Parapat Diterjang Bandang

Catatan PGI Usai Banjir Bandang Parapat: Belarasa dan Solidaritas untuk Keadilan Ekologis

Pertama pada 15 Desember 2018 yang lalu, banjir bandang terjadi di Desa Sibaganding, yang bahkan menelan 1 korban jiwa.

Penulis: Maurits Pardosi | Editor: Ayu Prasandi
KARMEL
Kondisi kolong Jambatan Kembar Siduadua di Kota Parapat dipenuhi bebatuan usai banjir pada Minggu (16/3/2025). 

Tutupan hutan diperkirakan berkurang lebih dari seribuan hektar sampai tahun 2025.

"Di sisi lain, masyarakat kita, juga merupakan masyarakat yang sabar dan tangguh menghadapi bencana, lalu mungkin cenderung lupa dan merasa tidak berdaya, sehingga relatif permisif terhadap pengrusakan hutan dan lingkungan," terangnya. 

Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) bersama dengan beberapa perwakilan Pimpinan Gereja, yakni HKI, GKPI, GKPS, GPP, GMI, JPIC Keuskupan Agung Medan dan unsur Masyarakat sipil WALHI Sumut, KSPPM, AMAN, Auriga Nusantara juga dari kalangan akademisi dari IAKN dan STT ITA Bandar Baru yang hadir besama Ompuy Ephorus HKBP Pendeta Victor Tinambunan menyampaikan ungkapan belarasa yang tulus dan mendalam kepada saudara-saudari kita terkasih korban banjir bandang Parapat.

"Kepada saudara-saudara kami yang terdampak banjir di Parapat dan sekitarnya, hati kami bersama kalian. Kami turut merasakan luka dan duka yang kalian alami. Dalam kasih Kristus, kami memohon agar kekuatan, ketabahan, dan harapan senantiasa menyertai kalian," tulisnya.

"Bencana ini adalah sekaligus panggilan bagi gereja-gereja untuk bersolidaritas dalam  penanggulangan bencana, sebagai salah satu wujud oikoumene dalam tindakan," lanjutnya.

"Melalui Biro Penanggulangan Risiko Bencana (PRB), kami menyerahkan dukungan sebesar Rp 20 juta untuk penanggulangan bencana yang kini dikelola oleh Departemen Diakonia HKBP," sambungnya. 

PGI mengajak seluruh gereja untuk bersatu dalam semangat kasih dan solidaritas, tidak hanya dalam merespons bencana tetapi juga dalam upaya memperjuangkan keadilan ekologis, merawat lingkungan, alam ciptaan Tuhan serta bersama memperjuangkan perlawanan terhadap segala eksploitasi lingkungan yang dilandasi keserakahan mengeruk kekayaan alam.  

"Bencana ini adalah panggilan bagi kita semua untuk menjadi terang di tengah kegelapan. Gereja tidak hanya dipanggil untuk mendoakan, tetapi juga untuk bergerak dan bertindak demi kebaikan dan keutuhan ciptaan," pungkasnya.

(cr3/tribun-medan.com)

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter   dan WA Channel

Berita viral lainnya di Tribun Medan 

Sumber: Tribun Medan
Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved