Kisah Whitney dan Pentingnya Sekolah Khusus Penyandang Autisme di Indonesia

Sama dengan kebanyakan anak normal lain, penyandang autisme juga perlu kasih sayang dan perlakuan baik dari lingkungan sekitar.

DOK. White Light School
Keseruan anak-anak penyandang autisme bersama para tenaga pendidik di sekolah White Light (foto ini diambil sebelum masa pandemi Covid-19). 

TRIBUN-MEDAN.com – Sama seperti kebanyakan anak lainnya, Whitney (18) lahir secara baik dan normal. Menginjak usia tiga tahun, orangtua Whitney merasa ada yang tidak biasa dari putri mereka.

Keanehan Whitney itu terlihat ketika ia kesulitan bermain dengan teman-teman seusianya. Ia cenderung lebih senang bermain dan menghabiskan waktu sendiri.

Selain itu, ia juga sering tidak merespon ketika namanya dipanggil dan sering tidak bisa menatap mata lawan bicaranya.

“Waktu itu saya kira ada yang salah dengan pendengaran Whitney,” ungkap orangtua Whitney, Usli Sarsi ketika mengenang kejadian 15 tahun lalu.

Baca juga: 5 Fakta tentang Putra Dian Sastro yang Sempat Terkena Autisme, Begini Perjuangannya untuk Sembuh

Ia pun pergi ke dokter untuk memeriksakan kesehatan pendengaran Whitney. Namun, hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa kondisi pendengaran Whitney baik-baik saja.

Usli pun mulai khawatir. Berbagai cara dari medis hingga nonmedis telah ia tempuh untuk mengobati Whitney.

Para tenaga pendidik di sekolah White Light (foto ini diambil sebelum masa pandemi Covid-19).
Para tenaga pendidik di sekolah White Light (foto ini diambil sebelum masa pandemi Covid-19).

Pengobatan yang dijalani Usli tak hanya di Indonesia, tetapi juga sampai ke luar negeri. Namun, semua itu tak membuahkan hasil.

Sampai pada akhirnya seorang dokter di Malaysia menyimpulkan bahwa Whitney menyandang sindrom autisme kategori ringan.

“Ketika mendengar pertama kali seperti tidak percaya. Abang Whitney itu normal. Untuk memastikan pendapat dokter di Malaysia, saya pun berobat ke tempat lain. Namun, jawaban yang saya temui tetap sama,” cerita Usli sembari berkaca-kaca.

Baca juga: Sang Ibu Kaget Perlakuan Guru Usai Masukkan Alat Perekam ke dalam Tas Anaknya Idap Autisme

Mengetahui kondisi putrinya, Usli bersama istri terus mencari informasi tentang penyakit tersebut. Tidak seperti sekarang, 15 tahun lalu, informasi mengenai sindrom autisme tidak mudah diperoleh.

“Kadang berselisih paham dengan istri karena kondisi Whitney. Banyak persoalan muncul karena kami masih belum sepenuhnya menerima kondisi dia,” ujarnya.

Meski demikian, lanjut dia, perlahan-lahan ia mulai menyadari bahwa Whitney butuh kasih sayang. Akhirnya, bersama sang istri, Usli pun bertekad untuk mengobati Whitney hingga sembuh.

Perselisihan yang terjadi di antara keduanya perlahan-lahan mulai berkurang. Bahkan sampai saat ini sudah tidak pernah terjadi lagi.

Baca juga: Gadis 6 Tahun Ini Tulis Surat Setelah Saudaranya yang Menyandang Autisme Disebut Temannya Aneh

Dalam sebulan, Whitney harus menjalani terapi selama seminggu penuh. Ini perlu dilakukan selama dua tahun.

Usli dan istri pun harus rela pulang-pergi Medan-Malaysia untuk menemani Whitney menjalani masa pengobatan.

Halaman 1/3
Tags
autisme
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    Komentar

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved