"Di Indonesia, kata ini populer sehingga ada kata wali kota, wali nikah dan seterusnya," ucapnya.
Lanjutnya kata wali, kata penulis Tafsir Al Misbah ini, pada mulanya berarti “yang dekat”.
“Wali kota itu berarti yang mestinya paling dekat dengan masyarakat. Orang yang paling cepat membantu Anda, ialah orang yang paling dekat membantu Anda. Nah, dari sini lantas dikatakan bahwa wali itu pemimpin atau penolong.”
Perumpamaan yang dilontarkan Quraish Shihab
“Dari sini, kata ‘wali’ yang jamaknya awliya memiliki makna bermacam-macam,” cetusnya.
Yang jelas, kata jebolan Al Azhar Mesir ini, kalau ia dalam konteks hubungan antar manusia, berarti persahabatan yang begitu kental.
Sedemikan hingga tidak ada lagi rahasia di antara mereka.
Demikian pula hubungan suami istri yang dileburkan oleh cinta.
“Dalam ayat ini, jangan angkat mereka –Yahudi dan Nasrani- yang sifatnya seperti dikemukakan pada ayat sebelumnya menjadi wali atau orang dekatmu. Sehingga engkau membocorkan rahasia kepada mereka.”
Dengan demikian, awliya bukan sebatas bermakna pemimpin, kata Quraish Shihab.
“Itu pun, sekali lagi, jika mereka enggan mengikuti tuntunan Allah dan hanya mau mengikuti tuntunan Jahiliyah seperti ayat yang lain.”
"Contohnya jika mereka juga menginginkan kemaslahatan untuk kita, boleh tidak kita bersahabat?" tanya Quraish Shihab, "jika ada pilihan antara pilot pesawat yang pandai namun kafir dan pilot kurang pandai yang muslim, “pilih mana?” sontak jamaah yang hadir pun tertawa.
"Atau pilihan antara dokter kafir yang kaya pengalaman dan dokter Muslim tapi minim pengalaman."
Dalam konteks seperti ini, bagi Quraish Shihab, tidak dilarang.
Yang terlarang ialah melebur sehingga tidak ada lagi perbedaan termasuk dalam kepribadian dan keyakinan.