KONDISI KPK Hari ini Jelang Pemecatan Novel Baswedan dkk,Pengamanan Berlebihan hingga Aksi Mahasiswa

Pada hari ini, Kamis (30/9/2021), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan memecat Novel Baswedan beserta 56 pegawai lainnya

Editor: Salomo Tarigan
Kolase Kompas
Ketua KPK Firli Bahuri dan Penyidik KPK Novel Baswedan yang ikut dipecat hari ini 

TRIBUN-MEDANG.com - Pada hari ini, Kamis (30/9/2021), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan memecat Novel Baswedan beserta 56 pegawai lainnya yang tak lulus asesmen tes wawasan kebangsaan (TWK) sebagai syarat alih status menjadi aparatur sipil negara (ASN).

Pantauan Tribunnews.com sekira pukul 11.16 WIB, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan ditutup aparat kepolisian.

Tali tambang dibentangkan di kedua sisi Jalan Kuningan Persada, lokasi Gedung Merah Putih KPK.

Hal itu membuat pengendara harus memutar arah.

Novel Baswedan
Novel Baswedan (KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG)

Tak luput, polisi juga menyiagakan sejumlah mobil taktis, antihuru-hara, pemadam kebakaran, hingga kawat berduri.

Sejumlah kendaraan tersebut disiagakan di sekitar jalan Kuningan Persada.

Baca juga: Hari Terakhir 56 Pegawai KPK, Yudi Purnomo Belum Tentukan Sikap Tawaran Jadi ASN Polri

Baca juga: AKHIRNYA BKN Angkat Bicara Kontroversi 56 Pegawai Dipecat KPK, Rencana Diangkat Jadi ASN Polri

Penjagaan gedung KPK bertepatan dengan hari pemecatan 57 pegawai yang dinyatakan tak lulus TWK, sejak surat pemberhentian ditandatangani oleh pimpinan KPK pertengahan September lalu.

Hari pemberhentian itu maju dari semula per 1 November sesuai SK 625 yang dikeluarkan pimpinan KPK terkait pemberhentian pegawai yang gagal TWK dalam peralihan menjadi ASN.

Di sisi lain, mahasiswa rencananya akan menggelar aksi damai di depan Gedung Merah Putih KPK bersamaan dengan hari pemecatan pegawai.

Aksi damai dilakukan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) di sejumlah wilayah dengan membakar lilin, termasuk di kantor KPK.

"Tanggal 30 (September) ini kemungkinan besar kita akan mengadakan bakar lilin serentak seluruh wilayah kita BEM SI," kata Koordinator Pusat Terpilih BEM SI Kaharudin, Rabu (29/9/2021).

BEM SI Siap Turun ke Jalan Lagi terkait pemecatan 56 pegawai KPK, Tuntut Firli Cabut SK 652
BEM SI Siap Turun ke Jalan Lagi terkait pemecatan 56 pegawai KPK, Tuntut Firli Cabut SK 652 (Tribunnews.com/Vincentius Jyestha)

BEM SI Akan Turun Massa Lebih Besar

Koordinator Pusat BEM SI Nofrian Fadil Akbar menegaskan pihaknya berjanji akan kembali turun ke jalan dengan massa yang lebih besar dan juga akan mengkonsolidasikan lebih masif lagi kampus-kampus untuk turun ke jalan.

Bukan tanpa sebab, aksi itu akan dilakukan imbas kekecewaan mahasiswa terhadap KPK yang acuh pada penyampaian aspirasi mereka.

"Ini sebagai bentuk kekecewaan terhadap aparat yang menghalangi aksi maupun pihak KPK yang acuh terhadap massa aksi," ujar Nofrian, dalam konferensi pers di Kampus Universitas Negeri Jakarta, Rabu (29/9/2021).

Seperti diketahui, aliansi BEM Seluruh Indonesia melakukan aksi nasional Selamatkan KPK di depan gedung Merah Putih KPK pada Senin (27/9) kemarin.

Massa aksi BEM SI menuntut Ketua KPK Firli Bahuri agar segera mencabut SK 652 dan SK Pimpinan KPK tentang Pemberhentian 57 Pegawai KPK yang dikeluarkan pada tanggal 13 September 2021.

Nofrian menilai pemberhentian 57 pegawai KPK yang berdasarkan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) cacat formil serta terindikasi adanya unsur pelecehan seksual, rasisme serta mengganggu hak privasi dalam beragama.

“Kami melihat Tes Wawasan Kebangsaan ini menjadi alat penyingkiran pegawai KPK serta upaya pelemahan pemberantasan korupsi secara massif dan sistematis," katanya.

"Karena hal tersebut kami mendesak agar Presiden bertanggungjawab serta menuntut Ketua KPK Firli Bahuri untuk mundur karena telah gagal dalam menjaga integritas dan marwah KPK dalam pemberantasan korupsi," imbuhnya.

Aliansi BEM SI, kata dia, juga menuntut agar KPK menjaga semangat pemberantasan korupsi berupa penuntasan secara adli dan transparan, terutama penyelesaian kasus-kasus yang saat ini sedang terjadi.

"Seperti kasus Bantuan Sosial (Bansos), Benih Lobster, Suap Ditjen Pajak serta penuntasan kasus seperti penangkapan Harun Masiku dalam kasus Suap KPU dan BLBI," katanya.

Selain itu, Nofrian mengatakan BEM SI kecewa pula pada pihak Kepolisian karena telah menghalangi aksi dengan melakukan blokade sejauh 200 meter dari Gedung Merah Putih KPK.

Padahal sejatinya aksi mereka kala itu akan dilakukan di depan Gedung Merah Putih KPK.

"Kami juga menyayangkan sikap pihak KPK yang tidak menemui pihak massa aksi BEM SI, baik Ketua KPK yang mendadak beralasan sedang kunjungan kerja ke Jambi, maupun perwakilan KPK lainnya," tandasnya.

Surat untuk Jokowi 

Sejumlah elemen masyarakat mendatangi kantor Sekretariat Negara (Setneg) di Jakarta Pusat, Rabu, (29/9/2021).

Mereka mengantarkan surat untuk ditujukan kepada Presiden terkait dengan penyingkiran 56 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Ada 1505 surat yang pada intinya menuntut pada Presiden Republik Indonesia sebagai kepala pemerintahan, sebagai kepala ASN untuk menyelesaikan kasus penyingkiran 56 pegawai KPK," kata Direktur LBH Jakarta, Arif Maulana di Komplek Sekretariat Negara.

Arief mengatakan, Presiden Jokowi harus mendengar suara atau aspirasi masyarakat terkait masalah penyingkiran 56 pegawai KPK melalu tes wawasan kebangsaan yang dinilai abal-abal tersebut.

Presiden harus turun tangan memulihkan kepegawaian 56 pegawai KPK tersebut.

"Kita minta kepada presiden untuk segera menindaklanjuti rekomendasi dari Komnas HAM RI, rekomendasi ombudsman, agar teman-teman diangkat sebagai ASN, sebagaimana revisi undang-undang 19 tahun 2019 dan aturan pelaksananya," katanya.

Arif mengatakan surat dikirim dari berbagai elemen masyarakat mulai dari akademisi, serikat buruh, mahasiswa, jaringan masyarakat miskin-kota, dan paralegal.

"Termasuk juga dari temen temen koalisi bersihkan Indonesia," pungkasnya.

Pernah Dicap Merah Disetujui Jokowi Direkrut Kapolri

Polemik pemecatan pegawai 56 KPK dengan dalih tak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) memasuki babak baru.

Pelaksanaan TWK itu sendiri dianggap penuh kontroversial hingga pegawai yang dipecat melaporkan pimpinan KPK baik ke Dewas maupun ke kepolisian.   

5 Pimpinan KPK: Ketua KPK Firli Bahuri beserta keempat wakilnya, Alexander Marwata, Lili Pintauli Siregar, Nawawi Pomolango dan Nurul Ghufron.
5 Pimpinan KPK: Ketua KPK Firli Bahuri beserta keempat wakilnya, Alexander Marwata, Lili Pintauli Siregar, Nawawi Pomolango dan Nurul Ghufron. (KOMPAS.com/Ardito Ramadhan D)

Teranyar, Pegawai KPK yang dianggap 'tak berwawasan kebangsaan' hingga pernah dilabeli 'merah' oleh pimpinan KPK, justru akan direkrut lembaga Polri.

Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo mengirim surat kepada Presiden Joko Widodo terkait 56 pegawai KPK yang tak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).

Surat itu berisi permohoan izin agar 56 pegawai KPK tersebut diangkat menjadi aparatur sipil negara (ASN) di Bareskrim Polri.

Pengamat Politik sekaligus Direktur Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti mengaku terkejut dan terhentak terkait permintaan Kapolri tersebut.

Apalagi, kata Ray, Kapolri telah mendapat sinyal positif dari presiden untuk merekrut 56 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos TWK untuk menjadi ASN Polri.

Baca juga: AKHIRNYA Mahfud MD Bicara Kontroversi Pemecatan 56 Pegawai KPK terkait TWK Bisa Diakhiri

Lalu, bagaimana menyikapi hal ini?

Menurut Ray, hal itu justru memperkuat temuan Komnas HAM, Komisi Ombudsman serta protes publik bahwa penyelenggaraan TWK peralihan status staf KPK menjadi ASN tidak didasarkan pada penilaian yang objektif.

"Alih-alih objektif, pelaksanaan itu seperti dipaksakan, dan dibuat dengan dasar aturan yang lemah," kata Ray dalam keterangannya, Rabu (29/9/2021).

Akibatnya, kata Ray, terdapat banyak kejanggalan pada hasilnya yang justru memantik protes masyarakat Indonesia.

Baca juga: SELAMA INI DIAM Dibilang Takut Istri, Nathalie Holscher Galak? Sule Muak, Kini Malah Geram Hal Ini

Sebab, jika benar masalah pegawai KPK ini ada pada wawasan kebangsaan, niscaya pintu lapangan kerja di instansi pemerintah manapun, dengan sendirinya, tertutup bagi mereka.

"Inilah pokok sebab dari banyak protes masyarakat itu: bagaimana KPK memberlakukan staf yang sudah membuktikan darmanya bagi negeri ini malah berujung dinilai tidak memiliki wawasan kebangsaan," ucap Ray.

 Novel Baswedan kembali ke Polri? Inilah Daftar Pegawai KPK Pernah Berkarier di Kepolisian

"Jelas, sangat menusuk hati karena hal ini seperti penghinaan bagi staf KPK yang dinyatakan tidak lolos TWK dan sulit diterima akal sehat," tambahnya.

Selain itu, Ray menyebut jika menyambut baik usulan Kapolri tersebut. Sekaligus hal ini, kiranya, dapat memulihkan nama baik para staf KPK yang distempel tidak memiliki wawasan kebangsaan tersebut.

"Tak terperikan bagaimana perasaan mereka dan keluarga mereka mendapat stempel tak setia pada NKRI justru setelah belasan tahun mereka menjadi ujung tombak penegakan hukum bagi para penjahat negara. Benar-benar ironi KPK," bebernya.

Selain untuk memulihkan nama baik mereka, penempatan mereka sebagai ASN Polri khusus dibidang tipikor tentu sesuai dengan keahlian yang telah mereka asah selama belasan tahun.

Mereka bukan saja ahli dalam mengejar koruptor dan membongkar korupsinya, tapi lebih dari itu, mereka kita kenal memiliki integritas yang tinggi untuk tugas yang sebenarnya sangat mudah mereka terjerembab di dalamnya.

Baca juga: Novel Baswedan kembali ke Polri? Inilah Daftar Pegawai KPK Pernah Berkarier di Kepolisian

"Tidak mudah menciptakan aparatur negara dengan integritas moral tinggi seperti mereka justru berkubang di pusaran permainan uang dan kuasa. Maka keberadaan mereka di lingkaran penegakan hukum bagi koruptor adalah tepat," katanya.

Dan jauh lebih tepat lagi, jika presiden membatalkan hasil TWK dan sesegera mungkin menerima mereka kembali menjadi staf KPK.

"Keahlian dan integritas mereka yang tinggi akan jauh lebih optimal jika ditempatkan di KPK. Sehingga tujuan kita mencegah korupsi dan memburu koruptor akan lebih berdaya," ucapnya.

Baca juga: SELAMA INI DIAM Dibilang Takut Istri, Nathalie Holscher Galak? Sule Muak, Kini Malah Geram Hal Ini

Ray juga mendesak agar sesegera mungkin mengevaluasi kinerja BKN khususnya ketua BKN lama, Bima Haria Wibisana.

Sebab, di tangan merekalah kisruh ini bermula.

Uniknya, bukannya dievaluasi, malah yang bersangkutan diperpanjang masa baktinya sekalipun dalam status Plt ketua BKN.

Padahal, sesuatu ketentuan ASN, sejatinya ketua BKN adalah ASN aktif dari eselon Ia, sebagaimana dinyatakan dalam pasal 40 ayat (1) PP No 58 Tahun 2013.

"Sementara pak Bima sendiri telah memasuki Batas Usia Pensiun (BUP). Tentu saja hal ini bertentangan dengan semangat menciptakan sirkulasi ASN yang lebih kompetitif," jelasnya.

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata dilaporkan kepada Dewan Pengawas KPK karena diduga melanggar etik.

Laporan dugaan pelanggaran etik ini dilakukan oleh tujuh pegawai nonaktif yang menjadi perwakilan 57 pegawai KPK tidak lulus asesmen tes wawasan kebangsaan (TWK).

Tujuh orang tersebut adalah Harun Al Rasyid, Yudi Purnomo, Sujanarko, Aulia Postiera, Novel Baswedan, Rizka Anungnata, dan Rasamala Aritonang.

 AKHIRNYA Mahfud MD Bicara Kontroversi Pemecatan 56 Pegawai KPK terkait TWK Bisa Diakhiri

"Perbuatan Pimpinan KPK AM (Alexander Marwata) yang diduga sebagai pelanggaran terhadap kode etik dan pedoman perilaku adalah AM melakukan konferensi pers yang bermuatan pencemaran nama baik atau penghinaan bagi 51 pegawai nonaktif," kata Kepala Bagian Perancangan Peraturan dan Produk Hukum pada Biro Hukum nonaktif KPK Rasamala Aritonang lewat keterangan tertulis, Sabtu (21/8/2021).

Konferensi pers dimaksud yaitu saat Alexander mengumumkan 51 pegawai KPK tak lulus TWK tidak bisa lagi dibina.

 Novel Baswedan kembali ke Polri? Inilah Daftar Pegawai KPK Pernah Berkarier di Kepolisian

Dalam jumpa pers di Kantor Badan Kepegawaian Negara (BKN), Jakarta Timur, Selasa (25/5/2021), Alexander mengucapkan "sedangkan yang 51 orang, kembali lagi dari assessor, itu sudah warnanya merah dan tidak memungkinkan untuk dilakukan pembinaan."

Menurut Rasamala, pernyataan 'warnanya sudah merah dan tidak bisa dilakukan pembinaan' yang disematkan telah merugikan 51 orang pegawai KPK tidak memenuhi syarat menjadi aparatur sipil negara (ASN) tersebut.

Kapolri Akui TWK Bermasalah?

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo (Tribun-medan.com/HO)

Keputusan Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo untuk menarik 56 pegawai KPK yang gagal dalam Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) diapresiasi Guru Besar Universitas Gajah Mada (UGM) Profesor Sigit Riyanto.

Menurut Prof Sigit, Kapolri secara tak langsung mengakui bahwa Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang dilakukan oleh KPK tidak relevan.

“Artinya Kapolri mengakui TWK yang dilakukan oleh KPK tidak relevan dan tidak layak dijadikan pertimbangan atau syarat untuk alih status,” kata Prof Sigit Riyanto, kepada wartawan, Selasa (28/9/2021).  

Prof Sigit juga sebelumnya telah mengemukakan pendapat bahwa TWK tersebut selain tidak relevan juga tidak kredibel dan adil.

Bahkan, diduga terdapat kejanggalan dalam pelaksanaannya.

Baik dari tujuan, desain serta pelaksanaan TWK itu sendiri.

 Novel Baswedan kembali ke Polri? Inilah Daftar Pegawai KPK Pernah Berkarier di Kepolisian

 (Tribunnews.com/Ilham Rian Pratama/Fransiskus Adhiyuda/taufik ismail/Vincentius Jyestha)

 Baca Selanjutnya: Kpk

Baca Selanjutnya: Jokowi

Baca Selanjutnya: Surat untuk jokowi

Baca Selanjutnya: Pemecatan pegawai kpk

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved