Divonis Terima Suap, Mantan Bupati Labura Haji Buyung Kembali Didakwa Korupsi Dana PBB
Kharuddin Syah Sitorus alias Haji Buyung, mantan Bupati Labura kembali diadili dalam kasus tindak pidana korupsi
TRIBUN-MEDAN.COM,MEDAN - Mantan Bupati Labura, Kharuddin Syah Sitorus alias Haji Buyung baru saja divonis 1 tahun delapan bulan penjara, karena menerima suap korupsi biaya pemungutan Pajak Bumi Bangunan (PBB) dari Sektor Perkebunan pada Tahun Anggaran (TA) 2013, 2014 dan 2015 untuk Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Labura sebesar Rp 2,18 miliar lebih.
Setelah divonis, Haji Buyung kembali dihadapkan ke persidangan, dan didakwa melakukan korupsi dalam kasus yang sama.
Menurut Jaksa Penuntut Umum (JPU) Hendrik Sipahutar, dalam tiga tahun anggaran (TA) berturut-turut, Pemkab Labura ada menerima dana pemungutan PBB dari Sektor Perkebunan total Rp 2.510.937.068.
Uang itu kemudian diduga disalahgunakan Haji Buyung bersama beberapa stafnya.
Baca juga: Bupati Labura Ingatkan Warga Jangan Anarkis Pascakematian Ketua MUI, Minta Lakukan Doa Bersama
"TA 2013 Rp 1.065.344.300, Januari-Oktober 2014 Rp 529.678.578 dan November-Desember 2014 Rp 219.188.623. Serta Januari-November 2015 sebesar Rp 487.707.897. Sedangkan November hingga Desember Rp 209.017.897," kata jaksa, Senin (11/10/2021).
Namun, Haji Buyung yang saat itu menjabat sebagai Bupati Labura bekerja sama dengan sejumlah bawahannya.
Mereka adalah Ahmad Fuad Lubis selaku Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Labura TA 2014 dan 2015, Armada Pangaloan selaku Kepala Bidang (Kabid) Pendapatan pada dinas tersebut (sudah divonis bersalah) menyusun pembagian biaya pemungutan PBB sektor Perkebunan TA 2013 yang dituangkan dalam Surat Keputusan (SK) Kepala DPPKAD Kabupaten Labura dengan Nomor : 973/1311/DPPKAD-II/2013, tanggal 11 Desember 2013.
Selanjutnya terdakwa pun mengeluarkan SK Nomor : 973/281/DPPKAD-II/2013 tertanggal 9 Desember 2013 tentang Besaran Pembagian Biaya Pemungutan PBB sektor Perkebunan Tahun 2013 yang akan dijadikan dasar hukum untuk pembagian dana pemungutan PBB sektor Perkebunan sebagai uang insentif.
Baca juga: Dua Politisi PPP yang Terima Suap dari Mantan Bupati Labura Dituntut 8 Tahun
"Dengan komposisi Bupati mendapatkan 30 persen dari total biaya pemungutan, Wakil Bupati 15 persen, Sekretaris Daerah Sekda sebesar 5 persen dan DPPKAD 50 persen," ucap jaksa.
Tidak sampai di situ, pada TA 2014, terdakwa bahkan menerbitkan SK Nomor: 821.24/998/BKD/2014, tertanggal 12 Juni 2014, dimana dalam penggunaan biaya pemungutan PBB sektor Perkebunan dari Pemerintah Pusat tersebut, dibagi-bagikan atau disalurkan kepada pihak-pihak tidak berhak.
"Dengan tujuan memperkaya diri sendiri atau orang lain termasuk untuk diri sendiri terdakwa serta Armada Pangaloan dan H Faizal Irwan Dalimunthe," kata Hendri.
Selanjutnya kata Jaksa, Faizal Irwan Dalimunthe selaku Kepala DPPKAD Labusel menerbitkan SK Nomor: 973/1150/DPPKAD-II/2014 tertanggal 3 November 2014 tentang Pembagian Biaya Pemungutan PBB Sektor Perkebunan Tahun 2014 dengan rincian 30 persen, 15 persen, 5 persen untuk Bupati, Wakil Bupati dan Sekda.
Baca juga: Mantan Bupati Labura Divonis 18 Bulan Penjara, Lebih Rendah dari Tuntutan Jaksa
Sedangkan untuk Kepala Dinas (30 persen dari 50 persen dari total biaya pemungutan, Kabid Pendapatan 9 persen dari 50 persen, Kabid Anggaran, Akutansi dan Aset sebanyak 3 orang masing-masing 7 persen dari 50 persen, Kasi Pajak dan Retribusi 3 persen dari 50 persen, Kasi Pembinaan 3,5 persen dari 50 persen, Kasi pada Bidang Anggaran Akuntansi dan Sekretariat 7 orang masing-masing 5 persen dari 50 persen.
"Unsur staf pada Bidang Pendapatan 9 orang masing-masing 7 persen dari 50 persen, staf pada bidang anggaran, sekretariat akuntansi dan aset 12 orang masing-masing 6 persen dari 50 persen hingga para tenaga honorer, UPTD dan juru bayar 3 persen dari 50 persen total biaya pemungutan," beber Jaksa.
Berikutnya, di Tahun 2015 terdakwa juga menerbitkan SK tentang Pembagian Biaya Pemungutan PBB Sektor Perkebunan Nomor: 973/150/DPPKAD-II/2015 tertanggal 22 Juni 2015 juga dialokasikan kepada orang-orang tidak berhak, alias tidak sesuai dengan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
Baca juga: Sambil Menangis Bacakan Pembelaan, Mantan Bupati Labura yang Lakukan Suap Akui Pernah Main Judi