Berita Sumut
MINTA Hukuman Diringankan, Mantan Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial Selawat di Depan Hakim
Syahrial yang membaca Salawat selama kurang lebih dua menit, sontak saja mencuri perhatian pengunjung sidang lainnya.
MINTA Hukuman Diringankan, Mantan Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial Selawat di Depan Hakim
TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Hal tak biasa terjadi di Pengadilan Negeri Medan.
Pasalnya, terdakwa perkara korupsi mantan Wali Kota Tanjungbalai dua periode Muhammad Syahrial, membacakan Salawat di hadapan hakim sebelum membacakan nota pembelaannya (pledoi) usai dituntut jaksa 4,5 tahun penjara.
Syahrial yang membaca Salawat selama kurang lebih dua menit, sontak saja mencuri perhatian pengunjung sidang lainnya.
"Sebelum saya menyampaikan nota pembelaan, saya ingin menyampaikan salawat, izin kepada Yang Mulia dan JPU," kata Syahrial yang mengikuti sidang secara daring.
Usai membaca Salawat Syahrial pun menyampaikan pledoinya yang berisi permohonan kepada Majelis Hakim agar diberikan hukuman seringan-ringannya karena beberapa alasan.
"Saya telah bersikap kooperatif dan telah membantu penyidikan KPK dalam mengungkap perkara pidana yang melibatkan Azis Syamsudin, Stepanus Robin, dan Maskur Husain," katanya.
Selain itu, Syahrial dalam pledoinya juga memohon agar Justice Collaborator yang diajukannya dapat dikabulkan Majelis Hakim.
"Permohona kepada Yang Mulia agar memberikan putusan seringan-ringannya, karena saya sudah kembalikan uang yang saya terima. Saya memiliki seorang istri dan tiga orang anak yang masih bayi," ucapnya.
Syahrial dalam pledoinya juga menyampaikan permintaan maaf kepada warga Tanjungbalai.
"Atas perbuatan saya yang menerima uang terimakasih Rp 100 juta yang diberikan Yusmada, saya memohon maaf kepada warga Tanjungbalai telah mencerminkan hal tidak baik kepada masyarakat," pungkasnya.
Usai mendengar pledoi, Tim JPU KPK menyatakan tetap pada tuntutannya, sehingga Majelis Hakim yang diketuai Eliwarti menunda sidang vonis hingga 18 Mei 2022 mendatang.
Diberitakan sebelumnya, Tim JPU dari KPK Amir Nurdianto menuntut terdakwa dengan pidana penjara selama 4 tahun 6 bulan, denda Rp 200 juta subsidair 4 bulan kurungan.
Tidak hanya itu, JPU juga menuntut terdakwa agar dikenakan pidana tambahan pencabutan hak dipilih dalam pemilihan jabatan publik selama 3 tahun.
Sementara itu dakwaan JPU menuturkan perkara ini bermula pada tahun 2019 lalu, saat terdakwa memanggil Sajali Lubis alias Jali selaku orang kepercayaannya untuk datang ke rumah dinasnya.