Sidang Kerangkeng Manusia

Jadi Saksi, Terbit Rencana Bantah Kerangkeng Manusia Miliknya, Justru Sebut Program Salah Satu OKP

Dalam persidangan tersebut Terbit Rencana Peranginangin dihadirkan menjadi saksi bersama adik kandungnya, Sribana Peranginangin.

Tribun Medan/Muhammad Anil Rasyid
Terbit Rencana Peranginangin (kanan bawah) menjadi saksi dalam persidangan kasus TPPO kerangkeng manusia yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Stabat, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, Selasa (27/9/2022).  

TRIBUN-MEDAN.com, LANGKAT - Persidangan perkara Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) Kerangkeng Manusia di rumah Bupati Langkat Nonaktif Terbit Rencana Peranginangin kembali digelar, Selasa (27/9/2022) di Pengadilan Negeri (PN) Stabat.

Dalam persidangan tersebut Terbit Rencana Peranginangin dihadirkan menjadi saksi bersama adik kandungnya yang juga Ketua DPRD Langkat, Sribana Peranginangin.

Terbit Rencana Peranginangin dan adiknya menjadi saksi terdakwa Terang Ukur Sembiring, Jurnalista Surbakti alias Uci, Rajisman Ginting dan Suparman Perangin-Angin.

Baca juga: Jaksa Bacakan BAP Saksi Ahli Sidang TPPO Kerangkeng Manusia di Langkat: Rehabilitasi Hanya Kedok

Ketua majelis hakim, Halida Rahardhini terlebih dahulu memeriksa saksi Terbit Rencana Peranginangin dengan menanyakan soal lokasi kerangkeng manusia yang berada di belakang rumahnya. 

"Ada perkebunan sawit di belakang rumah, milik orangtua, ada kolam, dan ada ada tempat pembinaan (kerangkeng) narkoba untuk organisasi Pemuda Pancasila (PP)," ujar Terbit melalui sambungan video teleconfrence dari gedung KPK. 

Lanjut Terbit, kerangkeng manusia tersebut dibangun untuk pemberantasan narkoba di Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat. 

"Yang membangun dulu ketua Pimpinan Anak Cabang (PAC) PP Kecamatan Kuala, Taruna Peranginangin yang masih saudara kakek dengan saya. Pembangunan ini merupakan program dari Majelis Pimpinan Wilayah (MPW) yang diketuai Pak Aweng ke PAC secara organisasi. Di mana menurut pandangan ketua PAC, anggota kita yang banyak penyalahgunaan narkotika. Namun saat ini Taruna sudah meninggal dunia," ujar Terbit. 

Sedangkan itu, majelis hakim bertanya soal izin pembangunan kerangkeng manusia di lahan perkebunan sawit milik orangtua Terbit. 

"Dapat izin dari orangtua saya, dan dari situ saya tau soal pembangunan tempat pembinaan ini," ujar Terbit. 

Terbit pun menambahkan, saat itu dirinya masih menjabat sebagai Ketua Majelis Pimpinan Cabang (MPC) Kabupaten Langkat. 

Baca juga: SEMBILAN Saksi Tak Hadir, Sidang Kerangkeng Manusia Milik Bupati Langkat Nonaktif Ditunda

Bupati Langkat nonaktif ini menambahkan, kerangkeng manusia ini sebelumnya merupakan gudang pangan ayam.

"Lupa kapan dibangun (kerangkeng). Dan sepengetahuan saya dibangun untuk Pemuda Pancasila yang melakukan pembinaan. Saya tidak ada hubungan dengan tempat rehab, Tidak saya yang menugaskan para terdakwa, dan tidak mengetahui teknik pembinaan," ujar Terbit.

Disinggung majelis hakim soal letak pabrik kelapa sawit PT DRP, Terbit mengakui hal itu dan mengakui jika dirinya sempat menjadi direktur utama. 

"Saya direktur utama PT DRP, sampai akhirnya pada tahun 2019 direktur diberikan ke Dewa Perangin-Angin putra saya sendiri. Pabrik ini lebih kurang satu kilometer dari rumah saya," ujar Terbit. 

Semenjak dirinya tak menjadi direktur, Terbit mengatakan, dirinya hanya menjadi penanam modal saja.

Terbit pun membantah jika ada penghuni kerangkeng yang dipekerjakan di PT DRP. 

"Tidak ada dipekerjakan orang pembinaan (kerangkeng) ke pabrik. Dan saya pun tidak tau dan tidak melihat ada penganiayaan maupun yang meninggal dunia," ujar Terbit.

Ketua majelis hakim menanyai soal anggaran kerangkeng manusia, Terbit menambahkan jika anggaran tersebut berasal dari organisasi Pemuda Pancasila, bukan dari pabrik kelapa sawit PT DRP.

"Sebelumnya pemeriksaan saksi, ada yang mengatakan jika Rp 10 juta per bulan dikeluarkan untuk tempat pembinaan (kerangkeng)," ujar Halida. 

Begitu juga soal pembangunan pagar rumah pribadi Terbit dan kadang hewan miliknya. Jika yang membangun ialah tukang yang sudah dibayar oleh Terbit. 

"Saksi sebelumnya juga mengatakan, jika yang membangun pagar, ada anak binaan (kerangkeng)," ujar Halida.

"Tidak yang mulia, tukang yang membangun yang telah dibayar," jawab Terbit. 

Bahkan Halida mengatakan, jika Terbit sering main ke kerangkeng manusia, dan meminta salah seorang penghuni untuk memijiti Terbit.

Baca juga: Sidang Kerangkeng Manusia di Langkat, Saksi Akui Dipukul Pakai Selang dan Dipekerjakan Tanpa Dibayar

"Keterangan satu anak binaan (kerangkeng), kalau saksi (Terbit) sering main ke pembinaan, malah saksi di pijit-pijiti," ujar Halida.

"Itu tidak benar yang mulia," jawab Terbit. 

Mengenai adik kandungnya Sribana Peranginangin yang disebut-sebut dalam persidangan, Terbit mengatakan tidak ada hubungan apapun antara Sribana dan kerangkeng manusia

"Sribana dan tempat pembinaan (kerangkeng) tidak ada hubungan apapun, tidak mungkin adik saya melakukan itu tanpa memberitahu saya," ujar Terbit. 

Kemudian Terbit menegaskan, jika dirinya hingga sampai saat ini masih menjabat sebagai ketua MPC PP Kabupaten Langkat. 

Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Indra Ahmadi Effendi Hasibuan bertanya kepada Terbit, siapa penghuni kerangkeng manusia pertama kali yang dibangun di belakang rumah pribadinya. 

"Seingat saya yang pertama kali masuk di pembinaan (kerangkeng? anggota pancasila saudara Amri, terdakwa Uci, terdakwa Terang, dan Marlin," ujar Terbit.

Sedangkan terdakwa Suparman Perangin-Perangin, ada hubungan keluarga dengan Terbit Rencana Perangin-Angin. 

"Taruna adalah orangtuanya Suparman," ujar Terbit. 

Indra pun menanyai soal izin kerangkeng manusia yang disebut-sebut Terbit sebagai tempat pembinaan organisasi Pemuda Pancasila yang terlibat penyalahgunaan narkoba. 

"Tidak tau ada izinnya, fasilitas penunjang, ketua PAC yang tau saya tidak tau. Struktur pembinaan saya juga tidak tau. Jumlah yang dibina saya tidak tau, tidak pernah saya campuri. Begitu juga soal surat pernyataan yang dibuat jika ada yang mau ditampung di tempat pembinaan," ujar Terbit.  

JPU juga menyingung soal mobil double cabin yang digunakan para terdakwa untuk mengantar penghuni kerangkeng ke pabrik kelapa sawit. 

"Itu double cabin mobil saya. Saya berikan untuk fasilitas organisasi, bukan untuk pembinaan (kerangkeng)," ujar Terbit. 

Indra kembali menegaskan soal Istilah anak kandang yang sering disebut-sebut oleh Terbit. Namun istilah itu dipakai karena, pada awalnya kerangkeng manusia tersebut merupakan tempat pakan ternak ayam.

"Dan anak kandang sering disebut untuk anggota Pemuda Pancasila yang sering berkumpul di sekitaran kandang," ujar Terbit. 

Setelah dilantik menjadi Bupati Langkat, Terbit mengakui jika dirinya baru sekali mengunjungi kerangkeng manusia tersebut.

"Setelah saya dilantik jadi bupati, pernah ke tempat pembinaan (kerangkeng) satu kali tahun 2021, dan membawa kadis kominfo. Dan kadis mengapresiasi dan saya memberitahu itu bukan milik saya. Tahun 2021 seingat saya sewaktu itu, saya tidak melihat keberadaan para terdakwa. Namun ada orang di dalam tempat pembinaan (kerangkeng), dan saat itu saya tidak tau berapa jumlahnya. Tidak memperhatikan tergembok atau tidak. Begitu juga, saya tidak melihat selang," ujar Terbit. 

Terdakwa Terang merupakan karyawan PT DRP yang menjabat sebagai kepala sortasi. 

"Saya tidak tau anak binaan dikerjakan dibagian sortasi. Surat pernyataan itu tidak pernah saya lihat, gitu juga surat keterangan penyerahkan ke tempat pembinaan," ujar Terbit. 

Sedangkan itu, saat ini Ketua PAC PP Kecamatan Kuala, dipimpin oleh Rasken Perangin-Angin. 

"Rasken tidak pernah sampaikan kepada saya sistem pembinaannya. Dan keempat terdakwa ini anggota Pemuda Pancasila," ujar Terbit. 

Mendengarkan keterangan saksi Terbit Rencana Perangin-Angin, keempat terdakwa membenarkannya. 

"Bagaimana terdakwa, benar keterangan saksi," ujar ketua majelis hakim.

"Keterangan saksi benar yang mulia," saut keempat terdakwa secara bergantian. 

Hingga sidang berakhir, saksi Sribana tak kunjung hadir.

"Sudah dipanggil secara patuh majelis, hari ini tidak hadir juga," ujar JPU. 

Persidangan TPPO pun dilanjutkan pada, Rabu (28/9/2022) dengan agenda pemeriksaan saksi Sribana. 

"Kalau tidak hadir juga, akan dipanggil paksa," ujar ketua majelis hakim.

(cr23/tribun-medan.com)
 

Sumber: Tribun Medan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved