Sumut Terkini

Penasihat Hukum Terdakwa Sebut Banyak Intrik Politik dan Dipaksakan Dalam Perkara PPPK Langkat

Alasan kenapa Pemkab Langkat memilih sistem SKTT ini, disebabkan beberapa kali dilaksanakan seleksi

Penulis: Muhammad Anil Rasyid | Editor: Ayu Prasandi
HO
SIDANG - Suasana sidang di ruang Cakra B, Pengadilan Negeri Medan, Sumatera Utara.  

Sebab penilai tadi sangat dekat dengan guru-guru, dimana yang diluluskan adalah kerabat dan keluarga mereka saja. Karena metodenya tidak ada ujian, hanya penilaian observasi.

"Tahun 2023, Pemkab Langkat pun akhirnya memilih Sistem SKTT atau Seleksi Kompetensi Tambahan. Di mana hasil CAT murni bobotnya 70 persen dan SKTT 30 persen. Kenapa Pemerintah Kabupaten Langkat Memilih Sistem SKTT ? Sebab berdasarkan pengalaman 3 kali perekrutan sebelumnya, didapati terlalu banyak kekurangan dan kelemahan seperti yang kita sebut tadi," kata Togar. 

Hasil CAT murni itu, guru-guru yang sudah lama mengabdi tidak terjaring atau dengan kata lain rata-rata tidak lulus. Padahal mereka sudah ada yang 20 tahun mengabdi, bahkan banyak mereka berada di sekolah-sekolah pedalaman yang sangat terpencil. Bahkan sekolah-sekolah yang berada di tengah lautan," sambungnya. 

Berkat adanya sistem SKTT di tahun 2023 itu, rata-rata guru yang masa kerjanya sudah lama dan berada di daerah yang sangat jauh dari perkotaan, sudah terbantu dan mereka bisa lulus.

Dicontohkannya, seorang guru bernama Irianti, dirinya sudah 10 tahun mengabdi di SD Negeri Jaring halus, Kecamatan Secanggang, yang sehari-harinya mengayuh sampan selama 10 tahun mempertaruhkan nyawanya selama hampir satu jam demi bisa mengajar di sekolah tempatnya bertugas.

"Alhamdulillah. tahun 2023 bisa lulus jadi ASN PPPK karena adanya sistem SKTT ini. Demikian juga banyak guru yang berada di tengah lautan seperti Pulau Kampai, Pangkalansusu seperi Muhammad Syahputra, bisa lulus karena adanya sistem SKTT, juga banyak lagi guru-guru yang berada di daerah pedalaman, seperti Perlis, pedalaman Batang Serangan menjadi sangat terbantu," ujar Togar. 

Soal adanya ribut-ribut dan demo yang dilakukan para guru honor yang tidak lulus, sangat disayangkannya. 

Padahal, pasca persoalan di tahun 2023 tersebut, Saiful Abdi bersama dengan Eka Syahputra telah berjuang ke pusat agar quota untuk PPPK guru di Kabupaten Langkat dapat diperbanyak lagi.

"Seleksi tahun 2023 bermasalah karena memang kuotanya kurang. Tapi tahun 2024, kementerian malah hanya menyediakan 300 formasi. Sedangkan tahun 2023 saja sudah seribuan yang tidak lulus. Akhirnya dilobi pemerintah pusat, sehingga dibukalah kuota untuk 1.000 orang. Jadi orang-orang yang ribut dan berdemo karena tidak lulus di tahun 2023 itu, sudah kita perjuangkan. Tapi beginilah yang didapatkan," ujar Togar. 

Terkait itikad baik Pemkab Langkat itu, bukanlah hal mudah. Pengusulan yang dilakukan Saiful Abdi dan Eka Syahputra dari 300 menjadi 1.000 formasi, selain harus melobi persetujuan dari TAPD Kabupaten Langkat serta Badan Anggaran Maupun TAPD Pemkab Langkat sendiri.

"Kami melihat kasus ini terlalu banyak intrik politiknya baik yang diframing oleh salah satu LSM yang berada di Kota Medan. Bahkan ada guru yang sebenarnya lulus di tahun 2023, ikut panggung politik, ikut Caleg. Itu kan ada pidananya sebenarnya. Tapi begitu pun semoga masalah guru di Langkat bisa diminimalisir dan terselesaikan. Memang tidak semua bisa terpuaskan, tapi kita sangat menyayangkan banyaknya intrik-intrik kepentingan politik yang menunggangi masalah ini," ujarnya.

Lebih disesalkan lagi, aparat penegak hukum mulai dari penyidik Polda Sumut serta Jaksa Penuntut Umum, justru menempatkan Saiful Abdi dan Eka Syahputra di kursi pesakitan dengan tuduhan korupsi. 

Padahal sudah dengan jelas dan terang, seluruh saksi yang dihadirkan jaksa sama sekali tidak bisa memfaktakan terkait tuduhan suap.

"Sudah 18 kali persidangan. Sebanyak 61 saksi sudah dihadirkan baik itu dari kalangan Kasek, guru dan guru honor dan pejabat fungsional dan struktural di BKD dan Dinas Pendidikan Langkat, tetapi tidak ada satupun fakta dan kesaksian yang valid yang mengarah suap kepada Saiful Abdi dan Eka Depari," kata Togar. 

Demikian juga dijelaskan dalam pemaparan Ahli Pidana, Mahmud Mulyadi dan Ahli Hukum Administrasi Negara, Dr. Dani Sentara, bahwa untuk menetapkan sesesorang itu menjadi tersangka, terdakwa mau pun terpidana, tidak boleh hanya dengan asumsi. 

Sumber: Tribun Medan
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved