Guru Dituntut Usai Aniaya Siswa
Empat Saksi Dihadirkan Dalam Sidang Guru Dituntut Rp 50 Juta, Korban Ngaku Dipukul Dipundak
Dalam kasus ini, guru honor bernama Akbar Sarosa dilaporkan oleh orang tua siswa, karena mengukum anaknya yang tak mau salat Jumat.
TRIBUN-MEDAN.COM, MEDAN - Empat orang saksi dihadirkan dalam persidangan dalam kasus pemukulan yang dilakukan guru SMKN 1 Taliwang, Nusa Tenggara Barat.
Keempat saksi ini adalah murid dari sekolah tersebut.
Dalam kasus ini, guru honor bernama Akbar Sarosa dilaporkan oleh orang tua siswa, karena mengukum anaknya yang tak mau salat Jumat.
Diketahui, seorang guru ini viral dimedia sosial lantaran dilaporkan orangtua murid yang tak terima anaknya dihukum.
Adapun siswa tersebut dihukum Akbar lantaran enggan melakukan salat berjamaah.
Baca juga: Celana Dalamnya Kena Bea Masuk Rp800 Ribu Padahal Dibeli Cuma Rp 140 Ribu, TKW Hongkong: Ambil Aja!
Sidang Akbar Sarosa digelar di Pengadilan Sumbawa, pada Rabu (11/10/2023).
Majelis hakim Pengadilan Negeri Sumbawa menggelar sidang pemeriksaan saksi yang meringankan terdakwa, guru honorer pendidikan Agama Islam SMKN 1 Taliwang, Rabu (11/10/2023).
Ratusan guru pendukung Akbar memadati ruang sidang yang dipimpin majelis hakim Oki Basuki pada pukul 13.30 Wita.
Setelah sidang saksi anak selesai, majelis hakim menggelar sidang secara terbuka.
Kepada Kompas.com, Juru Bicara Pengadilan Negeri Sumbawa, Saba'Aro Zendrato mengatakan sidang kali ini menghadirkan saksi yang meringankan terdakwa.
"Ada 4 saksi dihadirkan kali ini yaitu siswa dan guru di SMKN 1 Taliwang, Kasi Trantib Kantor Camat Kecamatan Taliwang, Kabupaten Sumbawa Barat dan saksi ahli pidana dan antropologi kriminal Dr Lahmuddin Zuhri," kata Saba'Aro. Dilansir Kompas.com, Kamis (12/10/2023).
Baca juga: DIHUJAT Usai Disebut Merendahkan Muridnya yang Bawa Bekal Ulat Sagu, Guru Ungkap Cerita Sebenarnya
Penasihat hukum terdakwa, Endra Syaifuddin dari LBH PGRI Sumbawa mengatakan, saksi dihadirkan adalah mereka yang melihat langsung peristiwa tersebut yaitu siswa SMKN 1 Taliwang, guru Agama Islam Pembina di SMK 1 Taliwang Muhammad Ridwan dan Kasi Trantib Kantor Camat Kecamatan Taliwang Risal.
"Kami hadirkan saksi yang melihat langsung peristiwa yaitu siswa dan guru SMKN 1 Taliwang. Kasi Trantib Kantor Camat Kecamatan Taliwang sebagai saksi saat mediasi dilakukan namun tetap berujung buntu karena orangtua korban minta uang Rp 50 juta," kata Endra.
Salah satu saksi, guru Agama Islam SMKN 1 Taliwang, Muhammad Ridwan mengaku sempat bertemu dengan korban A setelah peristiwa tersebut.
Korban A mengaku dipukul di bahu menggunakan tangan oleh guru Agama Islam, Akbar Sorasa, karena enggan melaksanakan shalat zhuhur berjamaah.
"A cerita sama saya, kalau dipukul dipundak pakai tangan oleh terdakwa," kata Ridwan di depan majelis hakim sidang kasus Perlindungan Anak yang menyeret Akbar Sorasa, guru honorer di sekolah tersebut.
Baca juga: VIRAL Mahasiswi Bercadar Dibully Sejumlah Mahasiswa di Kampusnya, Diejek lalu Ditertawakan
Ridwan lantas menanyakan alasan siswa tersebut dipukul oleh Akbar.
Namun, A mengaku tidak berbuat kesalahan saat itu.
"Saya tanya pada A, kenapa kamu dipukul ?" Tanya Ridwan, dan A saat itu menjawab bahwa ia tidak berbuat kesalahan.
Kemudian Ridwan mengajak A untuk segera shalat ke mushala tanpa melihat ada bekas memar di leher korban.
Sementara menjawab pertanyaan mejelis hakim soal kewajiban shalat zhuhur berjamaah di sekolah tersebut, Ridwan mengatakan hal itu telah menjadi peraturan sekolah.
"Siswa laki-laki diwajibkan shalat berjamaah. Ini peraturan sekolah," tandasnya.
Akibat kejadian itu, Ridwan mengaku tak menyangka kasus itu berbuntut panjang.
Baca juga: Penjelasan Stafsus Menkeu Soal Celana Dalam Seharga Rp200 Ribu Didenda Bea Cukai Rp800 Ribu
Diawali pada pukul 14.00 Wita pada hari kejadian tanggal 26 Oktobar 2022 ayah A datang ke sekolah.
Hingga keesokan hari dilaporkan kepada pihak kepolisian. Proses mediasi di sekolah dilakukan hingga tiga kali namun tidak ada kata sepakat.
Bahkan, ia mengakui bahwa orangtua korban meminta uang sebesar Rp 50 juta untuk berdamai. Namun Akbar sebagai guru honorer tidak menyanggupi permintaan dari orangtua korban.
Akibat peristiwa ini Akbar Sorasa dijerat Pasal 76C Jo Pasal 80 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UUPA) dengan ancaman hukuman 4 tahun penjara.
Artikel ini Tayang di Tribun Sumsel
Baca Berita Tribun Medan Lainnya di Google News
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.