Dukung Konsep Kolaboratif untuk Bangun Kawasan Danau Toba
Konsep kolaboratif beberapa sektor dengan sektor pariwisata yang digagas Sandiaga Uno sangat perlu didukung
Tapi perkara transisi dari sektor usaha yang sudah eksis ke sektor pariwisata adalah perkara pilihan politik, yang bisa saja berubah di saat Jokowi dan Luhut Binsar Panjaitan tidak menjabat lagi di pemerintahan.
Jadi diperlukan pendekatan strategis, kooperatif, kolaboratif, dan humanis dengan toleransi rentang waktu transisi yang bisa diterima oleh para pihak, agar tidak ada yang merasa tersingkirkan oleh sektor pariwisata, yang notabene belum menjadi sektor dominan di Danau Toba.
3. Apresiasi kemauan pemerintah pusat & daerah
Sepatutnya apresiasi terhadap kemauan pemerintah pusat maupun daerah membangun industri multisektor yang kolaboratif tidak hanya memerhatikan satu aspek saja. Namun bagaimana dampak ekonomi, lingkungan dan sosial bisa saling mendukung satu dan lainnya. Hingga dapat memberikan ruang gerak ekonomi untuk masyarakat lokal yang terlibat dan terbukanya lapangan kerja yang seluas-luasnya.
4. Pendekatan kolaboratif dengan kearifan lokal
Sebagaimana diproposisikan oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, di Danau Toba pun, di mana prioritas pada sektor pariwisata akan menekan sektor peternakan perikanan ikan tilapia atau chicken of water yang terbukti memang sudah berhasil mengisi pundi-pundi pegiat UMKM dan masyarakat setempat selama ini merasakan manfaatnya, diperlukan pula pendekatan kolaboratif antara sektor pariwisata dengan peternakan ikan tilapia.
Keramba-keramba yang telah direlokasi dan ditata juga bisa dipadukan dengan sektor pariwisata, dengan adaptasi lokasi keramba menjadi lokasi wisata edukasi peternakan keramba atau lokasi wisata panen ikan tilapia, lokasi wisata pengolahan ikan tilapia, atau lokasi wisata kuliner ikan tilapia, dan lainnya dengan kearifan lokal yang dikemas dengan menarik.
5. Optimisme Pengembangan SDM
Optimisme untuk mengenalkan wisata berbasis edukasi sektor perikanan di area sekitar operasional keramba-keramba di Danau Toba yang ditata ke depannya dapat memberikan peluang kesejahteraan pengembangan SDM dan menghadirkan kebersamaan di level akar rumput.
Selain itu, dengan pemanfaatan potensi perikanan dan pariwisata, yang dapat memperkuat konservasi perikanan juga diharapkan dapat meningkatkan kontribusi dari berbagai aspek peningkatan lapangan pekerjaan, ketahanan pangan dan pendapatan negara bukan pajak (PNPB).
Baca juga: Bukit Indah Simarjarunjung, Lokasi Wisata yang Cocok untuk Melihat Keindahan Danau Toba
Dari poin di atas, pemerintah sebaiknya tidak berfikir zero sum game (saling menyingkirkan) atas sektor peternakan ikan tilapia yang telah direlokasi alias pemerintah sangat tidak elok berfikir tentang bagaimana caranya agar keramba-keramba bisa hilang sesegera mungkin di Danau Toba, tapi justru berfikir bagaimana caranya agar usaha peternakan ikan tilapia bisa berkolaborasi dengan sektor pariwisata, sembari mencari cara atau mengupayakan teknologi baru atau terobosan baru agar sisi pelestarian lingkungannya tetap bisa diupayakan secara terencana dan bertahap.
Mengapa? Karena sejatinya Danau Toba bisa mendapat dua keuntungan sekaligus dengan mengolaborasikan kedua sektor tersebut.
Danau Toba masih bisa bermimpi sebagai daerah penghasil komoditas ekspor berupa olahan ikan tilapia (fillet frozen) berkelas dunia yang mendatangkan devisa di satu sisi (bahkan sangat perlu ditingkatkan), tapi juga tetap bisa menjadi destinasi wisata kelas dunia di sisi lain.
Secara ekonomi, kolaborasi semacam ini akan jauh lebih produktif dalam meningkatkan kontribusi kedua sektor terhadap PDRB daerah, PDB nasional, dan exposure ekspor nasional. Jadi jika demikian, mengapa harus saling menyingkirkan, dan bukankah justru lebih strategis jika berkolaborasi?
