Catatan Sepak Bola

Musuh dalam Selimut, El Brutus

Hentakan pertama menyenangkan, tapi pelan-pelan jadi kurang menyenangkan setelah terkorelasi dengan hentakan kedua dan ketiga.

Penulis: T. Agus Khaidir | Editor: Ayu Prasandi
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Erick Thohir berbicara kepada awak media menjelang pemilihan Ketua Umum PSSI di Jakarta, beberapa waktu lalu. Erick terpilih sebagai Ketua Umum PSSI dan melakukan banyak gebrakan, di antaranya terkait peningkatan kualitas Tim Nasional Indonesia di semua level dan perbaikan mutu kompetisi domestik. 

Belakangan muncul isu lain yang lebih menyesakkan, bahwa sumber dari segenap sengkarut datang dari dalam PSSI sendiri. Ini sebenarnya bukan isu yang sama sekali baru.

Sejak “ribut-ribut” naik ke permukaan, kecurigaan peluru-peluru yang ditembakkan bersumber dari lingkaran PSSI sudah mencuat. Hanya saja, kala itu, siapa aktor-aktornya masih serba samar.

Kekalahan Indonesia di ajang ASEAN Mitsubishi Electric Cup (AMEC) 2024 sedikit banyak mulai menguak tabir. Belum 100 persen fix, memang. Belum A1.

Namun setidaknya sudah mengerucut ke berapa nama. Termasuk seorang anggota Executive Committee (Exco) PSSI. Di bagan organasisasi PSSI, Exco bukan “Orang Dalam”, melainkan “Orang Dalam Sekali”, dan isu ini jadi menyesakkan lantaran Exco dimaksud bahkan termasuk “tangan kanan” Erick Thohir.

Orang yang nyaris sehari-hari bersamanya. Orang yang sangat boleh jadi ia percaya hingga berkali-kali bicara atas namanya. Seperti Julius Caesar dan Marcus Junius Brutus.

Sir William Shakespeare menulis ‘Julius Caesar’ pada tahun 1599, dan alih-alih dimaknai sebagai tragedi dengan latar belakang ambisi politik dan kekuasaan, drama ini lebih dikenang sebagai kisah pengkhianatan.

Julius Caesar, raja dan panglima besar Romawi, menghadapi hantaman-hantaman yang bertujuan menggulingkannya dari kursi tertinggi.

Caesar tak ingin terguling, dan ia mempercayai Brutus, sahabat yang juga sepupunya dari sebelah ibu.

Kepercayaan berujung petaka. Saat menghadiri rapat senat di Teater Pompey, Caesar diserang, ditikam 23 kali dan mati.

Sebelum mengembuskan napas penghabisan, Caesar melihat Brutus di antara para penyerangnya, dan mengucapkan sebaris kalimat tanya yang barangkali bisa disebut paling dramatis sepanjang sejarah manusia: “Et tu, Brute?”

Iya, kau juga, Brutus? Di ujung napasnya, Caesar baru menyadari betapa Brutus terlibat dalam konspirasi untuk menyingkirkannya.

Catatan sejarah kemudian mengungkap bahwa Brutus bukan sekadar terlibat, justru dialah pemimpin konspirasi. 

Konon, Brutus tidak ingin kekuasaan Caesar jadi makin absolut. Brutus tak ingin Caesar jadi raja. Brutus ingin menyelamatkan demokrasi, dan oleh sebab itu, Romawi harus tetap berbentuk republik.

Pertanyaannya, jika “oknum” Exco tersebut bisa dianalogikan sebagai Brutus, apa yang hendak ia selamatkan?

PSSI, sepak bola Indonesia, atau jangan-jangan sekadar kepentingan dirinya sendiri? 

(t agus khaidir)

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved