Berita Viral

DPR Heran Dulu Pemerintah Pastikan Tak Ada PHK Karyawan Sritex, Faktanya Malah Resmi Tutup 1 Maret

Ketua Komisi VII DPR Saleh Daulay heran atas kondisi terkini PT Sritex, yang akan resmi tutup pada 1 Maret 2025. 

Editor: Juang Naibaho
Instagram
PHK - Tangis karyawan PT Sritex sambil berdoa agar perusahaan tekstil itu tidak bangkrut, beberap waktu lalu. Kini PT Sritex akan resmi tutup per 1 Maret 2025. Sebanyak 10.669 karyawan PT Sritex kena PHK. 

TRIBUN-MEDAN.com - Ketua Komisi VII DPR Saleh Daulay heran atas kondisi terkini PT Sritex, yang akan resmi tutup pada 1 Maret 2025. 

Saleh pun mengungkit pernyataan pemerintah yang sempat menyebut bahwa tidak akan ada pemutusan hubungan kerja (PHK) pada karayawan PT Sritex yang ketika itu dinyatakan pailit.

Padahal, yang terjadi adalah PT Sritex telah melakukan PHK massal terhadap lebih 10.000 buruhnya. 

Saleh pun meminta agar pemerintah mencari jalan terbaik bagi para karyawan PT Sritex yang harus dirumahkan.

"Pada saat kami membahas hasil kunspek Komisi VII ke PT Sritex dengan Kemenperin beberapa waktu lalu, Menteri Perindustrian sempat menyampaikan bahwa pemerintah telah memiliki skema penanganan perusahaan itu. Dia memastikan tidak akan ada PHK karyawan dalam semua opsi yang ada," ujar Saleh, Jumat (28/2/2025).

Saleh juga mendesak agar Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita (AGK) turun tangan dalam menangani penutupan PT Sritex ini. 

Menurut dia, diperlukan keberpihakan dan kebijakan afirmatif untuk para karyawan.

"Sebagai menteri senior, saya yakin Pak AGK pasti memiliki jalan dan solusi," katanya.

Saleh mengatakan, PHK terhadap karyawan Sritex sangat menyedihkan dan memprihatinkan.

Dia menyebutkan, meski para karyawan sudah bekerja profesional dan mematuhi aturan, mereka ujung-ujungnya tetap menjadi korban.

"Dalam situasi dan kondisi seperti ini, mereka yang kelihatannya harus rela berkorban. Padahal, kebutuhan mereka saat ini tengah meningkat. Memenuhi kebutuhan selama Ramadhan dan Lebaran," ujar Saleh.

Sementara itu, Saleh menyadari bahwa tidak mudah mencari pekerjaan yang pas dan sesuai di tengah situasi perekonomian saat ini.

Dia pun mendorong agar pemerintah harus proaktif membantu, mengingat mereka yang terdampak PHK tidak punya tempat untuk mengadu.

"Mereka masyarakat kelas menengah. Tidak berpikiran ke langit. Sehari-hari hanya fokus menghidupi keluarga. Dan yang pasti, mereka juga sangat cinta Indonesia," kata Saleh.

Baca juga: Kisah Keluarga Lukminto, Pemilik PT Sritex yang Kini Perusahaannya Terancam Ditutup Total

PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex, perusahaan tekstil terbesar di Asia Tenggara, akan resmi ditutup pada 1 Maret 2025 setelah dinyatakan pailit. 

Keputusan ini berdampak besar bagi ribuan karyawan yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). 

Ribuan Karyawan Kehilangan Pekerjaan Gelombang PHK telah berlangsung sejak Januari 2025. 

Dikutip dari Tribunnews, total 10.669 karyawan dari Sritex Group terdampak kebijakan ini.

Pada Januari 2025, sebanyak 1.065 karyawan PT Bitratex Semarang lebih dulu terkena PHK.

Kemudian, pada 26 Februari 2025, gelombang besar PHK terjadi dengan rincian: 

- 8.504 karyawan PT Sritex Sukoharjo 

- 956 karyawan PT Primayuda Boyolali 

- 40 karyawan PT Sinar Pantja Jaya Semarang 

- 104 karyawan PT Bitratex Semarang 

Surat dari tim kurator PT Sri Rejeki Isman Tbk, PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya menyatakan bahwa keputusan PHK ini diambil karena perusahaan berada dalam kondisi pailit. 

Widada, Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Sritex, mengungkapkan bahwa pendataan karyawan yang terdampak PHK telah dilakukan sejak pertengahan Februari 2025.

"Sekarang aja transisinya sudah 6.660 karyawan yang kemungkinan kena PHK. Ini pendataan terus," kata Widada, Kamis (27/2/2025).

Meski begitu, hingga saat ini karyawan masih bekerja seperti biasa, terutama di bagian garmen, weaving, dan finishing. 

Sementara itu, divisi spinning sudah tidak lagi beroperasi, dan beberapa karyawan di sektor tersebut telah dirumahkan.

Menghadapi situasi ini, karyawan Sritex menyatakan siap menghadapi kemungkinan terburuk, tetapi menuntut agar hak-hak mereka tetap dipenuhi sesuai ketentuan hukum yang berlaku. 

"Persoalan nanti Sritex mau tutup atau tidak, kita sudah bicarakan. Maunya kita sesuai aturan perundangan yang berlaku," tegas Widada. 

Ia juga menyampaikan bahwa nasib karyawan yang dirumahkan sudah menjadi pembahasan dengan tim kurator. Hasilnya, kurator menyetujui bahwa hak-hak pekerja, termasuk cuti yang belum terpakai, tetap harus dibayarkan. 

"(Karyawan) yang cuti-cuti masih ada harus dibayarkan. Kalau nanti tutup dianggap lunas enggak bisa dan kurator menyetujui dan dibayarkan," lanjutnya. 

Sementara itu, Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja (Disperinaker) Sukoharjo, Sumarno, mengonfirmasi bahwa PHK di Sritex berlaku sejak 26 Februari, dengan hari kerja terakhir bagi para karyawan jatuh pada 28 Februari 2025.

Sritex sendiri akan resmi ditutup mulai 1 Maret 2025. 

"Jumlah karyawan Sritex yang terkena PHK sebanyak 8.400 orang. Urusan pesangon menjadi tanggung jawab kurator. Sedangkan jaminan hari tua, menjadi kewenangan BPJS Ketenagakerjaan,” jelas Sumarno pada Kamis.

Sritex sebelumnya dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang berdasarkan putusan perkara nomor 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg. 

Hakim Ketua Moch Ansor menyatakan bahwa perusahaan tersebut lalai dalam memenuhi kewajiban pembayaran kepada krediturnya, termasuk PT Indo Bharta Rayon sebagai pemohon. 

Perjalanan Sritex

PT Sri Rejeki Isman Tbk, yang lebih dikenal sebagai Sritex, merupakan perusahaan tekstil raksasa yang berbasis di Sukoharjo, Jawa Tengah. 

Perusahaan ini didirikan oleh HM Lukminto pada 1966 dengan nama UD Sri Redjeki, bermula dari usaha perdagangan kain di Pasar Klewer, Solo. 

Seiring waktu, Sritex berkembang pesat. Pada 1978, perusahaan ini resmi berbentuk perseroan terbatas (PT). 

Kemudian, pada 1992, Sritex mengintegrasikan empat lini produksinya, yakni pemintalan, penenunan, sentuhan akhir, dan garmen, ke dalam satu lokasi pabrik yang diresmikan oleh Presiden Soeharto. 

Keberhasilan Sritex semakin terlihat pada 1994 ketika perusahaan ini mendapat kepercayaan dari NATO dan Angkatan Bersenjata Jerman untuk memproduksi seragam militer. 

Tidak hanya itu, perusahaan ini juga melayani pesanan dari berbagai negara, termasuk Inggris dan Papua Nugini, serta perusahaan mode ternama seperti Guess dan H&M. 

Di tengah krisis moneter 1998 yang mengguncang perekonomian Indonesia, Sritex berhasil bertahan dan bahkan melipatgandakan pertumbuhannya hingga delapan kali lipat pada awal 2000-an. 

Puncaknya, pada 2013, Sritex resmi melantai di Bursa Efek Indonesia dengan kode saham SRIL. 

Selain industri tekstil, Sritex juga berekspansi ke bisnis serat rayon melalui PT Rayon Utama Makmur (RUM) di Sukoharjo. 

Pabrik ini memiliki kapasitas produksi hingga 90 ribu ton per tahun. Namun, perusahaan sempat menghadapi masalah lingkungan akibat limbah cair pabrik yang meresahkan warga sekitar. 

Tak hanya itu, Sritex juga terjun ke industri tambang melalui Ultra Tech Mining Indonesia, yang mengelola pabrik batu gamping di Wonogiri, Jawa Tengah. 

Di dunia olahraga, jejak Sritex juga tak bisa dilepaskan. Pada 1966, HM Lukminto bersama Halim Sugiarto mendirikan klub basket Bhinneka Solo, yang kemudian berganti nama menjadi Bhinneka Sritex Solo setelah perusahaan menjadi sponsor utama pada 1999. 

Klub ini sempat berjaya di awal 2000-an sebelum akhirnya bubar pada 2009 akibat krisis keuangan. 

Kini, setelah hampir enam dekade beroperasi, perjalanan Sritex harus berakhir. 

Kejatuhan perusahaan yang pernah menjadi kebanggaan industri tekstil nasional ini menjadi pukulan besar, tak hanya bagi ribuan pekerjanya, tetapi juga bagi dunia bisnis dan manufaktur Indonesia. (*/tribunmedan.com)

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved