Breaking News

Proyek Bermasalah

Pembangunan Balei Merah Putih Telkomsel Bermasalah, GSD: Tidak Perlu Dimunculkan Lagi

PT Graha Sarana Duta (GSD) minta masalah kejanggalan proyek bangunan Balei Merah Putih tak dimunculkan lagi

Editor: Array A Argus
HO
Balei Merah Putih, kantor Telkom di Siantar yang dibangun dengan dugaan korupsi tahun 2017 

TRIBUN-MEDAN.COM,SIANTAR- Proyek pembangunan Balei Merah Putih Telkomsel di Kota Siantar menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.

Ada sejumlah kejanggalan yang menurut BPK RI harus segera diselesaikan.

Satu diantara persoalan yang muncul dalam proyek ini adalah menyangkut adanya denda atas temuan kerugian negara yang tak ditagih dalam proyek pembangunan gedung BUMN  sebesar Rp 1,8 miliar. 

Menjawab hal tersebut, PT Graha Sarana Duta (GSD) minta masalah ini tidak lagi dimunculkan.

Baca juga: Pasangan Suami Istri Bobol Kantor Jasa Ekspedisi, Kompak Naik dari Atap Curi iPhone dan Uang

Alasannya, PT Graha Sarana Duta (GSD) sudah membayar denda tersebut ke kas negara. 

Menurut Simon Sirait, perwakilan PT SGD, mereka mengklaim sudah menyelesaikan segala rekomendasi BPK RI tersebut. 

“Sehubungan dengan adanya pemberitaan terkait temuan BPK terhadap denda atas proyek pembangunan gedung perusahaan, dapat kami sampaikan bahwa hingga saat ini Graha Sarana Duta selaku anak usaha Telkom yang mengelola properti perusahaan sudah menindaklanjuti dan menyelesaikan segala rekomendasi dari pihak BPK,” katanya, Selasa (31/1/2023).

Baca juga: BPK Temukan Denda Kerugian Negara Proyek Pembangunan Gedung BUMN di Siantar

“Dengan demikian apa yang menjadi kekhawatiran terhadap kerugian keuangan negara tidak perlu dimunculkan lagi.” kata Simon, Selasa (31/1/2023).

Sebagai anak usaha BUMN, Simon beralasan pihaknya akan menjaga kredibilitas dan nama baik perusahaan.

Apalagi PT Telkom Indonesia selaku induk usaha telah meraih penghargaan kategori pelaku usaha besar dalam Indonesia’s SDG’s Action Awards 2022. 

“Sebagai perusahaan terbuka yang dual listing, TelkomGroup mematuhi etika bisnis, compliance dan tata kelola perusahaan sesuai peraturan yang berlaku," pungkas Simon. 

Perjalanan Kasus

Berdasarkan audit BPK, pembanguanan gedung BUMN Pematang Siantar ternyata menuai persoalan sebagaimana disebut dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Tahun Buku 2017 sampai dengan Semester I tahun 2019 pada BUMN telekomunikasi nomor.34/AUDITAMA VII/PDTT/072021, tanggal 23 Juli 2021.

LHP BPK RI menyebutkan, pembangunan gedung BUMN di Siantar yang dikerjakan oleh PT GSD melalui surat perjanjian Nomor 4208/HK.810/OPS-10000000/201, tanggal 2 November 2017 sebesar Rp 57,9 miliar.

Baca juga: Proyek Pengerjaan Kantor Satpol PP Sergai Molor, Pemkab Denda Kontraktor

Adapun jangka waktu pengerjaan adalah 270 hari kalender terhitung dari tanggal 2 November 2017 sampai 29 Juli 2018.

“Pekerjaan dinyatakan selesai dikerjakan berdasarkan Berita Acara Serah Terima (BAST) Nomor.601/LG300/AMC-10000000/2018, tanggal 20 Augustus 2018 total dibayarkan sebesar Rp 57.952.757.688.00 (termasuk PPN),” bunyi temuan tersebut. 

Temuan BPK RI dari hasil pemeriksaan atas dokumen pengadaan dan pelaksanaan kontrak ada empat item diantaranya: Penunjukkan langsung pekerjaan pembangunan gedung BUMN di Siantar tidak sesuai dengan ketentuan Internal; Pekerjaan Pembangunan Gedung BUMN di Siantar ini disubkontrakkan tanpa persetujuan PT Telkom, dan terdapat keuntungan tidak sesuai ketentuan sebesar Rp 454 juta.

Baca juga: Proyek Infrastruktur di Dinas PUTR Asahan Tak Rampung Dikerjakan, Pemkab Asahan Akan Denda Pengusaha

Kemudian, pemborosan atas penggunaan subkontraktor minimal sebesar Rp 4,7 miliar; keterlambatan penyelesaian pekerjaan pembangunan gedung BUMN di Siantar belum dikenakan denda keterlambatan minimal sebesar Rp 1,1 miliar dan maksimal sebesar Rp 47,4 miliar.

Nilai tersebut di antaranya pekerjaan preliminary, yakni pekerjaan perencanaan desain dan tahap masa konstruksi/pengawasan, selanjutnya pekerjaaan bangunan utama yang dikerjakan PT Tekken Pratama (PT TP) melalui surat perjanjian nomor.151/HK.810//GSD-000/2017 tanggal 21 April 2017, menghabiskan anggaran sebesar Rp 51,9 miliar. 

Hasil pemeriksaan diketahui adanya keterlambatan penyelesaian kerja yang belum dikenakan denda sebesar Rp 1,8 miliar.

Ternyata prestasi pekerjaan tak sampai 100 persen.

Baca juga: Edy Rahmayadi tak Mau Bayar PT Waskita Karya Jika Proyek Rp 2,7 Triliun tak Sesuai Target

Kemudian, pertanggal 28 Februari 2018, prestasi pekerjaan hanya 92,01 persen, sehingga pembayaran pekerjaan sebesar Rp 47.771.592,00 (termasuk PPN).

Keterlambatan pekerjaan yang belum dikenakan denda sebesar Rp 1.880.853.920,00 

Angka tersebut didapat dengan rincian denda 2 persen dikali 59 hari keterlambatan dan dikali Rp 51.9 miliar dikali 33,7 persen. 

Menurut Pengamat Kebijakan Anggaran, Ratama Saragih, dirinya prihatin atas kinerja BUMN di Siantar ini, lantaran BUMN ini termasuk perusahaan yang sudah Go Publik.

Baca juga: Korupsi Dana Covid-19, Purnama Menangis saat Divonis 1 Tahun Penjara dan Denda Rp 50 Juta Rupiah

Artinya, perusahaan ini sudah profesionalitas dan layak jual syarat mutlak bagi perusahaan pelat merah ini.

“Semestinya tidak ada lagi temuan yang mengarah kepada konspirasi, pemufakatan jahat sehingga negara rugi,” kata Ratama, Minggu (8/1/2023).

Pemilik Sertifikat Rule Of The Ombudsman In Access To Justice ini menyatakan, bahwa jajaran pimpinan BUMN di Siantar harus melaksanakan tiga poin penting Rekomendasi BPK RI.

“Harusnya sanksi internal, sebagaimana yang sudah direkomendasikan BPK RI jika BUMN ini tak mau dicap sebagai sarangnya koruptor. Kita juga berharap peran APH dan APIP terkait mengawasi realisasi pengembalian kelebihan pembayaran uang negara,” kata Ratama.(tribun-medan.com)

Sumber: Tribun Medan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved