Berita Nasional

Kemendikbudristek Bela Dosen soal Mahalnya UKT: Dosen Harus Dikasih Minum dan Gaji, Emangnya Gratis?

Kemendikbudristek bela dosen soal mahalnya UKT. Katanya para dosen harus dikasih makan minum bahkan tidak bisa gratis.

TRIBUN MEDAN/DANIL SIREGAR
Mahasiswa melakukan aksi terkait kenaikan uang kuliah tunggal (UKT) di depan Biro Rektor USU, Medan, Rabu (8/5/2024). Dalam aksinya, mahasiswa menolak kenaikan UKT hingga 50 persen. 

TRIBUN-MEDAN.com - Kemendikbudristek bela dosen soal mahalnya UKT. Katanya para dosen harus dikasih makan minum bahkan tidak bisa gratis.

Belakangan mahalnya uang kuliah tunggal ( UKT) di sejumlah perguruan tinggi jadi persoalan.

Mahasiswa di sejumlah perguruan tinggi mengeluhkan tingginya biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT).

Terkait hal tersebut, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) membeberkan biaya operasional yang ditanggung langsung oleh Perguruan Tinggi Negeri (PTN).

Biaya tersebut meliputi, belanja Alat Tulis Kantor (ATK) hingga membayar dosen yang bukan Pegawai Negeri Sipil (PNS).

"Biaya perkuliahan itu kan pasti butuh ATK, butuh kemudian LCD, ada pemeliharaan.

Kemudian dosennya kan mesti harus dikasih minum, harus kemudian dibayar. Memangnya dosen gratis?" ujar Sesditjen Dikti Ristek Kemendikbudristek Tjitjik Srie Tjahjandarie dalam Taklimat Media di Kantor Kemendikbudristek Jakarta, Rabu (15/5/2024).

Selain itu, Tjijik mengungkapkan biaya perkuliahan juga termasuk untuk pembiayaan kegiatan pratikum.

Mahasiswa melakukan aksi terkait kenaikan uang kuliah tunggal (UKT) di depan Biro Rektor USU, Medan, Rabu (8/5/2024). Dalam aksinya, mahasiswa menolak kenaikan UKT hingga 50 persen.
Mahasiswa melakukan aksi terkait kenaikan uang kuliah tunggal (UKT) di depan Biro Rektor USU, Medan, Rabu (8/5/2024). Dalam aksinya, mahasiswa menolak kenaikan UKT hingga 50 persen. (TRIBUN MEDAN/DANIL SIREGAR)

Biaya pratikum, kata Tjitjik, tidak bisa dipukul rata setiap kelas maupun antar progam studi.

"Seperti saya (mengajar) di Kimia. Pratikum itu satu kelas itu maksimal 25 orang. Dan per kelompok praktikum itu hanya 2 sampai 3 orang. Bahan habis setiap kelompok praktikum kan berbeda-beda. Topik praktikumnya itu kan berbeda. Kan banyak. Ini kan yang kita masuk dengan biaya operasional," jelasnya.

Dirinya mengatakan penerapan pratikum yang sesuai standar prosedur juga membutuhkan biaya.

"Kita perlu alat peraga sehingga mahasiswa ini bisa mendapatkan pemahaman yang lebih real terkait dengan konsep-konsep keilmuan yang diajarkan. Mereka harus diskusi, itu kan berarti sudah pembiayaan operasional," ungkap Tjitjik.

Biaya lainnya, kata Tjitjik, adalah biaya UTS, serta ujian-ujian lainnya seperti ujian tugas akhir maupun skripsi.

Meski begitu, Kemendikbudristek memberikan Rp 4,7 triliun setiap tahun kepada 76 PTN akademik untuk revitalisasi di PTN tersebut. Namun, anggaran tersebut dialokasikan bukan untuk operasional.

"Itu adalah untuk investasi dan updating sarana yang ada di perguruan ini. Terutama adalah sarana untuk praktek, laboratorium, dan sarana-sarana untuk pelatihan-pelatihan yang bisa mengembangkan inovasi yang ada di perguruan ini," pungkas Tjitjik.

Rektor Unri Polisikan Mahasiswa Soal UKT

Rektor Universitas Riau, Sri Indarti yang polisikan mahasiswanya gegara tak terima diprotes soal UKT akhirnya cabut lapotan.

Adapun Rektor Unri, Sri Indarti yang polisikan mahasiswa bernama Khaliq Anhar kini dikabarkan sudah mencabut laporannya

Sebelumnya laporan itu bermula saat Khaliq Anhar mengkritik mahalnya uang kuliah tunggal (UKT) Unri di sosial media.

Kritikan itu pun berbuntut panjang, lantaran mahasiswa yang terlibat, Khaliq Anhar dilaporkan ke polisi oleh Rektor UNRI, Sri Indarti dengan tuduhan pelanggaran Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronik (UU ITE).

Laporan Rektor Universitas Riau, dibenarkan oleh Kasubdit V Ditreskrimsus Polda Riau, Kompol Fajri.

Mahasiswa tersebut, dilaporkan terkait pelanggaran Undang-undang ITE.

"Iya, ada laporannya," kata Fajri saat dikonfirmasi, Rabu (8/5/2024) lalu.

Ia juga membenarkan, yang membuat laporan tersebut adalah Rektor Universitas Riau dan didampingi kuasa hukumnya, pada 15 Maret 2024 lalu.

Khariq, mahasiswa Fakultas Pertanian itu dilaporkan karena diduga mencemarkan nama baik atau menuduh suatu hal dalam video kampanye tersebut.

Laporan itu bermula dari video yang dibuat oleh Khariq dan teman-temannya tengah berjualan jas almamater UNRI dengan harga Rp10 juta hingga Rp115 juta.

Dalam video tersebut, terdapat narasi 'Sri Indarti broker pendidikan Universitas Riau' dan menampilkan foto rektor tersebut.

Hal tersebut dijelaskan Khariq saat ditemui pada Rabu (8/5/2024).

Rektor Universitas Riau (Unri), Prof. Dr. Hj. Sri Indarti, S.E., M.Si (unri.ac.id)
Rektor Universitas Riau (Unri), Prof. Dr. Hj. Sri Indarti, S.E., M.Si (unri.ac.id) (unri.ac.id)

"Saya dilaporkan setelah mengkritik kebijakan UKT," aku Khariq saat diwawancarai wartawan di Pekanbaru, Rabu (8/5/2024).

Ia menjelaskan, pada 4 Maret 2024, melalui Aliansi Mahasiswa Penggugat (AMP) atau aliansi mahasiswa, dia membuat undangan terbuka kepada Rektor Universitas Riau dan mahasiswa.

Namun, kata dia, pihak rektor atau utusan tidak ada yang hadir.

Pada momen itu, Khariq menyebut sekaligus membuat video aksi meletakkan almamater seperti berjualan di depan logo Universitas Riau.

"Setelah itu, kami diskusi dan kampanye tentang isu naiknya iuran tersebut. Kami juga membuat kampanye lewat video yang berisi konten almamater kampus yang diberi harga di depan Taman Srikandi," kata Khariq.

Usai membuat kritikan itu, Khariq mengaku kaget dilaporkan ke polisi oleh Rektor Universitas Riau.

"Saya kaget dapat kabar dilaporkan Rektor terkait Undang-Undang ITE," ujar dia.

"Video itu kami buat empat orang mahasiswa. Tapi cuma saya yang dilaporkan ke Dirreskrimsus Polda Riau," sebut Khariq.

Dia juga mengaku telah dimintai klarifikasi oleh kepolisian pada 25 April lalu.

Terkini, dikatakan Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaaan UNRI, Hermandra pihak kampus kemudian mencabut laporannya terhadap Khariq.

"Insyaallah, sudah," kata Hermandra dilansir Tribun-medan.com dari Kompas.com, Jumat (10/5/2024).

Sementara itu, Khariq Anhar selaku terlapor mengaku belum mengetahui secara pasti Rektor Universitas Riau mencabut kembali laporannya.

"Ya, barusan dapat kabar kalau bu Rektor mau mencabut laporan. Kebetulan dapat informasi dari postingan di media sosial. Tapi, belum tahu kepastiannya karena mediasinya dengan BEM Universitas Riau," kata Khariq.

Khariq menyampaikan terima kasih kepada Rektor Universitas Riau bila mencabut kembali laporannya.

"Terimakasihlah kepada ibu Rektor karena telah mencabut laporan tersebut," ucap Khariq.

(*/ Tribun-medan.com)

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram Twitter dan WA Channel

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved