Kisah Murtede Jadi Tersangka setelah Bunuh 2 Begal, Pakar Hukum Bilang Polisi Harus Lepaskan
Jalannya memang gelap sehingga istrinya menyuruh Murtede bawa pisau dapur untuk jaga-jaga.
TRIBUN-MEDAN.com, LOMBOK TENGAH - Murtede alias Amaq Sinta (34) membunuh dua dari empat begal yang mengadangnya di Jalan Raya Desa Ganti, Kecamatan Praya Timur, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), Minggu (10/4/2022) dini hari sekitar pukul 24.00 Wita.
Ketika itu, Murtede hendak mengantar makanan dan air hangat dalam termos untuk keluarga yang tengah menjaga ibunya yang sakit dan dirawat di rumah sakit di Lombok Timur.
Di perjalanan yang sepi dan gelap itu, Murtede diikuti oleh empat orang, yang ternyata begal.
Para begal terus mendekat, menyerempet motor Murtede. Namun, dia masih bisa menghindar, hingga akhirnya mereka mengadang Murtede yang seorang diri.
"Jalannya memang gelap, istri saya menyuruh saya bawa pisau dapur untuk jaga-jaga. Saya bawa. Di tengah jalan saya diadang, ditanya mau ke mana dan langsung ditebas tangan saya, kemudian punggung serta pinggang saya ditebas menggunakan samurai," kata Murtede saat ditemui di rumahnya di Dusun Matek Maling, Desa Ganti, Kecamatan Praya Timur, Lombok Tengah, Kamis (14/4/2022).
Karena diadang, Murtede terpaksa turun dari motor. Ia turun dari arah kiri dan langsung ditebas seorang begal yang berbadan besar sebanyak dua kali.
Begal lainnya juga turun dari motor dan ikut menyerang Murtede.
"Saya melawan, daripada saya mati. Saya pakai pisau dapur yang kecil, tapi karena mereka yang duluan menyerang saya membela diri. Seandainya dia tidak melakukan kekerasan pada saya dan mengadang, saya ingin lari. Tapi dia justru menebas saya berkali-kali," katanya.
Dengan pisau dapur itu, Murtede alias Amaq Sinta menonjok seorang begal yang menyerangnya. Pisau dapur itu mengenai dada kiri begal.
Begal lainnya masih menyerang, sementara Amaq Sinta terus bertahan membela diri. Sampai akhirnya, dua dari empat begal menjauh sekitar 400 meter.
Seiring dengan itu, seorang begal mengambil sepeda motor milik Sinta. Murtede mengejar begal yang akan membawa kabur motor itu dan menusuknya dari arah belakang hingga terkapar.
Melihat dua rekannya roboh bersimbah darah, dua begal lainnya melarikan diri. Setelah itu, Murtede mengaku sempoyongan di tengah jalan dan bergerak ke pinggir jalan.
Beberapa kali ia berteriak minta tolong, namun tak ada satupun warga yang keluar menolongnya.
Setelah dini hari, barulah warga keluar beramai-ramai melihat dua begal bersimbah darah.
Murtede yang terduduk di tepi jalan diberi minum dan menceritakan apa yang dialaminya, hingga akhirnya pulang ke rumahnya di Dusun Matek Maling.
