yang kedua soal money politic di Karo dan Samosir, jadi dengan pilkada secara langsung seperti ini, salah satu masalahnya adalah politik uang, ini bisa gila-gilaan, alokasi uang itu bisa dinilai itu bisa sampai puluhan juta hingga ratusan juta. Nah kalau misalnya jadi dengan biaya politik yang sedemikian besar, mau jadi apa daerah kita? Ini juga menjadi cakapan kita, karena saya di Komisi II, janganlah nanti didalam pilkada itu kita hanya terpaku kepada aspek-aspek prosedural. Demokrasi prosedural, tetapi kita harus dorong menjadi demokrasi substansial.

Oleh sebab itu penyelenggara pemilu ini harus sehat dulu nih, betul-betul tidak bisa disuap, betul-betul tegas, no money politic. Penyelenggara harus berani, demikian juga aparat TNI, Polri, Kejaksaan, ini harus berani. Supaya betul-betul Pilkada yang membutuhkan biaya sampai triliunan rupiah itu mampu menghasilkan pemimpin yang bagus, yang berintegritas, yang bisa kerja. Inilah yang menjadi tantangan kita bagaimana kedepan kita harus memerangi sistem pemilu kita yang sangat mahal ini, merancang peraturan yang sangat ketat.

Saya ini bukan pengamat, saya ini pelaku. Jadi paham, saya pernah dicalonkan di DKI Jakarta bersama pak Ahok dan saya juga pernah di Sumatra Utara bersama dengan Sihar. Jadi saya paham, inilah sebetulnya penyakit kita. Makanya saya tidak heran kalau banyak kepala daerah terpilih lebih dari 50 persen itu masuk penjara. Biayanya sangat mahal, tantangan kita ini harus dijawab ke depan. Makanya saya bilang hati-hati, karena sistem yang liberal ini itu juga mempunyai banyak dampak negatif yang harus kita jawab, kita harus atasi. Demokrasi ini kan bukan tujuan, hanya sarana alat untuk bisa melahirkan orang yang baik, intergritas, bisa dipercaya.

T : Tadi kan sudah bapak sempat menyinggug masalah mas Bobby yang di Pilkada, salah satu kemarin yang paling menyita perhatian itu Pilkada Medan. Pilkada Medan itu selain mas Bobby menantunya pak Jokowi, tanda kutipnya kan lawannya orang PDIP. Dalam hal itu bagaimana kemarin PDI Perjuangan sampai memutuskan sosok Bobby itulah yang menjadi calon pemimpin di Kota Medan?

D : Begini, partai kita semua kan punya evaluasi. Evaluasi terhadap kepemimpinan seseorang, evaluasi terhadap arah pembangunan satu kota. Kita evaluasi di Medan ini bagaimana pembangunan. Kedua dari aspek hukum, di Medan ini mohon maaf, identik dengan kepala daerah yang kena kasus. beberapa kepala daerah yang kena kasus. Ketiga, kita juga harus lihat bagaimana potensi. Potensi Kota Medan yang sangat luar biasa dan potensi kandidat. Maka kita harus mengambil keputusan ini butuh penyegaran. Penyegaran dari aspek baik pemikiran, inovasi, trobosan. Kita butuh tokoh yang fresh. Yang punya idealisme dan semangat yang bisa membenahi Medan, yang mohon maaf di masa lalu belum ada pembenahan. Saya udah ke banyak kota-kota besar di Indonesia, salah satu yang tertinggal itu adalah Kota Medan. Coba kamu bandingkan dengan Surabaya, Semarang, Palembang yang masih di Sumatera, jauh tertinggal.

Makanya saya bilang waktu itu kita harus ambil tokoh muda, selama kita ambil keputusan itu, kita tidak pernah misalnya berpikir ini siapa, ini mantunya siapa, semuanya mempunyai hak dan kesempatan yang sama. Makanya kita ambil mas Bobby.

T : Sekarang kan sudah ada beberapa gebrakannya (Bobby) seperti Kesawan City Walk, Kitchen of Asia. Kemarin juga Bobby meninjau dengan sang istri ke daerah banjir. Menurut pak Djarot, bagaimana kira-kira gebrakannya ini pak?

D : Bagus toh, kan waktu itu masih banyak yang meragukan kapasitas, ada yang bilang masih terlalu muda, no no no. Kasih kesempatan pada anak-anak muda. Kita harus memberikan ruang yang cukup pada anak-anak muda, karena ibu Mega selalu sampaikan 2024 itu akan terjadi suatu proses regenerasi secara menyeluruh. Kita berikan ruang kepada anak-anak muda. Terbukti kan?, oke kan?. Kalau dia belum punya pengalaman sebagai Wali Kota, ya memang belum, wong belum pernah. Saya juga sebelum jadi Wali Kota Blitar juga belum punya pengalaman Wali Kota, saya juga gak punya pengalaman sebagai Wakil Gubernur. Tapi lihat, programnya, visinya, semangatnya, saya diskusi dengan mas Bobby. Saya sampaikan apa sih yang kamu mau bikin, wah begini ujarnya, tentang revolusi birokrasi bagaimana, tata penataan, mana potensi yang harus dimaksimalkan. Jadi oke toh, jadi kalau mau mimpin Kota Medan, itu harus melakukan kerja-kerja yang luar biasa untuk mengejar ketertinggalan ini loh. Saya senanglah sama mas bobby dan aulia ini, yang turun bukan hanya dia kan, istrinya juga. Saya bilang sama mas bobby cobalah kamu cari satu pasar, kamu jadikan satu project yang bagus ya. Menurut saya di Medan tidak ada satupun pasar yang bagus, makanya perlu dibenahi dan diberi trobosan yang baguslah, kasih contohlah. Makanya kita putuskan mas bobby, tidak pak Ahyar meskipun pak Ahyar kader PDI Perjuangan. Harusnya seorang kader itu harus siap, siap untuk ditugaskan atau tidak ditugaskan. Ternyata beliau tidak siap, makanya beliau keluar, nyebrang, ya silahkan. Inilah seorang kader, sifatnya penugasan. Penugasan itu bukan hanya bertanggung jawab kepada partai tetapi kepada rakyat , itu yang lebih penting.

T : Selaku orang yang pernah dieksekusif pak, 10 tahun di Blitar, terus di DKI, apakah sering berdiskusi dengan bobby untuk membangun Medan ini? Karena menurut saya kan seperti yang bapak Djarot katakan tadi, Medan ini bukan lagi butuh percepatan untuk pembangunan tapi kecepatan dan waktunya harus lebih cepat.

D : Bukan hanya percepatan dan kecepatan, tapi butuh lompatan. Cepat lompat, tepat sasaran dan bagus. Saya sudah bilang kepada mas Bobby beberapa kali kita berdiskusi, untuk bisa memberikan masukan kepada beliau sebagai Wali Kota dan mas Aulia sebagai Wakil Wali Kota, hanya sekedar berbagi pengalaman. Bagaimana penataan birokrasi, bagaimana membangun sistem elektronik goverment e-Gov, bagaimana memetakan potensi-potensi Medan, bagaimana memaksimalkan potensi yang dimiliki Medan, bagaimana bekerja sama dengan perusahaan swasta untuk bisa menarik dia punya CSR, Medan ini punya potensi luar biasa dan ini harus bersama-sama disinergikan. Antara pemerintah, akademisi, industri, para pengusaha dan masyarakat, bagaimana menumbuhkan ekonomi kerakyatan (UMKM), kerajinan-kerajinan variatif, bagaimana mengembangkan pariwisata di Kota Medan itu kuliner, wisata Kota Tua, banyak banget, memberdayakan pasar-pasar tradisional, tapi saya bilang pada mas Bobby, masa jabatan Kepala Daerah itu kan tidak panjang, ini kan hanya sampai 2024, maka kita harus fokus skala prioritas, tidak bisa semuanya langsung kita selesaikan dalam waktu yang singkat itu. Tapi kita punya ukuran, mana yang menjadi skala prioritas kita di tiga tahun ini. Dengan sebab itu, maka rakyat Medan merasa ada perubahan ke arah yang lebih baik, ini yang kita diskusikan kepada mas Bobby.

Termasuk beliau sampaikan membangun kolaborasi dengan swasta, perguruan tinggi, masyarakat, pemerintah, ini harus berkolaborasi dengan baik. Pemerintah tidak hanya bisa bekerja sendiri, dia harus bekerja sama dengan banyak pihak. Itu yang kita lakukan di Jakarta termasuk di Blitar, kita cuma berbagi pengalaman. Dan mas Bobby sudah mempunyai dasar-dasar pemahaman yang sangat baik, sehingga lebih mudah dan cepat bagaimana membangun hubungan yang baik dengan semua. Karena kita butuh ketegasan untuk menertibkan, maka kita butuh bantuan. Ini guna membangun dan menciptakan situasi Medan yang aman dan kondusif.

T : Kita sekarang melangkah ke beberapa hari lalu, kita dikejutkan oleh dua aksi terorisme, pertama di gerbang Katedral Makassar dan kedua serangan yang dilakukan seorang perempuan di Mabes Polri, menurut pak Djarot apakah peristiwa ini dapat disimpulkan bahwa radikalisme masih menjadi masalah yang serius di Negara kita ini ?

D : Iya, jadi memang radikalisme, terorisme masih menjadi ancaman bagi bangsa Negara kita ini, kita melihat beberapa kesamaan bahwa yang terjadi di Makasar maupun di Jakarta yang pertama adalah pelakunya perempuan, satu suami istri, satu perempuan yang masih muda. Yang kedua usianya 25 tahun, kaum milenial. Ancaman radikalisasi ini masih ada dan tentunya ini bukan hanya tugas dan tanggung jawab pemerintah, polisi, intelijen, tapi tugas kita semua tentang pemahaman yang benar terhadap agama kita masing-masing. Kunci nya itu sebenarnya pada keluarga, tentunya kan keluarga itu bisa memonitor, tentang prilaku dan pemikiran dari anggota keluarga. Maka program diradikalisasi itu harus masuk kesitu, termasuk juga dalam pendidikan. Karena kita kan menghadapi ideologi trans-nasional. Dimana berbagai macam informasi itu bisa didapatkan dimanapun juga, kapanpun juga.

Dengan perkembangan teknologi informasi, maka saya juga merasa prihatin dengan kejadian seperti itu, tentunya ini menjadi tanggung jawab kita bisa meluruskan pemahaman di kehidupan beragama kita. Semua agama tidak ada yang mengajarkan kekerasan, semua agama tidak ada mengajarkan bahwa membunuh itu diperbolehkan, mencuri, memperkosa dan sebagainya, gak ada. Semua agama apalagi islam, saya muslim penuh dengan kasih, penuh dengan sayang, menghargai orang lain, menghargai perbedaan karena Tuhan menciptakan alam semesta dan kita semua itu tidak satu tapi berbeda-beda, dan kita saling mengenal dan terjadi persaudaraan yang baik. Termasuk di Sumatra Utara ini, menjadi intropeksi dari kita semua termasuk anggota masyarakat untuk lebih menekankan pendidikan agama yang benar di rukun kita masingg-masing. Termasuk juga tugas dari aparat Pemerintah terutama Polri untuk bisa memantau pergerakan masyarakat, hingga sebelum ada tindakan seperti itu bisa dicegah. Ini memang dampak dari pencegahan, densus dengan menangkap banyak orang, sehingga ada tindakan yang putus asa, balas dendam, dan melakukan tindakan-tindakan seperti itu.

Yang kedua, kita tidak boleh longgar, saya boleh bercerita tentang pengalaman saya, ketika saya menjadi Wali Kota Blitar, satu ketika ada seorang satu rumah itu digeledah densus, dia keluarga ini tertutup sekali tetapi dia bekerja di salah satu BUMN, begitu saya datang saya marah, yang saya marahin dan kasih tindakan itu RT nya, sama tetangga kiri dan kanan, kenapa tidak peduli. Begitu melihat perilaku seperti itu dan dia bukan orang disitu, dia baru enam bulan disitu, tetapi satu keanehan bahwa yang perempuan tidak pernah keluar sama sekali, yang beraktifitas selalu suaminya, dan tidak pernah bersosialisasi. Saya bilang sama RT nya bagaimana pun itu warga kamu, maka kamu harus kunjungi. Tetapi saat itu mereka sudah tidak disitu. Saya bilang kita kecolongan, pengamanan itu ada di lingkungan yang terkecil, di RT, tetangga kiri kanan. Pada saat itu saya sampaikan kepada tokoh masyarakat disitu, minimal tokoh agama atau lurah disitu, semua RT, RW, tokoh masyarakat kami kumpulkan, akhirnya semua dijaga dan dikontrol.

T : Untuk dari pemerintah sendiri bagaimana, apakah perlu peningkatan program untuk mencegah radikalisme dan terorisme ?

D : Kalau untuk program radikalisasi kan membutuhkan biaya yang besar, tapi menurut saya tidak bisa dia tunggal tetapi ini harus menjadi program khusus tersendiri yang terkoordinasi berbagai lembaga kementerian dan tokoh-tokoh masyarakat. Misalnya dengan kementerian pendidikan, agama, kemendagri, yang berkaitan dengan kepolisian pasti, dengan densus pasti, tokoh masyarakat pasti.

Satu pengalaman lagi, di Jakarta maka kami menggandeng FKUB bersama-sama dengan kepolisian dan tokoh masyarakat untuk membuat “Sekolah Bina Damai” yang melibatkan tokoh masyarakat dari beragam agama, inilah Indonesia, kita ini beragam. Makanya saya minta ke teman-teman, Kepala Daerah di Sumatra Utara dari kita untuk bekerja sama yang baik dengan FKUB untuk menghempang paham-paham yang tidak benar yang disebut dengan diracuni ideologi kegelapan.

T : Radikalisme ini apa bisa kita hempang dengan empat pilar kebangsaan?

D : Itu salah satu, berati kan ada sistem nilai ideologi Pancasila masih belum masuk dan terinternalisasi dalam masyarakat kita. Jaman dulu ada PPIP maka itu mempunyai peran yang sangat penting. Untuk bisa meninternalisasikan pendidikan moral Pancasila ini dilingkup pendidikan maupun dilingkup pemerintah. Makanya masih diproses tentang Perencanaan Undang-Undang tentang PPIP sehingga PPIP itu mempunyai jalur sampai ke tingkat kabupaten dan kota. Ini pentingnya kita untuk memahami ideologi Pancasila. Negara kita bukan didasarkan kepada agama, negara kita mempunyai ideologi namanya Pancasila, Indonesia bukan negara agama, Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan dasar negara Pancasila.

Kita rubah ya, saya ke Dapil saya ketemu dengan anak-anak muda, kami berdiskusi dengan para aktivis ya yang tergabung didalam namanya kelompok Cipayung Plus, mereka jadi narasumbernya, sehingga kita bisa mendengar bagaimana persepsi, bagaimana pemikiran anak muda kita, kemarin di Asahan kita lakukan seperti itu kemudian di DPD juga kami undang mereka dari GMNI, HMI, MII, GMKI, kita ngomong seperti itu, its oke, ini tugas dan tanggung jawab kita semua.

T : Selain aksi terorisme ini, kemarin sempat berkembang wacana bahwa Presiden dipilih tiga periode ?

D : Memang ada wacana seperti itu, Undang-Undang Negara kita sudah jelas pasal 7, Presiden dan Wakil Presiden memangku jabatan 5 tahun, dan sesudahnya dapat dipilih lagi hanya untuk satu kali periode. Itu sudah fix, bahwa Presiden itu cuma dua periode. Tapi ada pertanyaan bisa gak itu di rubah? Ya bisa saja, tetapi ada gak niat untuk merubah itu, saya katakan tidak, tetap dua periode.

Kita ingin beri penegasan bahwa arah pembangunan negara kita ini jangan tergantung kepada orang per orang. Kita harus bersangga kepada sistem, kenapa ada muncul seperti ini, karena ada kekhawatiran, setelah pak Jokowi apakah yang sudah diletakkan oleh pak Jokowi akan bisa dilanjutkan, ini hanya kekhawatiran. Oleh sebab itu, kita ini lagi menggodok supaya kita mempunyai yang disebut dengan Haluan Negara. Kita punya visi Indonesia 20 tahun ke depan seperti apa. Haluan Negara inilah yang menterjemahkan pelaksanaan pertama dari UUD 1945, dari situ maka visi misi Presiden, Gubernur, Bupati, Walikota itu sandarannya kepada Haluan Negara ini, sehingga apa yang sudah diletakkan oleh pak Jokowi akan dilanjutkan oleh penerusnya. Inilah yang kita rumuskan bersama, kalo PDI Perjuangan jelas menolak.

