Breaking News

Korupsi Dana Pemungutan PBB

Mantan Bupati Labura Dituntut Cuma 1,5 Tahun Korupsi Dana Pemungutan PBB

Mantan Bupati Labura, Kharuddin Syah Sitorus atau Haji Buyung dituntut cuma 1,5 tahun penjara oleh jaksa penuntut umum (JPU)

Editor: Array A Argus
TRIBUN MEDAN/GITA NADIA PUTRI TARIGAN
Sidang tuntutan dugaan korupsi pemungutan Pajak Bumi Bangunan (PBB) dari Sektor Perkebunan, dengan terdakwa Mantan Bupati Labuhan Batu Utara H. Kharuddin Syah alias H. Buyung dituntut 1,5 tahun penjara di Pengadilan Negeri Medan, Senin (10/1/2022). 

TRIBUN-MEDAN.COM,MEDAN- Mantan Bupati Labuhanbatu Utara (Labura), Kharuddin Syah Sitorus alias Haji Buyung dituntut cuma satu tahun dan enam bulan penjara, karena korupsi dana pemungutan PBB (Pajak Bumi Bangunan) sektor perkebunan. 

Menurut jaksa penuntut umum (JPU), Haji Buyung merugikan negara sebesar Rp 2,18 miliar.

"Menuntut supaya majelis hakim menjatuhkan terdakwa H Kharuddin Syah Sitorus alias Haji Buyung dengan pidana penjara 1 tahun 6 bulan, denda Rp100 juta, subsidar 3 bulan kurungan," kata JPU Kejati Sumut, Hendri Edison Sipahutar, Senin (10/1/2022).  

Baca juga: Korupsi Dana PBB Rp 2,8 Miliar Labura, Saksi Sebut Atas Perintah dan Persetujuan Haji Buyung

Dikatakan JPU, adapun yang memberatkan, perbuatan terdakwa tidak mendukung upaya pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.

"Sedangkan hal meringankan, terdakwa belum pernah dihukum, sopan selama persidangan dan telah mengembalikan kerugian keuangan," katanya.

Perbuatan terdakwa terbukti melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi  jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Usai mendengar tuntutan jaksa, majelis hakim yang diketuai Saut Maruli Tua menunda sidnag pekan depan dengan agenda nota pembelaan (pledoi).

Dalam dakwaan JPU Hendrik Sipahutar disebutkan, bahwa dalam 3 Tahun Anggaran (TA) berturut-turut, Pemkab Labura ada menerima dana pemungutan PBB dari Sektor Perkebunan total Rp 2.510.937.068.

Baca juga: Diduga Korupsi Hingga Rp 2 Miliar Lebih, Napi Koruptor Mantan Bupati Labura H Buyung Disidang Lagi

Uang tersebutlah yang kemudian disalahgunakan Haji Buyung bersama beberapa stafnya.

"TA 2013 Rp 1.065.344.300, Januari-Oktober 2014 Rp 529.678.578 dan November-Desember 2014 Rp 219.188.623. Serta Januari-November 2015 sebesar Rp 487.707.897. Sedangkan November hingga Desember Rp 209.017.897," kata jaksa.

Namun Haji Buyung yang saat itu menjabat sebagai Bupati, bekerja sama dengan sejumlah bawahannya yakni Ahmad Fuad Lubis selaku Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Labura TA 2014 dan 2015.

Armada Pangaloan selaku Kepala Bidang (Kabid) Pendapatan pada dinas tersebut (sudah divonis bersalah) menyusun pembagian biaya pemungutan PBB sektor Perkebunan TA 2013 yang dituangkan dalam Surat Keputusan (SK) Kepala DPPKAD Kabupaten Labura dengan Nomor : 973/1311/DPPKAD-II/2013, tanggal 11 Desember 2013.

Selanjutnya terdakwa mengeluarkan SK Nomor : 973/281/DPPKAD-II/2013 tertanggal 9 Desember 2013 tentang Besaran Pembagian Biaya Pemungutan PBB sektor Perkebunan Tahun 2013 yang akan dijadikan dasar hukum untuk pembagian dana pemungutan PBB sektor Perkebunan sebagai uang insentif.  

Baca juga: Divonis Terima Suap, Mantan Bupati Labura Haji Buyung Kembali Didakwa Korupsi Dana PBB

"Dengan komposisi Bupati mendapatkan  30 persen dari total biaya pemungutan, Wakil Bupati 15 persen, Sekretaris Daerah Sekda sebesar 5 persen dan DPPKAD 50 persen," ucap Jaksa.

Tidak sampai di situ, pada TA 2014 terdakwa bahkan menerbitkan SK Nomor: 821.24/998/BKD/2014, tertanggal 12 Juni 2014, dimana dalam penggunaan biaya pemungutan PBB sektor Perkebunan dari Pemerintah Pusat tersebut, dibagi-bagikan atau disalurkan kepada pihak-pihak tidak berhak.

"Dengan tujuan memperkaya diri sendiri atau orang lain termasuk untuk diri sendiri terdakwa serta Armada Pangaloan dan H Faizal Irwan Dalimunthe," kata Hendri.

Selanjutnya kata Jaksa, Faizal Irwan Dalimunthe selaku Kepala DPPKAD Labusel  menerbitkan SK Nomor: 973/1150/DPPKAD-II/2014 tertanggal 3 November 2014 tentang Pembagian Biaya Pemungutan PBB Sektor Perkebunan Tahun 2014 dengan rincian 30 persen, 15 persen, 5 persen untuk Bupati, Wakil Bupati dan Sekda.  

Sedangkan untuk Kepala Dinas (30 persen dari 50 persen dari total biaya pemungutan, Kabid Pendapatan  9 persen dari 50 persen, Kabid Anggaran, Akutansi dan Aset sebanyak 3 orang  masing-masing 7 persen dari 50 persen, Kasi Pajak dan Retribusi 3 persen dari 50 persen, Kasi Pembinaan 3,5 persen dari 50 persen, Kasi pada Bidang Anggaran Akuntansi dan Sekretariat 7 orang masing-masing 5 persen dari 50 persen.

"Unsur staf pada Bidang Pendapatan 9 orang masing-masing 7 persen dari 50 persen,  staf pada bidang anggaran, sekretariat akuntansi dan aset 12 orang masing-masing 6 persen dari 50 persen hingga para tenaga honorer, UPTD dan juru bayar 3 persen dari 50 persen total biaya pemungutan," beber Jaksa.

Berikutnya, hal serupa juga terjadi di Tahun 2015 terdakwa juga menerbitkan SK tentang Pembagian Biaya Pemungutan PBB Sektor Perkebunan Nomor: 973/150/DPPKAD-II/2015 tertanggal 22 Juni 2015 juga dialokasikan kepada orang-orang tidak berhak, alias tidak sesuai dengan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.

Diketahui sebelumnya bahwa H Buyung pada April 2021 lalu telah divonis (terpidana) 1,5 tahun penjara di Pengadilan Tipikor Medan karena terbukti bersalah, memberikan suap kepada staf di Kemenkeu RI agar usulan pembangunan RSU yang baru di Aekkanopan ditampung dalam Dana Alokasi Khusus (DAK) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara-Perubahan (APBN-P) TA 2017 dan APBN TA 2018.(cr21/tribun-medan.com)

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved