Sumut Terkini
Belajar 5 Hari Resmi Diberlakukan Juli 2025, Gubsu Bobby Singgung Sekolah bukan Tempat Titip Anak
Program belajar mengajar lima hari dalam seminggu akan resmi bergulir di Sumatera Utara mulai Juli 2025.
Penulis: Anisa Rahmadani | Editor: Randy P.F Hutagaol
TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Program belajar mengajar lima hari dalam seminggu akan resmi bergulir di Sumatera Utara mulai Juli 2025, bertepatan dengan Tahun Ajaran Baru 2025-2026.
Kebijakan ini akan diterapkan di seluruh jenjang Sekolah Menengah Atas/Kejuruan/Luar Biasa (SMA/K/SLB) baik negeri maupun swasta.
Kepala Dinas Pendidikan Sumut, Alex Sinulingga, memastikan bahwa proses sosialisasi program ini sedang gencar dilakukan di berbagai tingkatan.
"Kita sudah melakukan sosialisasi ke beberapa sekolah, nanti juga akan kita lakukan sosialisasi ke tingkat Cabdis. Tujuannya, agar Cabdis yang memberikan sosialisasi ke sekolah-sekolah di daerah masing-masing," terang Alex pada Minggu (22/6/2025).
Sosialisasi masif ini bertujuan memastikan semua sekolah siap menerapkan program tepat waktu.
Kajian Matang dan Potensi Dampak Ekonomi-Pariwisata
Alex Sinulingga menegaskan bahwa program sekolah lima hari ini telah melalui kajian yang lengkap.
Bahkan, nantinya akan ada pertemuan antara Pemerintah Provinsi Sumut dengan setiap kepala daerah dan dinas pendidikan untuk memastikan implementasi program berjalan maksimal.
Salah satu dasar utama penerapan sekolah lima hari ini adalah kaitannya dengan sektor ekonomi dan pariwisata di Sumatera Utara.
Alex menjelaskan, "Ini berdampak terhadap pariwisata dan ekonomi di Sumut."
Ide ini sendiri merupakan bagian dari visi dan misi Gubernur Sumatera Utara, Muhammad Bobby Nasution.
Sebelumnya, sempat disebutkan implementasi akan dimulai pada tahun ajaran 2026/2027, namun kini dipercepat ke Juli 2025.
Diiringi Pro dan Kontra Tetap Berjalan
Seperti halnya setiap kebijakan baru, program sekolah lima hari ini tak luput dari pro dan kontra di tengah masyarakat, termasuk dari wali murid, siswa, guru, DPRD, hingga pengamat pendidikan.
Alex Sinulingga mengakui hal tersebut sebagai sesuatu yang lumrah.
"Pro dan kontra dalam suatu kebijakan dan program itu adalah hal yang biasa. Tapi, kami tentunya, sebagai penanggung jawab kebijakan sudah menyiapkan secara teknis untuk menjalankan program ini dengan baik," tuturnya.
Beberapa wali murid menyatakan keberatan karena merasa tetap tidak bisa menemani anak-anak mereka pada saat hari libur akhir pekan, terutama bagi orang tua yang bukan wiraswasta.
Gubernur Sumut Bobby Nasution Sebut Sekolah Bukan Tempat Penitipan Anak
Program belajar mengajar lima hari dalam seminggu menuai sorotan tajam dari berbagai pihak, termasuk Gubernur Sumatera Utara Muhammad Bobby Nasution dan Komisi E DPRD Sumut.
Menanggapi pro dan kontra serta permintaan untuk mengkaji ulang kebijakan ini, Bobby Nasution belum lama ini menegaskan pendiriannya.
"Sekolah itu bukan tempat penitipan anak, itu saja," tegasnya.
Ia juga meminta semua pihak untuk tidak mempersulit birokrasi dan aturan yang telah ditetapkan, menekankan bahwa kebijakan ini telah melalui analisis tujuan.
DPRD Soroti Minimnya Komunikasi
Di sisi lain, Komisi E Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatera Utara berencana memanggil Dinas Pendidikan Sumut.
Anggota Komisi E, Fajri Akbar, menyoroti kurangnya komunikasi terkait kebijakan ini.
Sebagai mitra kerja, Fajri mengungkapkan bahwa Dinas Pendidikan belum pernah membicarakan program lima hari sekolah ini kepada lembaga legislatif.
"Terkait program ini ya, kita melihat sejauh ini masih pandangan pribadi masing-masing. Jadi belum ada pandangan kelembagaan. Tapi, Komisi E akan memanggil Dinas Pendidikan untuk menjelaskan sekolah lima hari," kata Fajri.
Menurutnya, pembahasan bersama Komisi E sangat penting, mengingat tahun ajaran baru tinggal satu bulan lagi. Fajri merasa lembaganya seperti dipaksa menerima hasil tanpa mengetahui mekanisme perencanaan dan pelaksanaan.
"Nggak boleh begitu. DRPD ini harus tahu apa yang menjadi rencana kerja Pemerintah, apa programnya, bagaimana pelaksanaannya. Itu semua kan harus kita bahas bersama," tegas politisi Partai Demokrat tersebut.
Kekhawatiran Anggota Dewan: Potensi Kegiatan Negatif di Hari Libur
Lebih lanjut, Fajri Akbar juga menyuarakan kekhawatiran mengenai potensi dampak negatif dari hari libur yang lebih panjang, khususnya bagi siswa SMA/SMK.
Ia berpendapat bahwa hari libur yang semakin lama justru membuka peluang terjadinya kegiatan yang tidak positif.
"Bila dilihat kondisi saat ini, pelaku kekerasan itu paling rentan anak SMA," ujarnya.
Oleh karena itu, Fajri secara pribadi menyatakan keraguan dan ketidaksetujuannya terhadap program ini untuk jenjang SMA atau SMK.
"Kalau kita tadi bicara tentang SD, sekolah lima hari, mungkin bisa efektif. Tapi kalau SMA atau SMK, saya pribadi kurang yakin, saya kurang setuju," jelasnya.
(cr5/tribun-medan.com)
Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News
Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter dan WA Channel
Berita viral lainnya di Tribun Medan
Wiro Sableng Bunuh Pedagang Pajak Buah Berastagi Niat Rampok Korban, Awalnya Ingin Bobol Kios |
![]() |
---|
7 Modus Pengedaran Narkoba di Tanjungbalai dan Asahan, Salah Satunya di Tempat Hiburan Malam |
![]() |
---|
Nama Timbul Lingga dan Rapidin Simbolon jadi Usulan Teratas Oleh 8 PAC PDIP di Kota Siantar |
![]() |
---|
Polres Siantar Mulai Razia Besar-besaran, Targetkan Kendaraan yang tak Bayar Pajak |
![]() |
---|
Warga Jakarta Selatan Ditemukan Tewas Membusuk di Kos-kosan Tamtama Kota Binjai |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.