Berita Viral

MOTIF AKBP Fajar Jual Video Hubungan Badannya dengan 3 Bocah Perempuan ke Situs Dewasa Australia

Motif AKBP Fajar Widyadharma Lukman Jual Video Kekerasan Seksual Dirinya dengan Bocah-bocah ke Situs Porno Australia.

|
Editor: AbdiTumanggor
Kompas TV/ Dok. Humas Polres Ngada
PAKAI BAJU TAHANAN: Mantan Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman memakai baju tahanan berwarna oranye setelah ditetapkan tersangka kasus pencabulan anak, Kamis (13/3/2025). Ia mengakui telah melecehkan 3 anak dan 1 wanita dewasa. 

Motif AKBP Fajar Widyadharma Lukman Jual Video Kekerasan Seksual Dirinya dengan Bocah-bocah ke Situs Porno Australia.

TRIBUN-MEDAN.COM - Mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman, telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus asusila yang melibatkan tiga anak di bawah umur dan satu orang dewasa.

Selain diproses pidana, AKBP Fajar juga  telah ditahan dan akan menjalani sidang etik Polri.

Dalam konferensi pers, mabes Polri mengungkapkan bahwa setelah gelar perkara, AKBP Fajar diduga melakukan pelecehan seksual dan terlibat dalam kasus narkoba, terbukti positif mengonsumsi narkoba berdasarkan tes urine.

Saat ini, ia ditahan di Bareskrim Polri dan akan diserahkan ke Polda NTT untuk penanganan lebih lanjut.

Apa Motif AKBP Fajar?

Terpisah, Kriminolog Universitas Indonesia (UI), Adrianus Meliala mengungkap dugaan motif eks Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman nekat menjual video kekerasan seksualnya ke situs porno Australia.

Adrianus menduga motif ekonomi menjadi salah satu yang melatar belakangi AKBP Fajar untuk melakukan hal tersebut. "(Dugaan motif) ada dua. Pertama tentu saja ekonomi ya," kata Adrianus dalam Kompas Petang, Kompas TV, dikutip Sabtu (15/3/2025).

Sementara motif kedua terkait dengan komunitas berisi orang-orang dengan preferensi sama untuk mendapatkan hal-hal berbau seksual.

"Kedua juga adalah berhubungan dengan sesamanya, dengan kata lain, ada satu network dari orang-orang dengan preferensi yang sama, yang lalu memungkinkan untuk pertama bertukar foto dan video, lalu pada saat yang lain bisa bertukan pasangan,"ujarnya.

"Atau bisa juga mendapatkan pengetahuan yang baru tentang hubungan seksual dan lainnya,"sambungnya.

Sebagaimana diberitakan, Mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman ditangkap pada Kamis (20/2) lalu terkait narkoba dan kekerasan seksual.

Ia diduga melakukan tindakan kekerasan seksual terhadap korban sambil memvideokan perbuatannya.

Tak sampai di situ, AKBP Fajar juga mengunggah tindakan bejatnya itu ke salah satu situs porno di Australia.

Namun, video tesebut ternyata mendapat atensi dari otoritas Australia. Di mana mereka mendapatkan materi kekerasan seksual terhadap anak yang berasal dari Indonesia, tepatnya Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). 

Otoritas Australia pun menghubungi pejabat terkait di Indonesia untuk meneruskan laporan ke Polri. 

Setelah dilakukan penyelidikan, muncul nama Kapolres Ngada, Fajar yang diduga terlibat. 

Kemudian, usai memastikan alat bukti terpenuhi, tim Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri mengamankan dan memeriksa AKBP Fajar. 

Berdasarkan hasil pemeriksaan, AKBP Fajar telah melakukan pelecehan seksual terhadap empat orang, yang terdiri dari 3 anak di bawah umur dan satu orang usia dewasa.

Dengan rincian anak berusia 6 tahun, 13 tahun, dan 16 tahun, serta orang dewasa berinisial SHDR berusia 20 tahun.

Saat ini AKBP Fajar telah ditetapkan sebagai tersangka dan dicopot dari jabatannya sebagai Kapolres Ngada.

Ia dimutasi ke Yanma Polda NTT dalam rangka pemeriksaan.

Order Anak di Bawah Umur dari Wanita F

Sejauh ini, Ditreskrimum Polda NTT telah memeriksa sembilan orang sebagai saksi terkait kasus Kapolres Ngada.

Salah satu pihak yang diperiksa adalah perempuan berinisial F yang diduga menyediakan anak di bawah umur untuk Fajar.

“Yang bersangkutan mengorder anak tersebut melalui seseorang yang bernama F dan disanggupi oleh F untuk menghadirkan anak tersebut di hotel pada tanggal 11 Juni 2024,” ujar Patar dikutip dari Kompas.com, Selasa (11/3/2025). 

FAJAR JADI TERSANGKA: Eks Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman ditetapkan tersangka kasus pencabulan anak, Kamis (13/3/2025).
FAJAR JADI TERSANGKA: Eks Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman ditetapkan tersangka kasus pencabulan anak, Kamis (13/3/2025). (Tangkapan layar Kompas TV)

AKBP Fajar diduga cabuli anak di hotel

Berdasarkan fakta hukum yang ditemukan polisi, Fajar memberikan uang senilai Rp 3 juta kepada F karena sudah menyediakan anak di bawah umur.

Anak tersebut kemudian dibawa ke salah satu hotel di Kupang lalu dicabuli oleh Fajar.

Patar menjelaskan, sejauh ini polisi baru menemukan satu korban yang baru berusia enam tahun.

Polisi juga menemukan fakta lain bahwa Fajar mencabuli anak di bawah umur lalu menjual videonya ke situs porno di Australia.

Patar mengaku, ia baru menerima soft copy dari Divisi Hubungan Internasional (Hubinter) Mabes Polri terkait video yang disebar Fajar ke luar negeri.

Video tersebut diperoleh hubinter Mabes Polri dari Australian Federal Police (AFP).

Patar menambahkan, meski pemeriksaan terkait kasus pencabulan anak masih berlangsung, pihaknya belum bisa memeriksa Fajar hingga saat ini.

Sementara terkait penggunaan narkoba, ia mengatakan bahwa dari serangkaian penyelidikan yang dilakukan, proses pemeriksaannya tidak mengarah kepada kasus narkoba yang diduga juga digunakan oleh Fajar.

Diberitakan sebelumnya, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Kupang, Imelda Manafe, menyebutkan, AKBP FJ diduga melakukan kekerasan seksual terhadap tiga anak di bawah umur.

Imelda Manafe mencatat, tiga korban itu masing-masing berumur 14 tahun, 12 tahun, dan 3 tahun. 

Bahkan, video asusilanya dengan anak-anak ini diunggah di situs porno atau situs dewasa di Australia.

DPR RI: Pantas Hukuman Mati

Anggota Komisi VIII DPR Selly Andriany Gantina menilai Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja layak dijatuhi hukuman mati.

Ketua Kelompok Fraksi PDIP Komisi VIII ini menganggap, tindakan AKBP Fajar yang diduga mencabuli tiga anak di bawah umur merupakan perbuatan bejat.

Aksi tersebut bahkan direkam, dan akhirnya video asusila itu tersebar luas di dunia maya.

Tak hanya itu, Fajar juga diduga menyalahgunakan narkoba.

"Artinya bila di-juncto-kan, maka serendahnya dia bisa dikenai hukuman 20 tahun. Tapi karena bejatnya, saya pikir hukuman seumur hidup atau mati lebih pantas," kata Selly dalam keterangannya, Selasa (11/3/2025).

Bila merujuk pada ketentuan di dalam Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, ia mengatakan, AKBP Fajar bisa dijatuhi sanksi hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar. 

Bahkan, lanjut Selly, hukum fajar bisa diperberat lagi mengingat status sebagai pejabat negara dan disebut-sebut masih memiliki hubungan keluarga dengan korbannya. 

“Maka hukumannya bisa diperberat sepertiga atau tambahan lima tahun,” ucap Selly.

"Harus dihukum maksimal. Apalagi dia sebagai Kapolres, seharusnya memberi contoh, bukan merenggut masa depan anaknya sendiri, bener-bener perbuatan biadab,” imbuhnya.

Ia mengingatkan bahwa kekerasan seksual terhadap anak bukan sekadar pelanggaran hukum biasa.

Untuk itu, dia berharap ketegasan penegakan hukum dan keberpihakan terhadap korban harus benar-benar menjadi komitmen bersama.

“Proses hukum yang transparan dan akuntabel menjadi kebutuhan mendesak sehingga keadilan bagi para korban dapat terwujud tanpa hambatan,” kata Selly.

“Tidak boleh ada ruang bagi pelaku kekerasan seksual dalam institusi negara maupun di tengah masyarakat,” sambungnya.

Selly juga mendorong agar pengungkapan kasus Kapolres Ngada ini menjadi momentum pemerintah untuk memperkuat sistem perlindungan anak di Indonesia.

“Demi memastikan setiap anak dapat tumbuh dalam lingkungan yang aman dan bebas dari ancaman kekerasan,” pungkasnya.

Kapolres Ngada diduga cabuli tiga anak di bawah umur dan unggah video di situs porno Australia.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia menilai ada unsur tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dalam kasus dugaan kekerasan seksual yang menjerat Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman.

Ketua KPAI, Ai Maryati Solihah, berkata hal itu merujuk pada tindakan terduga pelaku mengunggah video kekerasan seksual anak itu ke situs porno di Australia.

"Dalam kasus ini, ada unsur eksploitasi seksual dan ekonomi demi mendapatkan sejumlah uang. Kenapa pelaku memilih Australia? Kemungkinan konversi dolar ke rupiah besar. Jadi harus digali betul oleh polisi," ucap Ai Maryati kepada wartawan, Selasa (11/03).

Pengamat kepolisian dari Universitas Islam Indonesia (UII), Eko Riyadi, juga bilang Polri harus menggunakan video tersebut sebagai bukti permulaan untuk melakukan investigasi lebih jauh.

Jika ada unsur perbuatan pidana dan pelanggaran hak anak, maka Polri harus membawa ke proses hukum pidana dan menggelar sidang etik.

KASUS ASUSILA KAPOLRES - Eks Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja ditahan POlpam Polri, ditetapkan sebagai tersangka kasus asusila dan narkoba. Polri memaparkan sejumlah bukti-bukti yang menjerat tersangka dalam jumpa pers, Kamis (13/3/2025).
KASUS ASUSILA KAPOLRES - Eks Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja ditahan POlpam Polri, ditetapkan sebagai tersangka kasus asusila dan narkoba. Polri memaparkan sejumlah bukti-bukti yang menjerat tersangka dalam jumpa pers, Kamis (13/3/2025). (Tribunnews.com/ Reynas Abdila)

Berawal dari laporan pihak berwajib Australia

Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Kupang, Imelda Manafe, mengatakan kasus kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh Kapolres Ngada, Ajun Komisaris Besar Fajar Widyadharma Lukman berawal dari laporan pihak berwajib Australia.

Laporan tersebut terkait temuan mereka soal adanya video kekerasan seksual di situs porno negara itu yang ketika ditelusuri diunggah dari Kota Kupang.

Selanjutnya, pihak Australia melaporkan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) yang kemudian menginformasikan hal ini ke Polda NTT dan Mabes Polri.

Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Mabes Polri dan Propam Polda NTT lantas melakukan penyelidikan dan menangkap terduga pelaku pada 20 Februari 2025 di sebuah hotel di Kota Kupang.

"Ada delapan video dan kejadiannya dari pertengahan tahun lalu," ujar Imelda, Senin (10/3/2025).

Imelda memaparkan sejauh ini ada tiga korban yang teridentifikasi masing-masing berusia 14 tahun, 12 tahun, dan 3 tahun.

Dari ketiganya, satu korban berusia 12 tahun sudah dalam pendampingan dinas.

"Saat penanganan awal, korban trauma. Tapi kami sudah bekerja sama dengan psikolog dan dinas sosial. Sekarang sudah masuk hari ke-20 kondisi korban sudah mulai pulih."

"Tapi awal-awal itu trauma sekali dan takut ketemu dengan orang lain."

Sementara untuk korban berusia 3 tahun, proses penangannya dilakukan di rumah melalui pendampingan orang tua yang bersangkutan.

"Namun korban satu lagi [berumur 14 tahun] sementara belum diketahui keberadaannya."

"Para korban juga sementara ini sudah didampingi untuk pengambilan keterangan dari Mabes Polri."

Seperti apa modusnya?

Berdasarkan informasi yang dihimpun, terduga pelaku diduga menyuruh orang lain untuk mengontak korban lewat aplikasi pesan instan gratis yang biasa digunakan untuk mencari teman baru.

Korban pertama diduga berusia 14 tahun itu. Ia dibujuk oleh terduga pelaku dengan mengajaknya makan di restoran sebuah hotel dan setelahnya dibawa ke kamar.

Di sana korban diduga kuat mengalami kekerasan seksual dan direkam. Setelahnya, korban pertama didesak oleh terduga pelaku untuk mencari anak sebaya dengannya yakni korban kedua.

Kepala Bidang Humas Kepolisian NTT, Henry Novika Chandra, berkata kasus ini kini ditangani Mabes Polri. Terduga pelaku sedang menjalani pemeriksaan dan sudah berstatus non-aktif.

Dalam pemeriksaan diketahui, terduga pelaku dinyatakan positif penggunaan narkoba.

Sementara, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Sandi Nugroho menuturkan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo berjanji bakal menindak tegas Kapolres Ngada yang diduga terlibat dalam perkara narkotika dan asusila.

"Anggota yang terbukti bermasalah, apapun pangkatnya, akan ditindak. Itu komitmen Pak Kapolri," kata Sandi saat ditemui awak media di Auditorium Mutiara STIK Polri, Jakarta, Senin (10/3/2025).

Terpisah, Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Ai Maryati Solihah, mengaku terkejut dan tak menyangka atas apa yang dilakukan terduga pelaku Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman.

Sebab seorang kepala kepolisian di suatu daerah semestinya menjadi pelindung bagi masyarakat, bukan pelaku kejahatan.

"Ini fakta yang mengerikan, harusnya polisi memberikan perlindungan malah menjadi pelaku. Mau bagaimana ke depannya anak-anak kita?" ungkap Ai Maryati.

Terkait kasus ini, Ai mendesak Polri agar tak berhenti pada kasus kekerasan seksualnya saja. Tapi mengembangkan kemungkinan adanya unsur tindak pidana perdagangan orang (TPPO).

Dalam perkara-perkara demikian, jelasnya, para pelaku tidak hanya melakukan eksploitasi secara seksual namun juga ekonomi di antaranya dengan menjual video bermuatan seksual ke situs pornografi demi mendapatkan keuntungan.

"Ini bentuk kejahatan lainnya. Jadi eksploitasi seksual dan ekonomi untuk menghasilkan sejumlah uang. Kenapa pelaku memilih Australia? Kemungkinan karena konversi dolar ke rupiah besar."

"Atau kalau di Indonesia, mudah ketahuan. Sehingga harus digali betul oleh polisi."

Tapi lebih dari itu, Ai mewanti-wanti Polri agar tidak menutup-nutupi kasus ini dan mengungkap secara transparan lantaran terduga pelakunya merupakan petinggi kepolisian.

Kalau ditemukan keterlibatan pihak atau anggota kepolisian lain, jangan dibiarkan.

"Jangan-jangan selama ini [kasusnya] diketahui tapi dibiarkan karena ini bos... karena kapolres itu tokoh berpengaruh di suatu daerah. Saya menemukan sosok kapolres itu kayak raja kecil."

Ia juga berharap agar korban betul-betul mendapatkan rehabilitasi mental dan fisik. Bahkan, kalau perlu diberikan hak restitusi.

Ini karena kerugian yang diderita para korban anak sangat besar dampaknya.

"Siapa yang menghitung kerugian anak? Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan yang harus membayar adalah pelaku."

"Dan yang terpenting, kekerasan seksual tidak ada pencabutan laporan, bahkan upaya kekeluargaan, tidak ada."

(*/Tribun-medan.com/Kompas.com/Tribunnews.com/BBC News Indonesia)

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved