Tembus Pasar Mancanegara, UMKM Keloria Buktikan Dunia tak Selebar Daun Kelor
UMKM Keloria Moringa Jaya memproduksi produk herbal yang dipasarkan tidak hanya di Indonesia, tetapi juga berhasil menembus pasar mancanegara.
Penulis: Truly Okto Hasudungan Purba | Editor: Array A Argus
Hasilnya? Dengan pengeringan dingin, nutrisi lebih tinggi dan tidak rusak. Sedangkan di pengeringan di bawah sinar matahari, nutrisinya seperti vitamin C dan protein lebih banyak hilang.
“Nilai protein dengan pengeringan dingin mencapai 32,1 persen, padahal rata-rata 26 hingga 29 persen. Sedangkan untuk kalsium, nilai dengan pengeringan dingin mencapai 5.200 unit dibandingkan di bawah sinar matahari yang hanya memiliki kalsium 1.600-2.400 unit. Protein dan kalsium ini punya manfaat yang besar. Protein untuk otot dan kalsium bagus untuk tulang,” katanya.
Melihat hasilnya yang baik, Syahrani dan suaminya pun berpikir untuk mematenkan metode tersebut ke Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia Mereka lalu membawa bukti laboratorium pengeringan daun kelor dengan cara pengeringan dingin dan metode di bawah sinar matahari.
Setelah memenuhi semua persyaratan dan menunggu selama dua minggu untuk memastikan tidak ada pihak lain yang menggunakan metode yang sama secara komersial, metode pengeringan dingin pada daun kelor pun resmi dipatenkan dan mendapat surat pencatatan ciptaan per tanggal 6 Juni 2020.
“Kami (Keloria) yang pertama dan satu-satunya yang mempunyai metode pengeringan dingin daun kelor,” ujar Syahrani.
Banyaknya sertifikasi yang dimiliki Keloria berdampak kepada citra produk yang semakin baik di pasaran. Konsumen semakin yakin untuk mengonsumsi produk-produk daun kelor. Syahrani mulai rajin memasarkan produk-produknya secara tatap muka maupun online di media sosial.

Bangkit Pasca Pandemi, Berubah dari UD Menjadi PT Perseorangan
Pandemi Covid-19 yang melanda dunia memberi dampak besar di semua sektor, termasuk UMKM. Keloria mulai merasakan dampak sejak April 2020. Pembatasan sosial membuat sebagian besar karyawan harus dirumahkan dan tidak ada produksi yang maksimal. Penjualan produk-produk daun kelor pun mengalami penurunan.
Syahrani berpikir keras agar UMKM nya tetap bertahan di tengah pandemi. Melihat di masa pandemi, sabun pencuci tangan (hand sanitizer) dan disinfektan sangat dibutuhkan, Syahrani pun mengubah ruang produksi daun kelornya menjadi tempat mengolahan hand sanitizer dan disinfektan. Uniknya, hand sanitizer dan disinfektan ini tidak berbahan kimia melainkan berbasis tumbuhan dari sirih merah dan sirih hijau.
Produk hand sanitizer dan disinfektan ini mendapat sambutan yang baik. Beberapa rumah sakit dan Rumah Dinas Gubernur Sumut menggunakan produk disinfektan dari Keloria. Namun, di akhir tahun 2020, produksi ini berhenti menyusul keluarnya edaran dari Satgas Penanggulangan Covid-19 yang mensyaratkan penggunaan hand sanitizer dan disinfektan berbasis alkohol.
“Saya memilih tidak melanjutkan produksi hand sanitizer dan disinfektan karena harus menggunakan alkohol. Selama ini sistem produksi yang dimiliki Keloria berbasis nonalkohol. Ketika harus diganti menjadi basis alkohol, maka harus membangun sistem baru lagi. Sementara saat itu sedang krisis dan saya tidak memiliki modal yang besar,” katanya.
Di tengah kekosongan produksi, Keloria lolos kurasi Coaching Program for New Exporters (CPNE) yang diselenggarakan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) tahun 2021. Selama delapan bulan, Keloria Sehat ikut pelatihan dalam hal pengembangan usaha mikro, kecil, menengah (UMKM) dan koperasi demi mendapatkan produk-produk yang bernilai jual tinggi dan berorientasi ekspor.
Usai mengikuti pelatihan, Syahrani mulai menerapkan pengetahuan yang ia dapat. Berhubung penjualan secara langsung masih terhalang pembatasan sosial di masa pandemi, Keloria pun mulai menekuni penjualan secara online ke luar negeri. Syahrani juga memanfaatkan Google My Business untuk memasarkan produknya.
Pemasaran tersebut membuahkan hasil. Adalah Bayer Autralia yang menjadi konsumen luar pertama Keloria akhir November 2021. Syahrani mengaku tak menyangka ada perusahaan sebesar Bayer yang tertarik pada produk mereka.
“Ini yang menjadi tantangan bagi kami. Waktu itu Bayer pesan produk tepung daun kelor tidak banyak. Meski demikian, kami tetap mengirimkan produk dengan mengurus segala persyaratan dan dokumen yang dibutuhkan. Saya akui, saat itu proses pengiriman produk ke luar ngeri tidak mudah karena harus melewati banyak persyaratan. Tapi saya tak mau menyerah. Kami harus serius meskipun jumlah pesanannya hanya sedikit. Bayer sudah menjadi konsumen tetap dan melakukan pembelian setiap bulan,” terangnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.