Pilpres 2024

Megawati Semangat Dorong Hak Angket Dugaan Kecurangan Pilpres,Mahfud Bantah Target Lengserkan Jokowi

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri disebut sangat bersemangat untuk mendorong pembentukan Pansus Angket di DPR RI. 

HO
MENGINGAT Ucapan Megawati Sebut Jokowi Tak Ada Apa-Apanya Tanpa PDIP, Kini Dibalas Telak di Pilpres 

TRIBUN-MEDAN.com - Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri disebut sangat bersemangat untuk mendorong pembentukan Pansus Angket di DPR RI. 

Megawati mendukung anggota DPR RI di kubu Ganjar-Mahfud untuk menggunakan Hak Angket untuk menyelidiki dugaan kecurangan Pemilu 2024.

Hal ini diungkap cawapres nomor urut 3 Mahfud MD

Mahfud menyebut, berdasarkan rapat para ketua umum partai politik (parpol) pendukung paslon nomor 03, pada 15 Februari 2024, disepakati untuk mendukung hak angket guna mengoreksi pemilu yang dinilai tidak benar.

Saat itu, ujarnya, bukan hanya Megawati yang semangat dan setuju hak angket digulirkan, juga Plt Ketum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Mardiono.

Rapat yang juga dihadiri Ketum Partai Hanura Oesman Sapta Odang (OSO) dan Ketum Partai Perindo Hary Tanoesoedibjio, menghasilkan keputusan mengoreksi Pemilu 2024 dengan tiga cara.

Pertama, melalui jalur hukum di Mahkamah Konstitusi (MK), dalam hal ini pihak yang didugat adalah penyelenggara pemilu yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Baca juga: 10 Caleg Dapil Sumut III yang Berpeluang Melenggang ke Senayan, Banyak Wajah-wajah Baru

Baca juga: Karyawati Sekolah Ini Terseret 150 Meter demi Pertahankan Motor Siswa yang Dicuri: Tangan Ditendang

Kedua, jalur politik dengan menggulirkan hak angket di DPR oleh parpol pendukung paslon nomor 03. Ketiga, tekanan publik dan opini masyarakat.

“Saya belum bisa mengatakan seberapa besar harapan menegakkan demokrasi melalui hak angket, karena keputusan hak angket tergantung pada yang banyak. Politik mencari menang, menang itu tergantung manuver, beda dengan hukum mencari benar dan pedomannya jelas tinggal hakimnya berani atau tidak. Apakah hakimnya terintervensi atau tidak secara politik. Tetapi menurut saya, seberapa besar pun peluangnya harus dilakukan,” jelas Mahfud, mengutip kanal Youtube Bachtiar Nasir, sebagaimana keterangan pers diterima Tribunnews, Rabu (6/3/2024).

Bukan Memakzulkan Jokowi

Lebih lanjut, Mahfud menuturkan bahwa parpol pendukung dan Ganjar Pranowo, yakni PDI Perjuangan dan PPP mendukung hak angket.

Selain itu, parpol pendukung paslon nomor 01 yakni PKS, Partai NasDem dan PKB juga mendukung hak angket, dan menunggu PDI Perjuangan sebagai motor penggerak.

Mantan Ketua MK itu menuturkan, tujuan hak angket bukan untuk memakzulkan Presiden Joko Widodo atau Jokowi, melainkan untuk mengeluarkan rekomendasi apakah terjadi pelanggaran undang-undang (UU).

Ada tiga UU yang akan disandingkan dengan dugaan kecurangan dalam penyelenggaraan Pemilu 2024, yakni UU tentang APBN dan UU tentang Keuangan Negara terkait anggaran bantuan sosial (bansos).

Menurut mantan Menko Polhukam itu, anggaran bansos tahun 2023 berakhir pada November, tapi diperpanjang tanpa mengubah APBN. Kemudian, pada tahun 2024 jumlah bansos naik dan dibayarkan kepada penerima pada Januari dan Februari menjelang pemilu.

“Padahal, undang-undang untuk tahun 2024 itu baru disahkan 16 Oktober 2023, harus menunggu perubahan APBN, padahal dipaksakan dibagikan. Ini pelanggaran undang-undang,” ujar pria kelahiran Sampang, Madura.

Kemudian, menurut UU Kuangan Negara jika terjadi perubahan anggaran, maka harus melalui mekanisme dan sepersetujuan DPR.

Selain itu, hak angket akan menyelidiki adakah pelanggaran UU KKN, misalnya apakah penggunaan keuangan negara atau suatu kebijakan menguntungkan salah satu pihak.

“Ini teorinya, saya tidak tahu operasi politik di lapangan. Tetap tekanan publik, masyarakat bisa mempengaruhi angket,” ujarnya.

Pada kesempatan itu, Mahfud menyebut bahwa hampir tidak mungkin untuk memakzulkan Jokowi melalui hak angket untuk saat ini, karena masa pemerintahan berakhir pada 20 Oktober 2024.

Dikatakan, hak angket paling cepat 3 bulan, kalau rekomendasi berujung pada pemakzulan presiden, maka perlu sidang DPR lagi, bukan angket. Sidang harus dihadiri 2/3 dari jumlah anggota DPR, dan 2/3 dari yang hadir harus setuju pemakzulan. Setelah itu, disidangkan di MK.

“Itu perlu berbulan bulan, Oktober tidak akan selesai,” katanya.

Mahfud mengatakan, jika terjadi pelagggaran UU, maka akan ada rekomendasi. Bisa saja rekomendasi berupa pemakzulan atau ditindaklanjuti secara hukum.

Jika rekomendasi ditindaklanjuti secara hukum, maka tidak perlu lagi DPR bersideng, tetapi diserahkan ke Kejaksaan Agung.

“Walaupun masa pemerintahan telah berakhir, presiden bisa dibawa ke pengadilan seperti Presiden Soeharto dibawa ke pengadilan, tapi karena sakit permanen, maka kasusnya ditutup. Jadi bukan tidak ada guna hak angket,” pungkas Mahfud.

(*/tribun-medan.com)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved