Sejarah puasa Arafah tak lepas dari kisah keimanan Nabi Ibrahim dan anaknya, Nabi Ismail
TRIBUN-MEDAN.COM,- Pada bulan Dzulhijjah, umat muslim turut melaksanakan ibadah puasa Arafah.
Pelaksanaan puasa Arafah dilakukan pada 9 Dzulhijjah sebelum Idul Adha tiba.
Adapun pelaksanaan puasa Arafah ini sebagaimana yang dijelaskan dalam beberapa hadist, seperti yang termaktub dalam riawayat Muslim.
Baca juga: Bolehkah Menggabungkan Puasa Qadha dengan Puasa Dzulhijjah? Simak Penjelasannya
عَنْ أَبِي قَتَادَةَ رضي الله عنه سُئِلَ رَسُولُ اَللَّهِ
صلى الله عليه وسلم عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ. فَقَالَ: يُكَفِّرُ
اَلسَّنَةَ اَلْمَاضِيَةَ وَالْبَاقِيَةَ
Abu Qatadah ra meriwayatkan bahwa Nabi SAW pernah ditanya tentang puasa Arafah. Beliau menjawab, “Puasa Arafah menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.” (riwayat Muslim)
Maka dari itu, umat muslim disarankan untuk turut melaksanakan ibadah puasa Arafah ini, kecuali mereka yang sedang melaksanakan haji.
Baca juga: 7 Keutamaan Puasa Dzulhijjah, Menghilangkan Kesusahan Hingga Dikabulkan Doanya
Sejarah Puasa Arafah
Kiai Ahmad Ghazalie Masroeri, tokoh ulama NU pernah menceritakan bagaimana sejarah puasa Arafah terjadi.
KH Ghazali menerangkan, bahwa pelaksanaan puasa Arafah tak lepas dari kisah ketauladanan Nabi Ibrahim dan anaknya, Nabi Ismail.
Saat itu, Nabi Ibrahim sempat lama mendapatkan momongan, hingga akhirnya ia memiliki anak laki-laki yang kemudian diberi nama Ismail.
Sejak kecil, Nabi Ismail dan ibunya berada di Makkah.
Baca juga: 6 Makanan Khas Idul Adha yang Enak dan Menggugah Selera
Selama itu pula, Nabi Ibrahim kerap mengunjungi putranya itu.
Namun, ketika Nabi Ismail beranjak remaja, Nabi Ibrahim mendapatkan mimpi dari Allah S.W.T, bahwa ia diminta menyembelih Nabi Ismail.
Mimpi yang hadir di tanggal 8 dan 9 Zulhijah tersebut membuat Nabi Ibrahim bingung, karena beliau sangat memahami bahwa mimpi seorang nabi merupakan salah satu cara turunnya wahyu Allah.
Artinya, beliau memang harus melaksanakan perintah Allah tersebut.