T : Ada titipan dari netizen bertanya di Live Streaming, per 1 April 2021 berlaku Peraturan Gubernur Sumut No 1 tahun 2021 yang isinya menaikkan petunjuk pelaksanaan pajak bahan bakar kendaraan bermotor atau PPBKB, peraturan ini berimbas pada kenaikan BBM non subsidi dari lima persen menjadi tujuh persen, bagaimana pendapat bapak tentang hal ini sebagai anggota DPR RI, apakah peraturan ini bijak dikeluarkan di tengah masa Pandemi yang belum berakhir?

D : Waduh, ini saya belum ke SPBU ya, nanti saya ke SPBU. Tapi menurut saya di cek saja. Setahu saya harga BBM itu, itu flat sama seluruh Indonesia, tidak bisa peraturan daerah atau kepala daerah yang membikin aturan sendiri. Yang kedua, kita cek, apakah Peraturan Gubernur itu sesuai atau berbeda dengan peraturan di atasnya. Pergub itu kan di bawah Perda, Perda itu kan di bawah Peraturan Pemerintah. Kita lihat di Peraturan Pemerintah ada Peraturan Menteri, kita lihat ini menyimpang atau tidak. Kalau bertentangan, maka itu harus di jalurin. Saya tidak tahu, karena saya baru dengar seperti ini, tapi ya aneh juga. Harusnya linear dong, jangankan di Sumatera Utara, BBM di Papua sama, di NTB sama, di Aceh juga sama. Inilah hebatnya pak Jokowi ini loh, penyamaan, kalau dulu kan tidak, tergantung berapa biaya transportasi sehingga harga BBM di Medan berbeda dengan Jayapura, pak Jokowi kan flat, sama semuanya ini bukan pekerjaan gampang loh, dengan cara seperti itu maka kita bisa menghempang mafia sindikat-sindikat yang dipenyediaan distributor BBM ini, begitu, di cek aja ya.

T : Kita kembali ke politik pak, tahun 2024 nanti kan akan Pemili Akbar, kalau dalam pandangan awam 2021 ke 2024 ini masih lama pak. Tapi dalam politik itu kan singkat, bagaimana kira-kira kesiapan PDI Perjuangan khususnya di Sumut, apakah sudah menyiapkan kader-kader atau non kader yang mumpuni untuk berlaga di Pilkada 2024 nanti?

D : Ya tahun politik itu 2024, disitu ada Pileg, Pilpres, dan Pilkada. Tetapi persiapan menuju 2024 itu sekarang kurang tiga tahun ya. Itu masa yang singkat sekali menurut saya, bukan masa yang panjang. Oleh sebab itu, persiapkan sebaik-baiknya.

Maka di Sumut ini mulai besok kita akan mulai lakukan konsolidasi, kita akan melakukan rapat kerja cabang sampai dengan bulan puasa. Setelah lebaran, kita akan melakukan rapat kerja daerah, baru Agustus akan rapat kerja nasional.

Nah di dalam rapat inilah kita akan bisa memetakan potensi-potensi itu, termasuk juga memprofile penempatan kader, kaderisasi, program-program kerja kita ke depan, kemudian membangun hubungan sinergis yang melaksanakan program-program kerakyatan secara terus menerus, sekarang pun kita sedang melakukan satu program kerja dalam rangka memperingati hari ulang tahun partai ke 48, dengan penanaman pohon, dengan pengobatan, dengan sepeda sehat, Juni kita sudah melakukan kegiatan dalam rangka mengisi Bulan Bung Karno sampai dengan Agustus nanti kemerdekaan, ini terus dilakukan.

Jadi kita fokus bahwa satu bulan ke depan kita rangkai di 33 kabupaten dan kota. Maka seluruh anggota DPD akan melakukan penugasan, termasuk saya. Ini penting ya untuk melakukan program-program kepartaian dan kerakyatan ke depannya.

(TRIBUN-MEDAN.COM) 

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved